TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Pemerintah Kabupaten Jember mengalokasikan anggaran Rp 341 miliar di APBD Jember ahun 2023 untuk penanganan stunting. Anggaran besar itu diharapkan mampu mempercepat penurunan angka stunting di Jember.
Besaran biaya tersebut berdasarkan laporan hasil rapat Rembuk Stunting Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember, mengenai Laporan Hasil Evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur pada Juli 2023.
Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jember Muhammad Balya Firjaun Barlaman mengutarakan, duit ratusan miliar ini mengalir di 16 organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemkab Jember.
"Dan ada tiga kegiatan besar dalam upaya intervensi tadi. Memang dapat dibilang, ada yang kurang tepat penganggaran pengalokasiannya," ujarnya, Senin (23/10/2023).
Menurutnya, intervensi yang dilakukan selama ini hanya bertumpu pada koordinasinya antar OPD. Sehingga, hasil percepatan penurunan stunting belum begitu nampak.
"Maka sesuai dengan Kepres, maka intervensi spesifik dan sensitifnya akan kami perbesar. Sehingga bisa nampak hasil percepatan penurunan stunting," kata pria yang akrab disapa Gus Firjaun.
Gus Firjaun yang juga Wakil Bupati Jember ini menambahkan, masing-masing OPD di TPPS juga perlu melakukan sinkronisasi anggaran dan data.
"Karena koordinasi dan pencatatan, pelaporan selama ini juga masih belum maksimal. Sehingga kesannya hasilnya tidak nampak, padahal kami semua telah bekerja," tuturnya.
Baca juga: Lewat Si Rambo, Upaya Pemkab Jember Kendalikan Inflasi dan Jaga Daya Beli Masyarat
Beberapa hal yang telah dilakukan dalam upaya penurunan stunting, Gus Firjaun mengaku telah berupaya untuk memperbaiki ketepatan dan akurasi data.
"Serta ketepatan penyusunan program dan anggaran. Walaupun masih banyak kekurangan, tetapi melalui rembuk stunting, kami berupaya semaksimal mungkin, untuk mereduksi dan menindaklanjuti apa yang kurang," katanya.
Sementara, Bupati Jember Hendy Siswanto menambahkan, sebenarnya bayi terdeteksi stunting itu ketika baru lahir, hingga usia 1.000 hari. Kata dia, setelah masalah tumbuh kembang anak itu tidak ada.
"Tetapi ada bayi baru, stunting lagi nambah lagi. Jadi yang perlu dijaga itu, risiko sunting. Makanya dalam rembuk stunting ini juga untuk mencari strategi penanganan risiko stunting," imbuhnya.
Sementara Data Dinas Kesehatan Jember, pada Agustus 2023 menggunakan alat timbang antropometri, persentase balita stunting mencapai 6,35 persen.
Jumlah tersebut jauh di bawah dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada Desember 2022, yang menunjukan prevalensi balita stunting di Kabupaten Jember mencapai 34,9 persen.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
(Imam Nawawi/TribunJatimTimur.com)