Sound Horeg Haram

Tanggapi Fatwa Haram MUI Jatim, Pegiat Sound Horeg Bondowoso: Jangan Hanya Lihat Sisi Negatifnya

Pgiat horeg Bondowoso merasa fatwa tersebut terlalu sepihak dan belum mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tersebut.

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Haorrahman
Hariyanto
HOREG: Warga Bondowoso saat menyaksikan sound horeg November 2024 lalu. Perkumpulan Pegiat Audio Sound System dan Horeg Bondowoso, merasa fatwa tersebut terlalu sepihak dan belum mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari aktivitas tersebut. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang mengharamkan penggunaan sound horeg menuai respons dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Perkumpulan Pegiat Audio Sound System dan Horeg Bondowoso, yang merasa fatwa tersebut terlalu sepihak dan belum mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari aktivitas tersebut.

Hariyanto, Ketua Perkumpulan Pegiat Sound Horeg Bondowoso, menyayangkan apabila penilaian terhadap sound horeg hanya dilihat dari sisi negatif semata.

“Jangan dinilai dari negatifnya saja,” ujar Hariyanto, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: Sound Horeg, Wagub Jatim : Harus Patuhi Aturan Pemerintah dan Fatwa Ulama

Menurutnya, keberadaan sound horeg justru memberi kontribusi positif, terutama dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat, khususnya pelaku UMKM dan pedagang kaki lima yang kerap hadir saat acara berlangsung.

“Setiap ada acara sound horeg, pedagang kecil banyak yang jualan. Itu kan membantu perputaran ekonomi,” tambahnya.

Hariyanto mengatakan komunitas pegiat sound horeg juga kerap melakukan kegiatan sosial, seperti santunan dan bakti sosial yang diadakan sebelum pelaksanaan acara. Namun kegiatan positif ini jarang terekspos karena tidak diunggah di media sosial.

“Banyak juga kegiatan sosial yang dilakukan, tapi gak semua dipublikasikan,” jelasnya.

Baca juga: Sound Horeg Bising Difatwa Haram, MUI Jatim Minta Pemerintah Bikin Aturan

Ia menegaskan mayoritas penyelenggara dan penikmat sound horeg berasal dari wilayah pinggiran, bukan dari kawasan perkotaan. Lokasi-lokasi ini dinilai lebih aman dan sesuai dengan karakter acara yang digelar.

“Biasanya yang sewa itu warga pinggiran. Tempatnya juga lebih memungkinkan,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Ryan ini menilai fatwa MUI Jatim terlalu menyudutkan dan belum menyentuh akar persoalan. Ia mengusulkan agar dilakukan penertiban atau pengaturan yang lebih bijak, bukan pelarangan secara total.

“Sebaiknya dicari jalan tengah. Misalnya dengan mengatur lokasi acara, mengecek kelayakan ukuran sound system, atau menyesuaikan bentuk hiburannya,” usulnya.

Baca juga: Viral di Media Sosial, Karnaval Ricuh Akibat Sound Horeg di Kota Malang

Ryan juga mempertanyakan mengapa fatwa tersebut baru muncul saat ini, padahal praktik sound horeg sudah berlangsung lama di berbagai daerah.

“Padahal sound horeg sudah lama ada. Kenapa baru sekarang difatwakan haram?” katanya.

Menurutnya banyak pengusaha sound system dan penyedia layanan sound horeg merasa dirugikan karena keputusan ini bisa berdampak langsung pada mata pencaharian mereka.

“Kalau dilarang, ya jelas memutus rezeki pengusaha sound system,” pungkasnya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved