Kisah Inspirasi
Mozayyanah, Pendamping ODGJ di Bondowoso: Saya Wakafkan Separuh Hidup Saya untuk Mereka
Mozayyanah, seorang pendamping sosial Provinsi Jawa Timur untuk wilayah Bondowoso, yang telah sembilan tahun mendampingi para ODGJ.
Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Haorrahman
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso – Menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bukan perkara mudah. Dibutuhkan pendekatan khusus, kesabaran ekstra, dan pemahaman mendalam terhadap kondisi psikologis yang dihadapi. Inilah yang dijalani Mozayyanah, seorang pendamping sosial Provinsi Jawa Timur untuk wilayah Bondowoso, yang telah sembilan tahun mendampingi para ODGJ.
Wanita yang akrab disapa Moza ini sudah tak bisa lagi menghitung jumlah ODGJ yang pernah ia dampingi dan evakuasi. “Mungkin sudah ratusan. Bahkan pernah sampai ke luar kota,” ujarnya saat ditemui TribunJatimTimur.com, Minggu (25/5/2025).
Setiap kasus yang ditangani Moza memiliki tantangan tersendiri. Mulai dari ODGJ yang mengamuk di jalanan, menyerang keluarga, hingga yang dipasung bertahun-tahun. Namun, menurutnya, proses evakuasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Baca juga: Truk Bermuatan Telur Tabrak Rumah dan Terguling di Trenggalek
“Sebelum evakuasi kami selalu lakukan asesmen dulu. Hasil asesmen inilah yang jadi dasar pendekatan. Apakah cukup dengan pendekatan emosional atau harus melibatkan warga, bahkan TNI-Polri,” jelasnya.
Asesmen biasanya dimulai dengan menggali informasi dari keluarga tentang kondisi pasien. Setelah itu, Moza mencoba berinteraksi langsung dengan ODGJ untuk membangun kedekatan. Salah satu pendekatan yang ia lakukan adalah menyelami dunia si pasien dan mengikuti alur pikir mereka.

“Yang paling penting itu membuat mereka merasa nyaman. Biasanya saya lihat matanya. Dari mata, saya bisa tahu suasana hati mereka. Kalau matanya sudah benar-benar kosong, saya tahu ini bukan saatnya memaksa,” ungkapnya.
Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, Moza belajar secara otodidak sejak 2016. Ia banyak menyerap ilmu langsung dari para psikiater yang ditemuinya saat mendampingi proses evakuasi.
“Setiap kasus berbeda. Jadi saya terus belajar. Bahkan lingkungan sekitar juga sangat mempengaruhi proses evakuasi. Kadang mencekam, tapi kadang juga ada momen yang lucu,” kenangnya.
Baca juga: Pemkab Kediri Berikan Beasiswa kepada 50 Atlet Berprestasi
Ia menceritakan salah satu kejadian lucu saat evakuasi. “Waktu itu pasiennya harus diikat, tapi malah tangan saya yang diikat. Saya baru sadar setelah cukup lama,” ujarnya tertawa.
Tugas Moza tak hanya berhenti di proses evakuasi. Ia juga membantu pengurusan administrasi, mulai dari tingkat desa hingga Dinas Sosial Kabupaten Bondowoso. Tak jarang ia mendampingi pasien hingga ke rumah sakit di Surabaya dan kota-kota lain.
Meski pekerjaannya penuh risiko, Moza bersyukur selalu mendapat dukungan keluarga.
“Memang kadang suami dan orang tua khawatir, takut saya diserang. Tapi sejak awal saya sudah bilang, saya wakafkan separuh hidup saya untuk mereka. Yang penting keluarga masih percaya sama saya,” tuturnya.
Baca juga: Perawatan Anti-Aging Skincare Berbasis Sains dan Konsep Kemewahan di Tunjungan Plaza Surabaya
Bagi Moza, kebahagiaan terbesar adalah saat mendengar kabar pasiennya membaik, bahkan bisa kembali menjalani hidup yang produktif. Salah satu yang paling ia ingat adalah seorang remaja asal Kecamatan Wringin, yang pernah mengalami gangguan jiwa akibat patah hati.
“Sekarang dia punya usaha sendiri dan banyak karyawan. Dia pernah kirim pesan lewat media sosial, bilang ‘terima kasih ya, Bu’. Saat itu saya terharu sekali,” tambah Moza.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(Sinca Ari Pangistu/TribunJatimTimur.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.