Berita Pasuruan

Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo Apresiasi Seminar Membahas Presidential Treshold di UWP

Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo mengapresiasi kegiatan seminar tentang Presidential Threshold di kampus Universitas Wijaya Putra

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Pemkab Pasuruan
PERSATUAN : Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo saat memberi sambutan dalam ajang seminar bertemakan “Keputusan Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” di Kampus Universitas Wijaya Putra (UWP) di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (10/5/2025) malam 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, PASURUAN - Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo mengapresiasi kegiatan seminar bertemakan “Keputusan Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” di Kampus Universitas Wijaya Putra (UWP) di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (10/5/2025) malam

Menurut Mas Rusdi, sapaan akrab Bupati, seminar ini bisa menjadi forum strategis dalam menanggapi dinamika ketatanegaraan Indonesia. Bahkan, juga bisa menjadi ruang refleksi bagi civitas akademika serta pemangku kepentingan, dalam memandang masa depan. 

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini. Karena bisa menjadi wadah untuk bertukar pendapat khususnya dalam hal sistem pemilu yang inklusif dan demokratis,” kata politisi muda Partai Gerindra itu.

Mas Rusdi menyebut, pengalaman dalam dunia politik harus disertai dengan kemampuan membaca peluang secara strategis.

Hukum tidak pernah lepas dari politik, karena hukum adalah produk politik antara DPR, Presiden, dan Pemerintah. 

“MK sudah memutuskan threshold menjadi nol persen, artinya ini membuka peluang seluas-luasnya. Bahkan bagi masyarakat desa untuk mencalonkan diri sebagai presiden,” sambung dia.

Baca juga: Arema FC Panen Hujatan Imbas Aksi Pelemparan Bus Persik Kediri, Kasus Bintang PSM Ikut Disinggung

Dia menegaskan, meskipun putusan MK bersifat final, implementasinya masih perlu pembahasan lebih lanjut di DPR. Ia juga mendorong mahasiswa hukum untuk mengkaji fenomena ini secara kritis sebagai bahan pembelajaran penting dalam studi hukum tata negara.

Ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Dr. Suwarno Abadi, S.H., M.Si menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengatur batas usia calon presiden dan wakil presiden menjadi pintu masuk bagi perdebatan baru, yang kemudian disusul oleh putusan MK Nomor 62/PUU-XXI/2023 terkait penghapusan presidential threshold.

“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah diuji sebanyak 33 kali, dan seluruhnya ditolak. Namun kali ini, pengujian dilakukan tanpa pendampingan kuasa hukum, yang bisa menimbulkan kesan bahwa ada pergeseran arah atau mungkin bagian dari disampling opinion,” urainya.

Andri Wahyudi, anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dari Fraksi PDI Perjuangan, menilai bahwa pasal-pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, sebenarnya mengarah pada penghapusan ambang batas pencalonan presiden.

Ia menekankan bahwa apabila penghapusan ini diterapkan, dampaknya akan signifikan pada kontestasi Pemilu 2029 yang akan datang. Andri Wahyudi menyampaikan bahwa Putusan MK itu final dan mengikat. 

Oleh sebab itu, PDI Perjuangan mendukung setiap keputusan hukum yang lahir dari MK.  Meskipun secara prosedural tentu perlu revisi terhadap undang-undangnya.

“Presidential threshold yang saat ini menetapkan ambang 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional, adalah sistem yang memberikan batas, apakah calon diusung partai politik atau gabungan partai,” jelasnya.

Baca juga: Bus Persik Kediri Dilempar Batu Usai dari Stadion Kanjuruhan, Pelatih Divaldo Alves Terluka

Dr. Kasiman, anggota DPRD dari Fraksi Gerindra menyebut, presidential threshold adalah batas minimal perolehan suara partai politik atau gabungan partai untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Oleh karena itu terkait aspek hukum dan konstitusi soal presidential threshold. Ia menjelaskan pengaturan ambang batas tersebut termuat dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, dengan dasar hukum utama merujuk pada UUD 1945, khususnya Pasal 6A dan Pasal 22E.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved