Berita Pasuruan
Terdakwa Kasus Penambangan Ilegal Minta Hakim Untuk Dibebaskan, JPU Tetap Teguh Pada Tuntutannya
Persidangan kasus penambangan ilegal yang digelar di PN Bangil kembali digelar, dan terdakwa kembali minta dibebaskan dalam dupliknya
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Pasuruan - Terdakwa kasus penambangan ilegal, Andrias Tanudjaja (AT) kembali meminta dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Bangil dengan agenda duplik, Kamis (15/12/2022) siang, ia bersikukuh tidak bersalah atas dakwaan itu.
“Saya hanya pemegang saham minoritas, yakni 45 persen dan bukan pengendali perusahaan yang dijabat Direktur PT Prawira Tata Pratama,” katanya.
Dia juga kembali mengurai dakwaan dan tuntutan yang disampaikan JPU. Ia menganggap dakwaan dan tuntutan itu berbeda-beda penjelasannya.
Kesaksian ahli, Yosafat, yang melakukan penghitungan bukan lahan seluas 27 hektar dan jumlah material yang digali tidak sesuai.
Lahan yang dimiliki PT PTP seluas 20 hektar, dengan luasan lahan yang dilakukan penggalian hanya seluas 5 hektar.
"Tidak ada kaitannya hitungan ahli dengan luasan. Perbedaan ini menghasilkan hitungan spektakuler yakni hasil galian sebesar Rp 228 miliar," lanjutnya.
Menurutnya, berubahnya hasil perhitungan menjadi Rp 228 miliar ini sama persis dengan perubahan dakwaan sebelumnya.
Dalam dakwaan ada penemuan hasil mesin crusher yang awalnya dikatakan 940 M3, tetapi akhirnya berubah menjadi 9,4 M3.
"Dakwaan dan tuntutan ini kok bisa berubah-ubah. Seharusnya dibuat berdasarkan fakta bukan omongan yang tidak bisa dibuktikan,” paparnya.
AT memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil sesuai yang disampaikan dalam pledoi kemarin.
Ia menyebut, jika memang perbuatannya dianggap melakukan penambangan ilegal selama tiga tahun, ia justru mempertanyakan dimana Bupati Pasuruan.
Selain itu, kata dia, dimana peran aparat penegak hukum yang membiarkannya aktifitas itu. Padahal itu adalah kegiatan terbuka dan bisa dilihat siapa saja.
Menurut dia, kegiatan itu diawali dengan adanya perjanjian kerja sama antara PT PTP dengan Pasmar untuk membangun perumahan prajurit TNI.
Ini diperkuat surat Danpasmar tertanggal 16 Oktober 2017 kepada Bupati Pasuruan. Menurutnya pembangunan ini murni karena cintanya ke TNI.
"Jangan saya yang orang awam dan tidak mempunyai kemampuan melawan, dijadikan sebagai korban dan kambing hitam,” jelasnya.
Terakhir, ia kembali memohon ke majelis hakim. Ia mengaku hanya bisa bersandar dan berharap pada keadilan dari majelis hakim dalam memberi putusan.
Terpisah, salah satu anggota tim JPU La Ode Tafri Mada menegaskan, pihaknya tetap pada tuntutan yang sudah disampaikan.
Menurut Mada, sapaan akrabnya, terdakwa dituntut atas pelanggaran penambangan illegal yang memicu kerusakan lingkungan.
“Kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktifitas penambangan ilegal ini cukup berat, karena tidak diimbangi dengan reklamasi,” lanjutnya.
Hal itulah, kata Mada, yang menjadi pertimbangan JPU untuk memberikan tuntutan ke terdakwa cukup berat.
Selain kurungan 5 tahun penjara, JPU juga menuntut denda Rp 75 miliar. Ia mengakui, terdakwa berusaha membela diri tidak melakukan penambangan.
Mada berharap, majelis hakim PN Bangil memberikan hukuman yang setimpal dan berkeadilan atas perbuatannya.
Menurut dia, AT adalah otak dari penambangan illegal di Bulusari, Kecamatan Gempol tersebut sekalipun dia berkilah atas tuntutan itu.
“Dalam penambangan, ada pihak yang terlibat. Ada sopir angkut, sopir alat berat dan lainnya. Dan dari yang terlibat itu, kami mencari otaknya,” urainya.
Disampaikan dia, dari situ, pihaknya berkesimpulan AT adalah otaknya. Namun bukan tidak mungkin juga, ada orang lain terlibat.
Sekadar informasi, AT dituntut JPU hukuman 5 tahun dan denda sebesar Rp 75 miliar dalam sidang sebelumnya.
AT dianggap melanggar pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 jo 56 ke 2 KUHP.
Juga pasal 98 ayat 1 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 56 ke 2 KUHP.
Serta pasal 109 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup. Dan juga pasal 70 ayat 2 subsider pasal 70 ayat 1 lebih subsider pasal 69 ayat 1 UU RI nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
(Galih Lintartika/TribunJatimTimur.com)