Kenaikan UMK
Apindo Minta Gubernur Realistis Dalam Putuskan Kenaikan UMK, Jangan Sampai Picu Inflasi
Kenaikan UMK harus realistis dengan melihat kondisi ataupun iklim usaha hari ini.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Haorrahman
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Pasuruan - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Pasuruan berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur lebih bijak dalam menentukan besaran kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2025.
Kenaikan UMK harus realistis dengan melihat kondisi ataupun iklim usaha hari ini. Jangan sampai kenaikan UMK ini justru menjadi beban salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
“Kenaikan UMK ini jangan ngawur. Sekiranya kenaikan UMK ini mencukupi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) karyawan tapi tidak jadi beban pengusaha,” kata Ketua Apindo Kabupaten Pasuruan Nurul Huda, Sabtu (14/12/2024).
Baca juga: Siapkan 20 Ribu Beasiswa Kuliah, Gus Fawait Kuatkan Nama Jember Sebagai Kota Pendidikan
Menurut Huda, sapaan akrabnya, dari hasil rapat bersama Dewan Pengupahan, Pemkab Pasuruan, serikat buruh dan pengusaha, belum ada titik temu. Masing - masing pihak memiliki usulan kenaikan UMK.
“Maka saya sangat berharap, Gubernur Jatim bisa melihat kondisi rill di lapangan. Jika dipaksakan kenaikan 6,5 persen sesuai dengan usulan presiden, maka pasti akan ada pihak - pihak yang dirugikan,” paparnya.
Huda menjelaskan, jika kenaikannya 6,5 persen sesuai dengan usulan, otomatis akan dibebankan di dalam biaya produksi. Jika itu yang terjadi, maka secara otomatis harga jual produk itu juga akan lebih tinggi.
“Misal yang dulu harga produk itu Rp 20.000 per satuannya, karena ada beban tambahan untuk menutupi kenaikan UMK ini , maka otomatis harga satuannya berubah tidak lagi harga lama, bisa Rp 22.000 atau lebih,” urainya.
Baca juga: Kabar Transfer Inter Milan, Eks Rekan Setim Marcus Thuram Masuk Radar, Brighton Jadi Pesaing
Jika itu yang terjadi, Huda khawatir daya beli akan menurun dan terjadi inflasi. Artinya, jika kenaikan UMK ini dipaksakan dan ngawur, khawatirnya efeknya adalah daya beli di masyarakat yang menurun.
“Karena pengusaha juga tidak mau gulung tikar. Jika memang dipaksakan, otomatis beban kenaikan UMK ini akan dibebankan atau dimasukkan dalam biaya produksi sehingga harga produk naik,” tambahnya.
APINDO, kata dia, mengusulkan kenaikan UMK tahun depan itu 2,08 persen. Angka itu realistis. Kenaikan UMK itu dirasa cukup untuk dipakai hidup karyawan tapi juga tidak membenankan pengusaha.
Dan, kata dia, penghitungan kenaikan itu sesuai dengan PP 51 tahun 2023. Dalam PP itu, batas penyesuaian : Kenaikan upah minimum maksimal sebesar 5 persen dari upah minimum tahun sebelumnya.
Baca juga: Butuh Sosok Pengganti Mailson Lima? Winger Liga 2 Bisa Jadi Opsi Menarik untuk Persib Bandung
Selain itu, kriteria penyesuaian kenaikan UMK ini berdasar pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Menurut Huda, menjadi masuk akal jika 6,5 persen itu diberlakukan di daerah yang UMKnya dibawah UMP Jatim.
“Kasihan kalau diberlakukan ke semua daerah. UMK Kabupaten Pasuruan ini sudah melebih UMP Jatim yang
hanya Rp 2.165.224 di tahun 2024. Ini akan memperluas ketimpangan UMK Jatim,” terangnya.
Kenaikan 6,5 persen ini mungkin bisa diterapkan di Kota atau Kabupaten yang UMKnya lebih rendah daripada UMP Jatim. Itu penting karena untuk memutus ketimpangan upah di Kabupaten atau Kota di Jawa Timur.
“Kalau disamaratakan ya akhirnya akan terjadi perbedaan yang jauh dan ini akan menjadi tidak baik, karena lama kelamaan Pasuruan akan ditinggal investor karena tidak ada yang bisa diunggulkan. UMK juga tinggi,” tutupnya.
(Galih Lintartika/Tribunjatimtimur.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.