Hari Kartini

Dari Kampung ke Puncak Akademik: Kisah Tiga Perempuan Profesor dari Keluarga Sederhana

Dari sebuah keluarga sederhana di Sidoarjo, lahir lima anak yang semuanya berhasil menamatkan pendidikan tinggi.

Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Dokumen Keluarga
TIGA PROFESOR : Tiga putri Firman Talkah yang kini bergelar guru besar, (kiri)Prof. Dr. Anggraini Dwi S., dr., Sp.Rad., Subsp.NKL(K), Prof. (R) Dr. Ir. Anita Firmanti, MT dan Prof. Dr. Aktieva Tri Tjitrawati, S.H., M.Hum. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Sidoarjo – Dari sebuah keluarga sederhana di Sidoarjo, lahir lima anak yang semuanya berhasil menamatkan pendidikan tinggi. Tiga di antaranya kini menyandang gelar profesor. Di balik pencapaian luar biasa itu, ada peran sentral seorang ayah: Firman Talkah, sosok penuh cinta, disiplin, dan visi jauh ke depan.

Firman Talkah dan istrinya, Suwartini, memiliki empat putri dan satu putra. Mereka membangun rumah tangga dari nol, bermula dari kehidupan di desa terpencil di kaki Gunung Bromo, tempat Firman mengawali karier sebagai guru. 

Di sana pula ia bertemu Suwartini, yang juga seorang pengajar. Melihat terbatasnya masa depan di jalur pendidikan saat itu, Firman kemudian beralih profesi menjadi akuntan dan memutuskan pindah ke Surabaya demi memberi peluang yang lebih baik bagi anak-anaknya.

Baca juga: 1 Mantan Bersejarah Persib Bandung Kembali Raih Gelar di Liga Lain, Pangeran Biru Ingin Bawa Pulang?

Anak sulung mereka, Prof. (R) Dr. Ir. Anita Firmanti, MT, adalah guru besar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR pada 2023.

Anak kedua, Prof. Dr. Anggraini Dwi S., dr., Sp.Rad., Subsp.NKL(K), mengukir karier di dunia neuroradiologi dan menjadi profesor di Universitas Airlangga (Unair).

Anak ketiga, Prof. Dr. Aktieva Tri Tjitrawati, S.H., M.Hum., dikenal sebagai pakar hukum kesehatan dan lingkungan. Ia dijadwalkan dikukuhkan sebagai guru besar di Unair pada akhir April 2025.

Menurut Anggraini, keteguhan sang ayah membentuk karakter mereka sejak kecil. “Bagi bapak saya, anak perempuan harus maju. Beliau mendidik kami menjadi perempuan yang mandiri dan dominan,” kenangnya.

Baca juga: Tak Ada Rotasi Besar-besaran saat Inter Milan Lawan Bologna, Simone Inzaghi Hanya Ganti 2 Posisi

Ia bercerita bagaimana sang ayah mendampingi anak-anak dalam hal kecil hingga besar—dari membawa mereka vaksinasi, menggendong, hingga melatih tanggung jawab lewat aktivitas seperti berjalan kaki dari rumah di Kampung Malang ke Plaza Surabaya saat latihan Pramuka kelas tiga SD.

Firman bukan hanya ayah yang penuh kasih, tapi juga visioner. Ia tumbuh sebagai anak yatim piatu yang bisa mengenyam pendidikan karena beasiswa. 

Pengalaman hidup itu membuatnya menanamkan pentingnya pendidikan dan wawasan pada anak-anaknya sejak dini. Membaca koran menjadi rutinitas di rumah mereka. Buku dan bacaan berat justru diperkenalkan sebagai bagian dari pembentukan karakter.

Baca juga: BREAKING NEWS: Teror Gangster di Gresik: Warung Kopi Dirusak, Warga Terluka dan HP Dirampas

Mereka tumbuh di lingkungan keras di salah kampung di Surabaya, yang identik dengan perjudian dan minuman keras. Firman akhirnya memutuskan pindah ke Mulyosari demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anaknya.

Anggraini mengungkapkan kepergian sang ayah menjadi titik balik emosional. “Setelah bapak meninggal, saya baru mendaftar S3 di usia lebih dari 50 tahun. Rasanya seperti ingin memenuhi janji pada bapak,” tuturnya.

Sementara Eva—sapaan akrab anak ketiga—menyampaikan kedekatannya yang mendalam dengan sang ayah. Saat menjalani studi di luar negeri, ia selalu mencari waktu untuk menelepon, karena merasa ada yang kurang jika tidak berbagi cerita dengannya.

“Cinta kasihnya luar biasa. Mungkin karena beliau yatim piatu, kasih sayangnya dilimpahkan sepenuhnya ke keluarga. Bahkan beliau mendampingi kami hingga merayakan 50 tahun pernikahan,” ujar Eva.

Pengaruh Firman tak berhenti di anak-anaknya. Nilai-nilainya kini juga diwariskan kepada para cucu. Untuk mengenang dan menghargai warisan pemikiran serta keteladanan sang ayah, keluarga ini menulis sebuah buku. Buku itu menjadi refleksi akan kekuatan cinta, pendidikan, dan ketegasan dalam membentuk masa depan.

“Bapak membuktikan bahwa pendidikan adalah jalan untuk naik kelas sosial. Dan cinta adalah energi yang menggerakkan segalanya,” tutup Anggraini.


(Sulfi Soviana/TribunJatimTimur.com)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved