Berita Pasuruan

Antar Cucu Berobat, Anggota DPRD Kecewa Pelayanan Kesehatan Kabupaten Pasuruan

Puskesmas Winongan dan RSUD Grati pelayanan di dua faskes itu harus diubah karena menyulitkan masyarakat.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Haorrahman
tribunjatimtimur.com/galih lintartika
Anggota komisi IV Harianto saat ditemui di ruang fraksi NasDem di Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Pasuruan - Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Pasuruan Harianto kecewa dengan sistem pelayanan yang ada di fasilitas kesehatan (faskes) di wilayah Kabupaten Pasuruan.

Politisi Partai NasDem ini baru saja mendapatkan pelayanan yang tidak mengenakkan dari dua faskes milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan.

Ia mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pasuruan melakukan evaluasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pertama, Puskesmas Winongan. Dan kedua, RSUD Grati. Harianto merasa pelayanan di dua faskes itu harus diubah karena menyulitkan masyarakat.

“Senin dihihari saya mengantarkan cucu saya yang sedang kejang - kejang karena panasnya tinggi ke dua faskes itu. Tapi, saya kira menyulitkan,” katanya, Senin (16/1/2023).

Dia menguraikan, cucunya, ZR (4) mengalami kejang dan dibawa ke Puskesmas Winongan sekira pukul 02.00. Ia kaget ternyata saat tiba di sana sepi tidak ada pelayanan.

Padahal, kata dia, ada tulisannya UGD dan membuka pelayanan rawat inap. Tapi tidak ada penjaga dan sepi perawat di dalamnya.

“Bahkan saya harus mengetuk pintu sampai 15 menit baru keluar perawat itu. Saya tanya, ternyata tidak ada dokter jaga di sana,” jelasnya.

Ia geram, karena kedua perawat itu menyampaikan bahwa dokter jaga baru ada pagi hari. Perawat itu juga memintanya datang kembali.

“Sakitnya sekarang, kenapa harus menunggu besok pagi. Ini faskes milik pemerintah, harusnya ada pelayanan maksimal. Minimal dokter jaga standby 24 jam,” urainya.

Saat di puskesmas itu, kata Harianto, cucunya hanya mendapatkan penanganan pertama saja, karena tidak ada dokter sehingga tidak berani memberikan apa - apa.

“Karena tidak puas, jam 3 pagi saya berangkat ke RSUD Grati untuk mendapatkan pelayanan kembali, karena cucu saya kejang - kejang,” tambahnya.

Di RSUD Grati, kata dia, pelayanan lebih baik. Setibanya disana, ada satpam yang mengantarkan ke UGD dan dipertemukan dengan perawat dan dokter jaga.

“Cucu saya juga langsung mendapatkan penanganan medis yang langsung ditangani oleh dokter. Tidak lama, kondisi cucu saya membaik,” paparnya.

Namun, kekecewaannya muncul setelah pihak rumah sakit mempertanyakan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang asli.

Ia mengaku saat itu tidak membawa identitas apapun dalam tasnya karena panik. Yang menjadi fokusnya adalah cucunya mendapat pertolongan, agar tidak kejang lagi.

“KK dan KTP asli itu diminta saat mau menebus obat. Saya disarankan untuk pulang terlebih dahulu mengambil KTP dan KK. Sedangkan jarak rumah dan RS jauh,” tambahnya.

Harianto menyebut, rumahnya ada di Lumbang. Sementara rumah sakit ada di Grati. Perlu waktu minimal 80 menit untuk bisa sampai kembali ke rumah sakit.

“Masa iya, saya harus pulang dulu hanya untuk mengambil KTP dan KK. Padahal, saya sudah berikan soft file KTP dan KK saya, tapi itu tidak cukup,” tegasnya

Intinya, kata Harianto, pihak rumah sakit tetap memaksa ada bentuk fisik KTP dan KK baru obat ini bisa ditebus dan cucunya diperbolehkan pulang.

“Bahkan saat itu, saya sempat disarankan untuk pakai umum kalau memang tidak mau mengambil KTP dan KK asli,” sambung Harianto.

Ia kecewa karena Pemkab Pasuruan sudah meluncurkan program UHC yang sudah disosialisasikan kemana - kemana bahwa berobat di Pasuruan gratis, cukup KTP saja.

“Ini kan kontradiktif dengan yang digembar - gemborkan selama ini. Apa iya, ini hanya lip service dari Bupati dan Wakil Bupati, tapi faktanya aksesnya susah,” ungkapnya.

Harianto meminta Dinkes mengubah sistem yang mempersulit masyarakat ini. Menurutnya, dalam kondisi tertentu harus ada kelonggaran.

“Toh saya benar - benar masyarakat Kabupaten Pasuruan. Itu cucu saya, dan saya tunjukkan soft filenya. Apa masih kurang ya,” katanya

Sekali lagi, Harianto meminta Dinkes harus berbenah. Pemberian pelayanan kesehatan ke masyarakat itu harus memudahkan, bukan justru mempersulit.

“Karena dalam undang - undang jelas disebutkan Pemerintah memberikan jaminan ke masyarakat dengan pelayanan yang maksimal dan optimal,” ujarnya.

Faktanya, kata dia, pelayanan ini menjadi tidak maksimal karena hanya permasalahan legalitas identitas saja. “Kenapa harus dipersulit , itu yang saya heran,” ungkapnya.

Secara kelembagaan, ia butuh bukti konkret dari pemerintah. Tidak hanya casingnya yang bagus, tapi dalamnya belum maksimal.

“Harus ada evaluasi yang optimal. Karena ini pelayanan yang menanggung hajat hidup orang banyak, dan tidak boleh sembarangan,” tandasnya.

Humas RSUD Grati Deby mengaku akan mengevaluasi sistem yang ada dibawah. Namun, sebenarnya soft file KTP dan KK itu cukup.

“Kami sudah sampaikan ke teman - teman yang harus dipastikan adalah masyarakat itu benar - benar orang pemilik identitas bukan orang lain,” jelasnya.

Menurutnya, yang dikhawatirkan itu ketika tidak ada KTP dan KK asli ternyata disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Bukan miliknya tapi digunakan.

“Itu yang dikhawatirkan. Jadi perlu dipastikan miliknya sendiri, pasti dilayani. Tapi apapun itu, kejadian ini akan kami jadikan evaluasi untuk lebih baik “ tutupnya.

(Galih Lintartika/TribunJatimTimur.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved