Berita Blitar

Mantan Kepala DPUPR Kota Blitar Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Ajukan Pensiun Dini

Mantan Kepala DPUPR Kota Blitar yang ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan IPAL oleh Kejari Kota Blitar ajukan pensiun dini

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Sri Wahyunik
TribunMataraman.com/Samsul Hadi
TERSANGKA DUGAAN KORUPSI: Kejari Kota Blitar menetapkan eks Kepala DPUPR Kota Blitar, SY sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan IPAL, Selasa (3/6/2025).  

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, BLITAR - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar, SY, yang ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan IPAL oleh Kejari Kota Blitar sudah pensiun sebagai ASN di lingkungan Pemkot Blitar. 

SY resmi pensiun sebagai ASN di lingkungan Pemkot Blitar per 1 Juni 2025 atau dua hari sebelum penetapan tersangka. 

"Beliau (SY) sudah pensiun per 1 Juni 2025," kata Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Blitar, Kusno, Rabu (4/6/2025). 

Kusno mengatakan, SY pensiun atas permintaan sendiri atau mengajukan pensiun dini. 

Sebenarnya, SY akan masuk masa pensiun sebagai ASN di lingkungan Pemkot Blitar per 1 Oktober 2025.

"Beliau pensiun atas permintaan sendiri atau istilah umum dikenal pensiun dini," ujarnya. 

Sebelum pensiun dini, terakhir SY menjabat sebagai asisten II Pemerintahan Pemkot Blitar. 

Baca juga: Saelan, Putra Ketiga Mbok Yem Jadi Penerus Warung Legendaris di Hargo Dalem Gunung Lawu Magetan

Seperti diketahui, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar menetapkan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar, SY, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal, dan jasa tenaga fasilitator lapangan, Selasa (3/6/2025). 

Pembangunan proyek tersebut menggunakan dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2022 senilai Rp 1,6 miliar. 

Ketika proyek berlangsung, SY masih menjabat sebagai kepala DPUPR Kota Blitar. Di proyek itu, SY berperan sebagai pengguna anggaran sekaligus merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). 

Kasus itu mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 553 juta karena kekurangan volume pada fisik bangunan ditambah gaji yang telah dikeluarkan negara untuk tenaga fasilitator lapangan yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. 


Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved