Liga Italia

Jejak Karier Erick Thohir di Inter Milan, Tuai Sorotan Usai Angkat Pelatih dari Belanda

Berikut jejak karier Erick Thohir di Inter Milan. Sempat menuai sorotan usai mengangkat pelatih dari Belanda.

Editor: Luky Setiyawan
PSSI.ORG
Ketua Umum PSSI Erick Thohir. Berikut jejak karier Erick Thohir di Inter Milan. Sempat menuai sorotan usai mengangkat pelatih dari Belanda. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Berikut jejak karier Erick Thohir di Inter Milan. Sempat menuai sorotan usai mengangkat pelatih dari Belanda.

Belakangan ini, nama Ketua Umum PSSI, yang juga mantan pemilik Inter Milan itu menuai sorotan.

Hal ini tak lepas dari keputusan Erick Thohir memecat Shin Tae-yong dari jabatan pelatih Timnas Indonesia.

Keputusan tersebut menuai sorotan mengingat kontribusi Shin Tae-yong di Timnas Indonesia.

Baca juga: Sinyal Manuver Inter Milan di Bursa Transfer, 4 Nama Bek Masuk Radar, Atalanta Kans Paling Dirugikan

Baca juga: Jay Idzes Dkk Patut Waspada, Inter Milan Bakal Lampiaskan Kekalahan dari AC Milan di Liga Italia

Timnas Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong berhasil lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia zona Asia.

Bahkan skuad Garuda berpotensi lolos ke putaran keempat, mengingat mereka menempati posisi ketiga klasemen Grup C ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Tak ayal, keputusan Erick Thohir selaku Ketum PSSI memecat Shin Tae-yong lantas menuai sorotan dari kalangan pecinta sepak bola Indonesia.

Tak sedikit dari warganet mencoba menguliti jejak karier Erick Thohir di dunia sepak bola, termasuk saat menjadi pemilik Inter Milan.

Lantas bagaimana jejak karier Erick Thohir di Inter Milan?

Melansir dari Sempre Inter, Erick Thohir sempat menjadi presiden Inter Milan pada 2013, menggantikan Massimo Moratti.

Kedatangan Erick Thohir pertama kali di Inter Milan sempat menjadi harapan baru, mengingat Inter Milan sempat mengalami kerugian hingga 180 juta euro.

Namun, perlahan keuangan Inter Milan membaik berkat beberapa kebijakan Erick Thohir seperti restrukturisasi manajemen.

Karyawan era Massimo Moratti digantikan dengan orang-orang yang lebih kompeten.

Thohir juga berjanji untuk mendiversifikasi sumber pendapatan dan mengeksplorasi peluang baru, khususnya di pasar Asia.

Hal ini memberi Thohir citra sebagai seorang pembawa perubahan tidak hanya di klub, tetapi juga di Serie A, yang berhasil melobi slot waktu yang berbeda selama hari pertandingan untuk membuat liga lebih mudah diakses oleh Asia.

Tiga bulan sejak Erick Thohir menjabat jadi presiden Inter Milan, tepatnya pada Januari 2014, Nerazzurri mendapat masalah besar.

Masalah tersebut terkait isu barter gelandang Inter Milan, Fredy Guarin dengan pilar Juventus, Mirko Vucinic.

Isu ini mendapat penolakan keras dari fans Inter Milan, mengingat pertukaran itu tak sebanding.

Bagaimana itu, Fredy Guarin yang kala itu menjadi andalan di Inter Milan harus diukar dengan Mirko Vucinic yang rawan cedera.

Merespon isu tersebut, fans Inter Milan lantas berunjuk rasa di Milano. 

Namun, Sempre Inter melaporkan bahwa Erick Thohir membatalkan kesepakatan tersebut.

Setelah isu barter Guarin-Vucinic, Erick Thohir menyadari bahwa lebih banyak perubahan manajemen diperlukan.

Erick Thohir lantas memecat Marco Branca dari jabatan Direktur Teknik pada Februari 2014, dan mempromosikan Piero Ausilio dalam prosesnya. 

Ia kemudian mengangkat manajer-manajer terkenal seperti Michael Bolingbroke dari Manchester United sebagai CEO, Claire Lewis dari Apple, dan Robert Faulkner dari UEFA.

Beberapa bulan kemudian, tokoh senior lainnya, Marco Fassone dipecat pada September 2015 karena Thohir akhirnya membentuk tim tepercaya yang penuh dengan para ahli untuk menjalankan klub atas namanya.

Namun, di sini, perlu dicatat bahwa proses ini memakan waktu sekitar satu setengah tahun.

Ketidakstabilan manajemen ini meninggalkan jejak negatif pada bidang olahraga klub dan hasil-hasil negatif pun menyusul.

Hal ini dapat ditonjolkan dengan pemecatan Walter Mazzarri yang baru saja mendapatkan perpanjangan kontrak dari Inter Milan dan penunjukan Roberto Mancini tiga bulan memasuki musim 2015.

Dengan Roberto Mancini menempati kursi kepelatihan, Inter Milan mulai bekerja untuk mengatasi masalah mendesak terkait kualitas buruk dalam skuad.

Saat itu Inter Milan harus menurunkan pemain seperti Taider, Gargano, Kuzmanovic, Jonathan, Joel Obi, Schelotto, Mudingayi, dan Alvaro Pereira, dan masih banyak lagi.

Erick Thohir berupaya meningkatkan kualitas teknis melalui berbagai transfer. 

