Berita Jember

Petani Tembakau Jember Tolak Pengetatan Industri Hasil Tembakau di PP Kesehatan 2024

Para petani tembakau Jember mulai ketakutan atas munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
Petani tembakau Jember aksi menolak PP Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Para petani tembakau Jember mulai ketakutan atas munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang memperketat industri hasil tembakau (IHT).

Mereka meminta regulasi tersebut segera direvisi. Sebab berpotensi 'membumihanguskan' tanaman di kawasan yang dijuluki Kota Tembakau itu, karena komoditas itu disamakan dengan zat adiktif berbahaya. 

"Kami petani tembakau yang tergabung dalam APTI menolak peraturan pemerintah yang ingin mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," ujar Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember Suwarno, Senin (30/9/2024).

Menurutnya, peraturan tersebut akan memberangus mata pencaharian petani tembakau di Kabupaten Jember. Sebab mereka mengandalkan komoditas ini untuk menyambung hidup.

"Mengingat tembakau telah menyelamatkan hajat hidup orang banyak di Kabupaten Jember. Bakan logo Pemkab Jember bergambar tembakau," urai Suwarno.

Kalau pemerintah ingin mengganti tanaman tembakau melalui aturan itu, kata dia, nilai bisnisnya harus bisa selevel dengan komoditas tersebut.

"Pemerintah jangan hanya bisa mematikan tembakau. Tetapi tidak bisa menggantikan tanaman lain yang bisa menyaingi penghasilannya tembakau," urainya.

Mengingat, kata dia, ada sekira 44 ribu petani tembakau di Jember yang mengelola di lahan seluas 22 ribu hektare lahan. Mereka sekarang merasa terancam dengan PP terbaru itu.

"Yang nanam Na Oogst sekitar 8 ribu hektare, petani yang tanaman tembakau Kasturi sekitar 14 ribu hektare, tembakau rajang sekitar 3 hektar," ulasnya.

Baca juga: Dianggap Membahayakan, Polres Lumajang Larang Warga Kendarai Sepeda Listrik di Jalan Raya

Suwarno mengungkapkan, selama ini petani telah diintimidasi perusahaan yang melakukan kapitalisasi bisnis tamanan tembakau. Tetapi hingga sekarang belum menemukan solusinya.

"Perusahaan banyak yang nanam tembakau di lahan milik petani. Padahal dalam Perda perusahaan tidak boleh tanaman, tetapi mereka tetap nanam. Akhirnya harga tembakau milik petani pun anjlok," imbuhnya.

Melawan dominasi perusahaan di sekotor bisnis belum beres, tegasnya, sekarang petani tembakau malah diintimidasi pemerintah melalui PP tentang Kesehatan tersebut.

"Ditambah dengan UU 17 tahun 2023 dan PP 28 tahun 2024. Ini tambah tidak karuan nasib petani tembakau," tuturnya.

Suwarno khawatir, dengan peraturan tersebut pemerintah ingin menggiring opini publik terhadap tembakau. Lalu negara mengimpor tanaman dari luar negeri sebagai penggantinya.

"Ingin menggiring produk luar negeri bisa masuk di Indonesia termasuk di Jember. Karena tembakau Na Oogst bertaraf internasional ada di Jember. Sementara di Medan sekarang tinggal sejarah. Satu satunya yang tersisa di Indonesia hanya Na Oogst Jember. Ini yang harus kami pertahankan," ulasnya.

Baca juga: Tampil Tak Seperti Biasa saat Laga Inter Milan Kontra Udinese, Hakan Calhanoglu Panen Kritikan

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved