16HAKTP
Etalase ini Jadi Potret Cerita Penyintas Kekerasan Seksual dalam Peringatan HAKTP 2023 di Jember
Etalase pakaian penyintas tindak kekerasan seksual dipajang di Gedung Juang 45 Jalan Bengawan Solo Kabupaten Jember, Jawa Timur
Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Etalase pakaian penyintas tindak kekerasan seksual dipajang di Gedung Juang 45 Jalan Bengawan Solo Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (9/12/2023).
Etalase tersebut merupakan miniatur cerita korban atau penyintas tindak kekerasan seksual yang dibuat oleh 30 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Jember dalam gerakan bersama kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2023 dengan tagline 'Kenali Hukumnya, Lindungi Korban'.
Beberapa baju dan celana dipajang dalam etalase ini. Masing-masing pakaian itu dilengkapi potongan kertas kecil yang berisi tulisan dari penyintas kekerasan seksual.
Terlihat, belasan pakaian yang dipamerkan itu terdiri dari berbagai macam bentuk dan ukuran. Mulai dari baju anak hingga pakaian dewasa, termasuk sarung dan baju koko.
Selain itu, di etalase itu juga ada kursi roda sebagai gambaran korban pelecehan seksual itu juga menimpa para difabel.
Pantauan di lapangan, etalase tersebut juga dikelilingi ilustrasi untuk menggambarkan, kekerasan seksual itu berpotensi terjadi di mana saja. Termasuk di lembaga pendidikan maupun keagamaan.
Abdurrahman Wahid, penggagas Gerak Bersama 16HAKTP di Jember menjelaskan, keberadaan etalase pakaian korban kekerasan seksual itu, sebagai sarana edukasi terhadap masyarakat, termasuk mahasiswa.
"Ini hanya sebagai gambaran, bahwa kekerasan seksual itu bukan karena (korban) memakai baju terbuka. Tetapi mereka yang berpakaian tertutup juga jadi korban pelecehan seksual," ujarnya.
Menurutnya, selama ini masyarakat, khususnya netizen di media sosial masih terkesan menyalahkan korban. Mereka mengira, kejahatan tersebut akibat pakaian terlalu terbuka.
"Padahal, tindak kekerasan seksual itu karena pelaku sendiri yang meluapkan hasratnya sendiri, bukan pakaian korban. Buktinya, banyak anak kecil jadi korban dan tindak kekerasan seksual itu, bukan hanya menimpa wanita dewasa saja," kata pria yang akrab disapa Aab ini.
Aab mengatakan nantinya ada 30 pakaian yang ditampilkan pada etalase ini. Bahkan para peserta juga bisa membaca cerita para korban kejahatan seksual dalam kertas kecil yang sudah tertempel.
"Dan etalase ini, teman-teman bisa membaca kisah dari penyintas tindak kekerasan seksual," tambahnya.
Baca juga: Tim Antibandit Polsek Simokerto Sedang Periksa 2 Orang Terkait Tewasnya Remaja Usai Terlibat Tawuran
Melalui adanya etalase ini, Aab ingin masyarakat tidak berkomentar sembarangan serta menyalahkan korban kejahatan seksual, karena pakaiannya.
"Jadi ini sebagai edukasi kepada masyarakat bahwa tidak hanya karena pakai baju terbuka. Tetapi pakai baju tertutup pun juga bisa jadi korban pelecahan dan tindak kekerasan seksual," urainya.
Dia menilai, pelaku kekerasan seksual tersebut bukan hanya menyasar anak atau perempuan normal. Tetapi mereka juga tidak segan, melecehkan mereka yang berkebutuhan khusus.
Aab mengatakan bahwa, seluruh pakaian yang ditampilkan dalam etalase itu bukan baju asli milik penyintas kekerasan seksual. Katanya, barang ini hanya sebatas ilustrasi saja.
"Baju baju itu dari teman teman Peace Leader Indonesia yang merupakan bagian dari koalisi organisasi kegiatan ini," ungkap Founder Gentari Jember.
Hal itu sengaja dilakukan sebab, lanjut dia, dalam catatan Unit Pelayanan Teknis Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Jember Tahun 2022 terdapat 54 kasus kekerasan.
"Yang menimpa anak kecil dan perempuan dewasa. Dan terdiri dari beberapa kategori, ada korban KDRT, kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal. Bahkan kasus tersebut juga lebih banyak, khususnya dalam media sosial," ungkap Aab.
Kabar terbaru yang menghebohkan pemberitaan nasional tahun 2023. Aab mengungkapkan, berupa kasus pencabulan terhadap ustazah sebuah ponpes pesantren di Kabupaten Jember.
"Kasus yang paling menonjol, berupa pelecehan seksual yang dilakukan kiai dan itu sangat menggemparkan," urainya.
Pada kegiatan ini, kata Aab juga dilakukan diskusi yang dilakukan diskusi terbuka bersama tiga elemen organisasi mahasiswa ekstra kampus di Jember.
"Tiga organisasi mahasiswa adalah PMII, GMNI dan HMI. Serta diskusi bedah film dari Migrant Care," paparnya.
Kegiatan ini, kata dia, serangkaian dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan sejak 25 November hingga 10 Desember, yang didukung penuh oleh Komnas Perempuan.
"Target besarnya itu, bagaimana seluruh komunitas dan lembaga bersama membangun dalam mengadvokasi kasus tersebut," ulasnya.
Sementara itu, Ketua Peace Leader Indonesia, Redy Saputro mengatakan baju yang dipamerkan, merupakan sumbangan dari donatur yang fokus pada isu kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Khususnya lembaga yang fokus terhadap isu kesetaraan hak perempuan dan anak," katanya.
Redy mengungkapkan bahwa, melalui etalase ini, masyarakat bisa tercerahkan dan sadar. Kalau pelecehan seksual terjadi dimana saja, baik di area terbuka atau ruang privat.
"Dan pelaku kekerasan seksual itu, bukan hanya menyasar wanita dan anak anak. Tetapi juga kelompok rentan khusunya penyandang disabilitas," urai Redy.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
(Imam Nawawi/TribunJatimTimur.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.