Flexing Bea Cukai
Usai Flexing di Medsos, Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Didakwa Terima Suap
Akibat flexing di medsos itu, Eko akhirnya dibebastugaskan dan diperiksa KPK. Kini dia mulai menjalani sidang.
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Surabaya - Mantan Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, terdakwa dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam jabatannya senilai Rp10 miliar, mulai menjalani sidang dakwaan di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kota Surabaya, pada Selasa (14/5/2024).
Nama Eko Darmanto sempat ramai dibicarakan karena gaya hidup pamer kekayaan di media sosial. Akibat flexing di medsos itu, Eko akhirnya dibebastugaskan dan diperiksa KPK.
Sidang yang dipandu oleh Hakim Ketua, Tongani, dan anggotanya Manambus Pasaribu dan Lujianto, berjalan secara online melalui layar monitor yang terhubung dengan terdakwa Eko dari Ruang Tahan KPK Jakarta.
JPU KPK Luki Dwi Nugroho mendakwa Eko Darmanto dengan dakwaan berlapis yakni terkait dugaan tindak pidana korupsi bermodus gratifikasi dan TPPU, senilai total sekitar Rp37 miliar.
Terdakwa dianggap menerima sejumlah pemberian uang yang jumlahnya bervariasi antara miliaran hingga ratusan juta, dari kolega pengusaha ekspor dan impor barang terkait kepengurusan izin cukai dan impor barang.
Baca juga: Prediksi Skor dan Susunan Pemain Bali United Vs Persib Bandung di Championship Series Liga 1 2023
Seperti pengusaha rokok, barang lifestyle tas dan pakaian, tembakau, kain gorden, dan pakan ternak dengan total bernilai total sekitar Rp23,5 miliar.
Jumlah yang gratifikasi tersebut diperoleh oleh Eko Darmanto saat menjabat di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I.
Yakni sebagai kepala bidang penindakan-penyidikan dan kepala sub direktorat narkotika dan direktorat penindakan dan penyidikan.
"Kami tentunya melihat ini dari tempus deliciti. Jadi kurun selama dia menjabat sebagai pejabat di Kantor Bea Cukai, maka semestinya yang kami dakwakan," katanya usai sidang.
Penerimaan jumlah gratifikasi yang dilakukan Eko Darmanto bervariasi. Terbanyak sejumlah Rp6,85 miliar, dari pengusaha bidang ekspor impor otomotif, berinisial OAW. Dan penerimaan sejumlah Rp10,9 miliar dari pengusaha yang tidak diketahui namanya.
Kemudian paling sedikit sejumlah Rp30 juta dari pengusaha importir barang lifestyle seperti tas, pakaian, kaca mata, ponsel dan sepatu, berinisial RO.
Proses pemberiannya dilakukan secara bertahap. Bahkan dalam kurun setahun dapat dilakukan pengiriman uang pemberian tersebut kurun waktu sebulan sekali.
"Ada yang beberapa kali dalam satu tahun, dengan nilai yang cukup fantastis. Setahun itu rentang waktunya cukup berdekatan. Misal bulan Januari (terima pemberian), lalu ada lagi Februari menerima lagi," jelasnya.
Eko Darmanto menerima uang pemberian tersebut dengan menyediakan nomor rekening penampungan tersendiri, dan ada juga yang ditampung melalui perusahaan miliknya.
Baca juga: Gedung Sekolah Aset Desa Dijual, Murid TK di Lumajang Numpang ke Rumah Warga
Terkadang terdakwa juga menunjuk istri, anak, kerabat hingga saudara kandung untuk menampung uang pemberian gratifikasi tersebut.
"Yang tadi kami sampaikan dalam dakwaan ada beberapa nama, seperti nama istrinya, atau menggunakan nama anaknya, atau nama pihak lain. Yang sebenarnya itu untuk kepentingan dirinya," terangnya.
Eko Darmanto didakwa Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
KPK juga mendakwa Eko Darmanto dengan UU TPPU, dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Karena membeli sejumlah aset benda tak bergerak; tanah, rumah, dan apartemen, lalu benda bergerak; motor gede, dan mobil sport supercar berkapasitas mesin besar, dengan harga yang tak masuk akal.
Luki mengatakan catatan LHKPN dan kalkulasi uang gaji sebagai PNS yang diterima, dirasa mustahil dapat membeli aset-aset tersebut dalam kurun waktu relatif cepat.
Sesuai dakwaan nilai TPPU yang dilakukan oleh Terdakwa Eko Darmanto, senilai Rp14 miliar. Dalam dakwaan kedua terkait TPPU, Eko Darmanto dianggap melakukan perbuatan yang menyembunyikan, menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan.
Baca juga: Hampir Dekat dengan Real Madrid, Kylian Mbappe Kembali Terjerat Konflik Baru dengan PSG
Sementara Penasehat Hukum Eko Darmanto, Gunadi Wibakso mengatakan, pihaknya tidak menyampaikan eksepsi dalam sidang dakwaan pertama ini.
Namun akan berfokus pada pembelaan selama bergulirnya sidang pemeriksaan saksi yang dijadwalkan berlangsung dua kali dalam sepekan.
Gunadi ingin menegaskan pemberian uang disebutkan JPU itu merupakan uang keuntungan bisnis yang dijalankan oleh kliennya.
Selama ini kliennya juga menjalankan bisnis jual beli motor dan mobil. sehingga wajar saja menerima uang tersebut sebagai keuntungan.
"Iya dalam rangka menjalankan bisnis. PT itu digunakan terdakwa untuk menampung hasil usaha PT itu, hasil bisnis PT itu sendiri. Bukan (gratifikasi)," ujarnya di depan ruang sidang.
Lalu mengenai aset yang dimiliki kliennya, sebenarnya juga diperoleh dari usaha orangtuanya yang diberikan kepada Terdakwa Eko Darmanto, sebagai warisan.
"Bukan adiknya. Adiknya punya perusahaan di malang, ada beberapa usaha yang mengandalkan warisan orangtuanya. Iya (uang di dakwaan itu bisnis dan warisan)," katanya.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(Luhur Pambudi/TribunJatimTimur.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.