Namun, dengan keterbatasan finansial, transfer semacam itu sering kali hanya menjadi peluang pasar yang tidak memberikan dampak yang diinginkan.

Pemain mapan seperti Lukas Podolski, Xherdan Shaqiri, Nemanja Vidic, dan Pablo Osvaldo semuanya tidak membuahkan hasil dalam waktu singkat, sementara prospek yang bagus seperti Dodo dan Yann M’vila gagal memenuhi harapan.

Pemain saat ini Marcelo Brozovic dan Danilo D’Ambrosio adalah satu-satunya pengecualian, bersama dengan Gary Medel yang juga memberikan penampilan bagus.

Cerita sedikit berubah pada sesi transfer musim panas kedua Erick Thohir

Karena tim dibangun dengan mempertimbangkan gaya sepak bola Mazzarri, Roberto Mancini menuntut dan menerima perombakan pemain pada 2015/16.

Felipe Melo, Jovetic, Ljajic, Miranda, Kondogbia, Murillo, Perisic, dan Alex Telles didatangkan atas perintah Mancini. Peningkatan skuad terlihat jelas dan memang pada akhir tahun, Inter memasuki liburan Natal di posisi pertama.

Ini memberi sedikit rasa kejayaan bagi Erick Thohir.

Namun, ada sesuatu yang salah dan pada bulan Januari dan Februari, Inter Milan lupa cara menang.

Kehancuran internal ini menyebabkan Inter Milan kehilangan poin minggu demi minggu, turun ke posisi keempat pada akhir musim.

Meskipun musim dingin mengecewakan, posisi keempat adalah hasil terbaik dalam lima tahun sebelumnya.

Itu memberi kesan bahwa akhirnya Inter Milan di bawah Erick Thohir berada di jalur yang benar. 

Namun, euforia tersebut bak segera sirna.

Meskipun memberikan hasil terbaik dalam lima tahun, hubungan antara Roberto Mancini dan Erick Thohir berangsur-angsur memburuk di akhir musim.

Sumber-sumber menyebutkan ketidaksepakatan mengenai kurangnya pergerakan di bursa transfer sebagai penyebab yang paling mungkin.

Antonio Candreva menjadi satu-satunya akuisisi selain perekrutan gratis Banega, sebelum Suning menggelontorkan 80 juta untuk Joao Mario dan Gabigol saat bursa transfer ditutup.

Usai mendapat tawaran akuisisi klub oleh raksasa Tiongkok Suning, Roberto Mancini di sini merasa seperti ditinggalkan Erick Thohir.

Meskipun Inter tidak mendominasi bursa transfer tahun itu, mereka berhasil mempertahankan semua komponen utamanya.

Hal ini secara otomatis menghadirkan peluang besar bagi Inter Milan untuk melampaui mereka dan memperoleh akses ke Liga Champions, tujuan yang dinyatakan Thohir sejak hari pertama.

Namun, tiba-tiba, Erick Thohir membuat keputusan yang mengejutkan publik Inter Milan, yakni memecat Roberto Mancini hanya dua minggu sebelum musim 2016 dimulai. 

Hal ini terjadi saat Suning Group sebagai pemilik baru sedang membiasakan diri dengan klub dan Erick Thohir sebagai presiden masih memegang kendali penuh atas manajemen klub. 

Erick Thohir lantas mendatangkan pelatih asal Belanda, Frank de Boer sebagai juru taktik baru Inter Milan.

Kala itu, Erick Thohir adalah penggemar berat Frank de Boer karena gaya sepak bola menyerang dan penggunaan pemain muda.

Keputusan ini menuai sorotan tajam, mengingat pergantian pelatih tersebut terbilang mendadak.

Selain itu, Frank de Boer juga belum punya pengalaman di Liga Italia.

Sorotan atas keputusan mendatangkan Frank de Boer semakin tajam imbas rangkaian hasil buruk yang dialami Inter Milan semasa kepelatihan Frank de Boer.

Frank de Boer lantas dipecat pada bulan November 2016.

Sejak pemecatan itu, keputusan terkait pelatih pengganti seolah beralih ke tangan Suning Group.

Keterlibatan Erick Thohir di jajaran direksi Inter Milan dengan cepat menurun.

Bahkan, Erick Thohir jarang terlihat di San Siro untuk mendukung Inter Milan.

Menjelang akhir jabatannya sebagai presiden Inter Milan, Erick Thohir tak lebih dari 'boneka' Suning. 

Erick Thohir juga melakukan beberapa kesalahan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang presiden Inter Milan.

Sebagai permulaan, pada lebih dari satu kesempatan ia ketahuan tidur siang di tribun San Siro.

Lalu ada kesalahan besar ketika dalam sebuah wawancara surat kabar, Erick Thohir mengatakan bahwa ia mulai mengikuti Inter Milan sejak tahun-tahun 'Trio Belanda'.

Hal ini disinyalir mengacu pada Rudd Gullit, Marco Van Basten, dan Frank Rijkaard.

Padahal trio Belanda itu memperkuat rival Inter Milan, AC Milan.

Ia kemudian mengoreksi kesalahannya, dengan mengatakan bahwa ia bermaksud mengatakan 'trio Jerman'.

Trio Jerman itu merujuk pada Brehme, Matthaus, dan Klinsmann yang mengenakan seragam Inter Milan pada tahun 2019.

Erick Thohir lantas melepaskan seluruh kendalinya di Inter Milan pada tahun 2019.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved