Kuliner Surabaya

22 Tahun Yati Setia Menjajakan Semanggi Surabaya, Bertahan di Tengah Serbuan Jajanan Modern, 

Di tengah menjamurnya makanan cepat saji dan kuliner kekinian, Yati tetap setia melestarikan salah satu kuliner legendaris khas Surabaya, semanggi.

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Nur Ika
SEMANGGI SUROBOYO: Yati tengah menyiapkan sebungkus semanggi, kuliner khas Suroboyo. Panganan ini merupakan olahan daun semanggi yang direbus kemudian disandingkan dengan ubi jalar, kecambah dan bumbu kacang di atas pincuk daun. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Surabaya - Di tengah menjamurnya makanan cepat saji dan kuliner kekinian, Yati (60) tetap setia melestarikan salah satu kuliner legendaris khas Surabaya, semanggi. 

Selama lebih dari dua dekade, ia menjajakan makanan berbahan dasar daun semanggi ini di berbagai sudut kota, menjadikannya salah satu dari sedikit penjaja semanggi yang masih bertahan hingga kini.

“Saya mulai jualan waktu anak saya umur tiga tahun. Sekarang sudah 25 tahun. Berarti sudah 22 tahunan,” ujar Yati saat ditemui di kawasan Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya, Senin (23/6/2025).

Dengan cekatan, Yati meracik semanggi di atas pincuk daun pisang. Komposisinya sederhana namun khas: rebusan daun semanggi, ubi jalar, kecambah, dan sambal kacang yang unik. 

Baca juga: Ratusan Jemaah Haji Asal Banyuwangi dan Pamekasan Tertahan di Jeddah, Akibat Konflik Iran-Israel

Tidak seperti sambal pecel pada umumnya, bumbu semanggi mengandung campuran rebusan ubi jalar dan kentang yang dihaluskan, menciptakan tekstur dan rasa yang khas. Hidangan ini biasanya disajikan dengan kerupuk puli sebagai pelengkap.

Dalam seminggu, ibu empat anak ini membagi lokasi berjualannya. Hari biasa ia mangkal di area permukiman, sedangkan Sabtu dan Minggu ia memilih menjajakan semanggi di kawasan Car Free Day Taman Bungkul yang ramai pengunjung.

“Dulu saya keliling kampung, dari satu tempat ke tempat lain. Pernah jadi buruh pabrik, punya toko, tapi akhirnya jatuh ke semanggi,” kisahnya.

Baca juga: Wisatawan Padati di Pantai Mutiara Trenggalek saat Libur Sekolah, Apa Daya Tariknya?

Setiap hari Senin, Yati bersama suaminya mengambil daun semanggi segar dari daerah Benowo, yang dikenal sebagai kampung penghasil semanggi. Daun-daun itu dijemur sebentar agar sedikit layu, sehingga tidak terlalu keras atau berair saat direbus. Proses ini ia lakukan sendiri untuk menjaga kualitas rasa.

Keputusannya menekuni usaha semanggi berangkat dari nasihat ibunya di masa sulit dulu. Ia mengaku, saran itu menjadi titik balik kehidupan ekonominya.

“Dulu ibu saya bilang, ‘Dodolan semanggi ae. Soro nak, tapi anakmu renges. Mangan, sangu sekolah anak wes cukup.’ Nurut omongane wong tuwo,” kenangnya.

Kini, dari satu porsi semanggi yang dijual seharga Rp10 ribu, Yati bisa mengantongi penghasilan harian hingga Rp500 ribu. Saat akhir pekan, penghasilannya bahkan bisa menembus Rp1,5 juta.

Baca juga: Aturan Baru Ojol Dilarang Angkut Penumpang di Dalam Terminal Arjosari Malang 

Usaha ini bukan hanya menopang kebutuhan keluarga, tapi juga menjadi warisan yang ia harap bisa diteruskan generasi selanjutnya. 

“Sudah dari ibu saya, mertua kakak saya, kakak saya juga pernah jualan. Nanti mungkin diteruskan menantu yang belum kerja, karena anak saya sudah kerja semua,” ujarnya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved