Menjaga Lilin Api Gandrung Terop Banyuwangi Lewat Para Pewaris

Pewarisan gandrung terop melalui metode nyantik inilah yang dianggap berbeda dengan pewarisan seni tari dengan pembelajaran modern yang hanya berkutat pada hal-hal teknis. Pewarisan melalui metode nyantrik akan menghidupkan kearifan lokal pada kesenian gandrung terop.

Baca juga: Daftar Pemain dalam Laga Ujicoba Persija Vs Ratchaburi FC, Lawan Tanding Witan di SEA Games Masuk?

Yuwana juga memberi catatan soal perlunya kesenian gandrung terop masuk dalam industri kreatif. Teknologi digital harus dimanfaatkan agar kesenian tersebut akan terus hidup dan menghasilkan. Sehingga kesejahteraan para pelaku seni lebih terjamin.

Hal tersebut yang harus dipikirkan dan dirancang bersama-sama oleh para pelaku seni, pemerintah, dan praktisi kesenian tari gandrung.

Ia meyakini, seni gandrung terop di Banyuwangi akan terus hidup, meski kondisi zaman terus berubah. Sebab, Yuwana menyebut, masyarakat Banyuwangi punya tradisi untuk merawat kesenian yang kuat.

Sementara itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyuwangi berupaya terus merawat berbagai kesenian, termasuk tari gandrung, lewat festival-festival. Setiap tahunnya, Banyuwangi menyelenggarakan festival “Gandrung Sewu” yang dibawakan oleh para pelajar SD hingga SMA se-Banyuwangi.

“Gandrung selain ikon Banyuwangi, juga punya sejarah yang panjang dan luruh. Kami siap untuk berkolaborasi untuk pelestarian kesenian ini,” kata Ridho.

Mereka yang didapuk menjadi pewaris gandrung terop begitu antusias selama nyantrik langsung kepada para maestro. Fika, salah satunya. Ia belajar langsung seni gandrung terop kepada Mudaiyah.

Fika sudah sejak taman kanak-kanak belajar tari gandrung. Menjadi penari profesional adalah cita-citanya sejak kecil.

"Sejak dulu ingin jadi penari gandrung profesional," kata Fika, yang usianya baru 20-an tahun.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

(Aflahul Abidin/TribunJatimTimur.com)