TRIBUNJATIMTIMUR.COM, SURABAYA - Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan menjalani tugas dengan intensitas tinggi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) pada Rabu (14/2/2024).
Untuk menghindari insiden banyaknya anggota KPPS yang sakit bahkan meninggal dunia seperti pemilu sebelumnya, Dokter sekaligus Dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Dr Andrianto dr Sp JP SubSp IKKv(K) FIHA FAPSC FESC membagikan tips bagi petugas KPPS agar bisa mengatasi beratnya beban kerja.
Apalagi beban kerja selama KPPS bertugas berdasarkan analisis Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi salah satu penyebab utama meninggalnya petugas KPPS pada pemilu lalu selain riwayat penyakit bawaan.
Meskipun kini anggota KPPS telah menunjukkan surat keterangan sehat saat mendaftar, bukan berarti kejadian tersebut tidak akan terulang.
Menurut dr Andrianto, surat tersebut tidak banyak menjamin mengingat kebanyakan penyakit bawaan, terutama kardiovaskular bersifat asymptomatic.
“Penyakit-penyakit kardiovaskular sendiri banyak asymptomatic atau tanpa gejala, itulah yang harus menjadi kewaspadaan,” terang dr Andrianto.
Untuk bisa melakukan pekerjaan ekstra, lanjutnya, harus memiliki kesiapan fisik dan mental.
Kesiapan tersebut bermula dari sebelum hingga berakhirnya pelaksanaan tugas anggota KPPS.
Dr Andrianto mengingatkan untuk jangan sampai kelelahan sebelum hari pelaksanaan, meskipun ia sadar bahwa persiapannya pun tidaklah ringan.
Maka dari itu, perlu manajemen waktu istirahat yang baik, tahu kapan waktu kerja dan kapan waktunya istirahat.
Baca juga: Sudah KTP Pacitan, SBY Nyoblos di Kampung Halaman saat Pemilu 2024
Hal yang sama juga berlaku saat pelaksanaan pemilu.
Meskipun istirahat dan beban saat penyelenggaraannya tidak seimbang, KPPS bisa menyiasati waktu sedemikian rupa untuk memulihkan tenaga walau sebentar.
“Harus juga mengatur beban agar tidak berlebihan. Pengaturan jam istirahat harus sedemikian rupa sehingga tubuh ada fase untuk recovery,” jelasnya.
Kedua, kecukupan gizi juga menjadi penunjang. Ia tidak menyarankan doping, istilah yang masyarakat kenal dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu untuk memperkuat tubuh selama bertugas.
“Tidak perlu doping. Justru kalau sistem doping, tubuh tidak dalam keadaan fit, dan teraktivasi berlebihan, nantinya juga akan kontraproduktif,” sambungnya.
Terakhir, ia menyebut jika tubuh akan mengirim sinyal jika sedang tidak fit. Jika sinyal itu mengganggu seperti kecapaian, ngos-ngosan, dan berdebar, maka patut waspada dan segera kunjungi fasilitas kesehatan.
“Semakin singkat kita memanfaatkan waktu, maka jantung kita tidak akan dalam keadaan yang lebih buruk,” tuturnya.
*Pertolongan Ketika Pingsan Saat Bertugas*
Ketika ada anggota yang pingsan, dr Andrianto mengimbau untuk memeriksa terlebih dahulu nafas dan denyut nadinya.
Jika keduanya terdeteksi, pasien hanya perlu berbaring dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala selama 10 hingga 15 menit.
Pasien seperti ini harus istirahat dan berlanjut pada pemeriksaan lebih detail di fasilitas kesehatan.
Kondisi tersebut akan berbeda ketika pasien berhenti bernafas dan nadi tidak terdeteksi, terlebih akibat henti jantung.
Ia mengungkapkan jika angka harapan hidup dari henti jantung sangat rendah, maka upaya penanganan harus segera terlaksana.
“Ketika upaya penyelamatan henti jantung bisa dilakukan dalam 20 menit, 1 dari 5 bisa selamat. Kalau berhubungan dengan kegawatan jantung, pembuluh darah, dan saraf, sangat berhubungan dengan kecepatan dan ketepatan penanganan,” pungkasnya.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(Sulvi Sofiana/TribunJatimTimur.com)