Candu Mobile Legend di Bondowoso

Solusi Agar Anak Tidak Kecanduan Game Online, Justru Mampu Meraih Prestasi

Penulis: Sinca Ari Pangistu
Editor: Haorrahman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KOMPETISI: Remaja di Bondowoso tengah bermain game online untuk mempersiapkan diri mengikuti kompetisi, Senin (5/8/2025)

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso – Kecanduan game online pada anak-anak menimbulkan dampak negatif. Mulai tangan tremor hingga turunnya kemampuan berpikir.

Mozayyana, Pendamping Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, yang pernah bertugas di Bondowoso menceritakan pengalamannya mendampingi seorang anak berusia delapan tahun yang menunjukkan gejala kecanduan game online pada 2018 silam.

Anak tersebut tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah kontrakan. Awalnya, handphone diberikan oleh orang tua agar sang anak tenang. Namun, seiring waktu, perilakunya mulai berubah drastis.

“Katanya main game. Tapi lama kelamaan, ada yang aneh dilihat orang tuanya,” kenang Mozayyana, Selasa (5/8/2025).

Gejala yang muncul antara lain tantrum, emosi yang tak terkendali, hingga mengamuk ketika tidak diberi handphone. Kondisinya cukup serius hingga harus dirawat di rumah sakit selama 14 hari. Setelah menjalani perawatan intensif, anak tersebut akhirnya bisa pulih.

Mozayyana menyayangkan maraknya lomba game online tanpa dibarengi edukasi tentang risiko yang menyertainya.

“Jadi jangan hanya keasah otaknya saja, tapi juga dipikirkan dampaknya,” ujarnya prihatin.

Baca juga: E-Sport Bondowoso Gandeng Sekolah, Kembangkan Ekstrakurikuler Game Online Sehat dan Edukatif

Cerita juga diungkapkan Firman Aditya Rakasiwi, Ketua Umum Pengurus Kabupaten E-Sport Indonesia (ESI) Bondowoso. 

Sejak menjabat pada akhir 2020, sering menerima permintaan dari orang tua yang anaknya menunjukkan gejala kecanduan game online.

“Jumlahnya sudah ratusan. Rata-rata masih usia SD dan SMP. Ada yang emosional, bahkan sering membanting handphone kalau dilarang bermain,” ungkapnya.

Firman menjelaskan sebagian besar anak-anak yang mengalami gejala ini bukan bermain E-Sport secara resmi, melainkan bermain game online secara bebas tanpa pengawasan. 

Menurutnya sistem dalam E-Sport justru lebih terarah dan disiplin karena bermain secara tim dan ada jadwal latihan.

Baca juga: Miris, Rel Kereta Api di Tiga Lokasi Bojonegoro Dicuri 

Sebagai bentuk penanganan dini, Firman biasanya mengajak anak-anak ini bermain di lingkungan yang lebih sehat, seperti bersama atlet E-Sport yang profesional. Pendekatan ini dibarengi dengan pengaturan waktu bermain agar tidak berlebihan.

“Biasanya butuh sekitar satu bulan dan enam kali pertemuan. Setelah itu sudah bisa tertata,” jelasnya.

Firman menekankan bermain game online secara terarah, seperti dalam E-Sport, sebenarnya bisa memberikan manfaat. Selain melatih strategi, juga mengasah kerja sama dan komunikasi. Namun jika dilakukan berlebihan, justru akan berdampak negatif.

Beberapa gejala akibat bermain game secara berlebihan (over time) antara lain tangan tremor, mata merah, emosi tidak stabil, dan turunnya kemampuan berpikir saat berkompetisi.

“Kalau overtime, dampaknya bukan cuma fisik tapi juga psikologis,” tegasnya.

Untuk menghindari hal tersebut, para atlet di bawah naungan ESI hanya diizinkan bermain maksimal 5 jam per hari di akhir pekan, dan 3 jam saat hari sekolah, itu pun diselingi dengan jeda.

Baca juga: Viral Video Emak-emak Curi Sekarung Rokok di Toko Pasar Pujer Bondowoso

Firman juga mengingatkan game online di luar E-Sport banyak yang mengandung konten tidak layak, terutama jika dimainkan anak usia dini tanpa filter.

“Game-game yang tidak senonoh itu banyak. Orang tua harus benar-benar menyeleksi, terutama untuk anak usia dini,” ujarnya.

Ia menyarankan anak di bawah usia 13 tahun sebaiknya belum diperkenalkan pada game online, dan sebaiknya diarahkan untuk lebih banyak bermain di dunia nyata.

“Kadang yang jadi salah kaprah, anak usia dini dikasih handphone supaya diam. Ini yang harus diperbaiki,” tambahnya.

Baca juga: Viral Video Emak-emak Curi Sekarung Rokok di Toko Pasar Pujer Bondowoso

Tidak hanya membina para pemain agar bermain secara sehat dan terarah, tetapi juga memberi ruang edukasi kepada anak-anak dan orang tua.

ESI juga membuka peluang prestasi, termasuk pemberian beasiswa bagi atlet muda berprestasi.

“Sudah ada anak-anak yang meraih prestasi dan mendapatkan beasiswa dari E-Sport," tambahnya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)