Oleh: Dr Drs M Fathorrazi MSi
Ketua Badan Pengembangan Industri Halal (BPIH) MUI Provinsi Jawa Timur
TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Matahari mulai telah teggelam di ufuk barat. Terlihat seorang anak sedang duduk menatap sesuatu yang dari tadi tak hentinya-hentinya diamatinya. Sesekali dia melirik pada ibunya yang sedang memasak kala itu.
Terdapat sederetan makanan yang berjejer di meja, terlihat tertata rapi dengan penampilan yang aduhai membangkitkan selera.
“Masih lama toch Bu”. Akhirnya dia tidak sabar untuk bertanya pada Ibunya.
Dengan penuh senyum pertanda gembira ibunya menjawab. ”Masih kurang beberapa menit, nak,” timpal ibunya sambil setengah tertawa, menertawakan anaknya yang mulai tak sabar ingin segera menyantap makanannya.
Selang beberapa lama, si anak mulai kelihatan tak sabar dan bertanya kembali pada ibunya. “Kenapa harus menunggu waktu, Bu, Khan sudah mulai malem.”
“Belum waktunya anakku.” Sambil memegang pundak anaknya dengan penuh kasih saya.
“Kalau manusia berpuasa maka harus sabar menunggu waktu untuk makan.” Ibunya mulai mengeluarkan ilmunya yang pernah diperolehnya di Pondok Pesantren.
“Berpuasa itu lebih banyak menahan keinginan, termasuk keinginan untuk makan, marah, dan keinginan lainnya sebelum diberi kesempatan oleh agama, yakni mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari.” Sambil ibunya meletakkan tempe yang baru digorengnya di piring. “Jadi, ini latihan bagi kita,” ibunya mulai membuka suara kembali.
Entah sudah berapa lama dialog itu berlangsung, akhirnya terdengar suara adzan di masjid sebelah sehingga mereka terdengar mulai berdoa dan menyantap makanannya tanpa bersuara karena saking lahapnya.
Dialog singkat gambaran suasana sore hari di suatu dusun nan jauh di pedesaan tersebut seakan menyadarkan kita bahwa berpuasa di bulan Ramadan adalah menjadi latihan bagi umat manusia untuk menahan keinginan menyantap makanan yang tidak halal sebelum berubah menjadi halal.
Manusia dengan nafsunya bisa menerobos rambu penghalang tersebut, padahal rambu penghalang itu adalah ujian baginya untuk menguji keimanannya karena sebenarnya seandainya dia memakannya sedikit saja maka mungkin tidak ada orang yang mengetahuinya, namun karena keimanan yang mengeremnya sehingga manusia yang sedang berpuasa tidak akan menerobos pintu penghalang sebelum diijinkan oleh pemiliknya yakni Allah SWT.
Baca juga: Banyak Rumah Retak Akibat Gempa, Warga Pulau Bawean Gresik Sementara Pilih Tinggal di Halaman
Berpuasa memberi pelajaran barharga akan ketaatan terhadap suatu perintah dan larangan. Itulah sebabnya maka pahala puasa bagi seseorang hanya Allah SWT yang tahu karena pelanggaran yang dilakukan manusia juga hanya Allah SWT yang mengetahuinya maka puasa menjadi ibadah spesial, bulan yang ditempati untuk mengerjakan puasa itupun juga spesial.
Bahkan ada satu malam di dalamnya yang lebih baik daripada seribu bulan lainnya. Allah berfirman di dalam Hadits Qudsi yang diriwatkan oleh Imam Bukhori yang artinya: “Semua amalan anak cucu Adam itu untuknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untuk saya dan saya sendiri yang akan memberi pahala.”
Puasa juga mengajarkan kejujuran, mungkin saja makanan itu halal karena dibeli dari uang yang halal, namun karena belum waktunya untuk dimakan maka jadi tidak boleh dimakan. Jadi, manusia akhirnya bisa mnegetahui kapan dan bilamana makanan itu akan menjadi halal.
Baca juga: Khawatir Gempa Susulan dan Tsunami, Warga di Pulau Bawean Gresik Mengungsi ke Gunung
Apabila manusia mampu menahan dari makanan tidak halal karena memang sedang berpuasa maka itu menjadi persoalan biasa karena memang mereka sedang berpuasa, tetapi bila mereka mampu menahan untuk memakannya diluar bulan Ramadan maka nilai persoalannya menjadi luar biasa karena ternyata makanan itu bukan hanya menjadi halal karena waktunya melainkan juga Al-Qur'an telah mengaturnya.
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah , ayat 173: “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang”.
Al-Qur’an juga memberi petunjuk bagi manusia untuk hanya makan makanan yang halal dan baik, sebagaimana FirmanNya dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah, ayat 168 : “Wahai manusia makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Jadi, makanan menjadi halal bukan hanya karena waktunya melainkkan juga karena zatnya dan prosesnya. Hal ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah seperti memutarbalikkan tangan tetapi amat sangat sulit dan rumit untuk dilakukan oleh manusia itu sendiri.
Itulah sebabnya maka pemerintah hadir melalui aturannya untuk menyajikan makanan yang secara mudah bisa dibedakan yang halal atau yang tidak melalui Program Sertifikasi Halal. Jadi, Sertifikasi Halal merupakan wujud kepedulian pemerintah untuk membantu Masyarakat Indonesia membedakan makanan yang halal dan yang haram.
Baca juga: Hujan Lebat Disertai Angin Kencang, Pohon Tumbang Timpa Empat Rumah Warga
Selain makanan halal haram (halal foods) pemerintah Indonesia juga turut berkontribusi membantu masyarakatnya membedakan aktivitas halal dan tidak halal (halal activities) sejak tahun 2014 lalu. Tepatnya melalaui UU Nomer 33 tahun 2014 yang telah diterapkan sejak 17 Oktober 2019 lalu.
Bahkan, pemerintah merencanakan akan mengevaluasi pelaksanaaan sertifikasi halal ini pada tahun 2024 ini dan membuat semacam ultimatum bahwa “Produk yang tidak bersertifikat halal maka akan terkena sanksi di Indonesia”.
Ultimatun itu seakan menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam membantu masyarakat muslim Indonesia untuk bisa membedakan makanan dan kegiatan yang halal dan yang tidak halal.
Dengan demikian, maka masyarakat muslim nantinya akan semakin mudah membedakan makanan halal dan tidak halal hanya dengan melihat ada tidaknya symbol halal dalam kemasan dalam suatu produk. Artinya, dalam kehidupan dua belas bulan penuh mereka bisa menerapkan pelajaran berharga dari bulan puasa untuk bisa menahan makan makanan yang tidak diridhoi oleh Tuhannya.
Dengan berhasilnya program Sertifikasi Halal ini maka pemerintah nanti bisa berbisik kepada masyarakatnya “Melalui pelajaran satu bulan engkau akan menerapkannya dalam seluruh kehidupanmu untuk mencapai Ridho Allah SWT”. Mari sukseskan evaluasi Sertifikasi Halal 17 Oktober 2024.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur