Berita Viral

Disebut Putus Aliran Air Imbas Gagal Raih Target Suara, Caleg Cilegon Viral Ungkap Alasan Sebenarnya

Caleg di Cilegon yang viral karena putus aliran air ungkap alasan sebenarnya. Sebelumnya, disebut karena kecewa gagal jadi anggota dewan.

Editor: Luky Setiyawan
Tribunnews.com/Kompas.com
Caleg di Cilegon yang viral karena putus aliran air ungkap alasan sebenarnya. Sebelumnya, disebut karena kecewa gagal jadi anggota dewan. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Sosok caleg di Cilegon yang viral karena putus aliran air ungkap alasan sebenarnya.

Sebelumnya, caleg di Cilegon itu disebut putus aliran air di desa karena gagal jadi anggota dewan.

Imbas aksi viral putus aliran air tersebut, warga setempat yang ada di desa Cisuru begitu tersiksa.

Adapun caleg di Cilegon yang viral karena putus aliran air adalah Sumedi Madasik.

Baca juga: VIRAL Sosok Sumedi Madasik, Caleg Gagal Putus Saluran Air Bersih ke Warga, Kesal Tak Dapat 100 Suara

Baca juga: Suami Caleg di Jember Tewas Menabrakkan Diri ke Kereta Api Luar Biasa, Diduga Depresi

Sumedi Madasik adalahh Caleg dari PKS yang gagal meraih kursi DPRD Kota Cilegon pada Pemilu 2024.

Dilansir Tribun Jatim dari Kompas.com, Sumedi Madasik mengakui dirinya telah menyetop akses air bersih dari sumurnya ke rumah warga Cisuru.

Namun, Sumedi membantah bahwa penyetopan itu ia lakukan secara sepihak setelah gagal lolos caleg DPR Cilegon dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, penyetopan itu dilakukan sementara atas kesepakatan bersama untuk mencari solusi agar bisa menutup beban biaya listrik yang selama ini sudah ditanggungnya.

Sumedi sudah tidak mampu lagi membayar biaya.

Kendati begitu, ia menawarkan biaya pengambilan air dari salurannya dinaikkan dari sebelumnya Rp 10.000 per kubik.

Dia menyebut, warga memang membayar Rp 10.000 per kubik.

Namun, Sumedi hanya menerima Rp 5.000.

Sementara, sisa uang itu dikelola warga setempat untuk perawatan mesin dan beban listrik.

"Itu sudah berjalan empat tahun lebih. Selisihnya antara Rp 2 juta-Rp 2,5 juta setiap bulan,”

"Saya harus mensubsidi pembayaran listrik untuk pengaliran air bersih ke masyarakat," ujarnya dikutip TribunJatim.com pada Jumat (15/3/2024).

Kendati begitu, Sumedi berharap, biaya iuran air bisa dinaikkan dengan alasan untuk menutupi biaya kebutuhan listrik pompa air tersebut.

Disisi lain, warga yang sudah menikmati air bersih dari penggunungan itu selama empat tahun kini menelan kekecewaan.

Kini, warga pun kesulitan mencari air bersih. Mereka terpaksa mengambil air di sumur resapan yang jaraknya sejauh hampir 1 km.

"Diputusnya setelah pemilu, sekitar tanggal 18 Februari 2024 kemarin," kata warga bernama Buki saat ditemui di kampunya pada Selasa (12/3/2024).

"Beliau minta supaya dapat 100 suara dari kampung ini, berhubung suaranya ngga nyampe pas pemilu, akhirnya diputus sama dia," ucapnya.

Buki mengungkapkan tidak ada perjanjian warga untuk mendukung si pemilik air bersih dalam urusan politik pada saat penyaluran air bersih.

Buki mengakui warga membayar setiap bulan selama air bersih mengalir di setiap rumah warga setempat.

"Sudah empat tahun ngalir, mungkin butuh bayar listriknya atau apa, kita diminta biaya Rp 10 ribu per kubik," ungkapnya.

Pembayaran tersebut dilakukan oleh warga setiap bulan, dengan harga sesuai banyaknya volume air yang mereka ambil.

Warga lainnya, Satriah mengakui adanya kesepakatan warga dengan si pemilik sumur bor pada saat pemilu 2024.

Namun dikarenakan banyak warga kampung yang awam, kata dia, sehingga banyak warga tidak memilih caleg yang bersangkutan.

"Inginnya orang sini milih ke situ (caleg PKS,-red) tapi orang sini ngga milih ke situ, akhirnya kecewa," ungkapnya.

Pada saat penyetopan dilakukan oleh si pemilik, menurut Satriah warga setempat hanya bisa pasrah.

Lantaran sumur bor tersebut milik pribadi yang bersangkutan, bukan milik pemerintah.

"Itu kan punya nya yah, kalo diminta diputus yah diputus," ungkapnya

Dengan adanya insiden tersebut, kata dia, kini warga Cisuru mengalami kesulitan air bersih.

"Sekarang kita susah ngambil air, yah harapannya dari pemerintah ada perhatiannya untuk kita, kalo bisa dibuatkan sumur bor biar kita ngga kesusahan air lagi," harapnya.

Menanggapi hal itu, Sumedi mengaku, ia merasa wajar jika warga setempat bisa memberikan suara mereka pada Pemilu 2024 dari hal baik yang dilakukannya.

Sementara salah satu warga setempat, Buki mengungkapkan banyak warga yang tidak memilih Sumedi sehingga menyebabkan dirinya gagal terpilih.

“Beliau minta supaya dapat 100 suara dari kampung ini,” kata Buki.

Buki mengaku, pada saat penyaluran air bersih yang sudah berlangsung setidaknya selama empat tahun itu tidak ada perjanjian antara Sumedi dan warga dalam dukungan politik.

Selama air bersih mengalir di setiap rumah warga setempat, mereka membayarnya setiap bulan dengan disesuaikan banyaknya volume air yang diambil.

“Sudah empat tahun ngalir, mungkin butuh bayar listriknya atau apa, kita diminta biaya Rp 10.000 per kubik,” ungkap Buki.

Sementara warga lain, Satriah mengakui adanya kesepakatan warga dengan Sumedi dalam Pemilu 2024.

Namun dikarenakan banyak warga yang awam, sehingga banyak warga tidak memilih Sumedi pada pemilu.

“Pengennya orang sini milih ke situ (Sumedi) tapi orang sini enggak milih ke situ, akhirnya kecewa,” ujar Satriah.

Warga pun hanya bisa pasrah terhadap penyetopan air bersih yang dilakukan Sumedi. Sebab, sumur bor itu milik pribadi Sumedi, bukan pemerintah.

Kini, warga kampung itu mengalami kesulitan air bersih dan berharap adanya campur tangan pemerintah untuk mengatasi hal itu.

"Itu kan punyanya ya, kalo diminta diputus yah diputus," tutur Satriah.

Akibat pemutusan akses air bersih tersebut, warga mengaku kesulitan dsn berharap pemerintah bisa memberikan perhatian.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved