Berita Viral

Fakta Kisah Viral Balita Diajak Orang Tua Naik Gunung, Petugas Beri Penjelasan: Ada Tanggung Jawab

Berikut fakta dibalik kisah viral balita diajak orang tua naik gunung. Petugas pos Gunung Kerinci beri penjelasan.

Editor: Luky Setiyawan
Tribun-Sulbar.com
Cuplikan seorang balita yang ikut pendakian Gunung Kerinci bersama orang tua, cerita sebenarnya terungkap. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Berikut fakta dibalik kisah viral balita diajak orang tua naik gunung.

Petugas pos berikan penjelasan terkait video tersebut.

Sebelumnya, beredar video viral balita diajak orang tua mendaki Gunung Kerinci, Jambi.

Aksi tersebut mendapat sorotan dari warganet.

Baca juga: Polisi Selidiki Perusakan di Sekretariat Panitia Pilkades Kalibaru Kulon Banyuwangi

Petugas Pos R10 atau pos registrasi pendakian Gunung Kerinci bernama Dudung akhirnya membongkar apa yang sebenarnya terjadi dalam video.

Dudung menjelaskan, video itu direkam pada bulan Agustus lalu.

Rupanya video tersebut adalah video lama yang kembali tersebar.

Saat itu ada rombongan pendaki dari Surabaya yang melakukan pendakian selama dua hari, 15-17 Agustus 2023.

"Video pendakian orangtua yang membawa anak balitanya itu sudah lama," katanya melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Minggu (10/9/2023), seperti dikutip Tribun Jatim

Dudung membenarkan ada balita yang diajak dalam pendakian itu.

Namun, sebelum mendaki orangtua balita sudah menandatangani surat pernyataan akan bertanggung jawab penuh karena mengajak anak di bawah umur.

Selain itu, orangtua balita tersebut juga mengajak porter lokal untuk mendampingi pendakian.

"Kami sudah jelaskan secara detail. Kedua orangtua balita saat melapor ke petugas pendakian, mengaku hanya naik sebatas shelter 1. Lalu pulang," kata Dudung.

"Pendakian bersama balita yang dilarang sesuai SOP itu apabila tidak didampingi oleh guide atau porter," ujarnya.

Sementara itu, menurut Dudung, orangtua balita di video yang beredar luas itu sudah menggunakan jasa porter dan juga menandatangani surat pernyataan yang diberikan dari petugas.  

Dudung menegaskan, untuk syarat pendakian sudah sesuai prosedur, termasuk melengkapi data diri waktu registrasi.

Selain itu juga menyertakan identitas diri serta keterangan sehat.

“Bagi yang belum memenuhi data diri seperti di atas semua berhubungan dengan simaksi tiket yang dikeluarkan oleh taman Nasional khususnya untuk pendakian tidak ada asuransinya,” tegas Dudung.

Seperti diberitakan sebelumnya, warganet dibuat heboh dengan video seorang balita dan orangtuanya mendaki di Gunung Kerinci. 

Tampak di video itu sang balita memakai jaket tebal berwarna merah muda digendang ayahnya. 

Sebelumnya, di media sosial memang ramai sorotan terhadap video orang tua mengajak anak balitanya untuk naik gunung.

Seorang pendaki viral di media sosial karena membawa balita ke Gunung Kerinci di Jambi.

Dalam video yang beredar terlihat seorang lelaki sedang bersama anak balita berada di puncak Gunung Kerinci.

Balita itu menggunakan jaket tebal merah muda dan ayahnya mengenakan topi dengan perlengkapan pendaki.

"Video pendakian orangtua yang membawa anak balitanya itu sudah lama," kata Petugas Pos R10 atau pos registrasi pendakian Gunung Kerinci, Dudung melalui pesan singkat, Minggu (10/9/2023).

Pendakian orangtua dan balitanya itu hanya dua hari yakni dari 15 sampai 17 Agustus 2023.

Mendaki dengan membawa balita memang sesuai aturan dilarang apabila dilakukan tanpa didampingi porter lokal yang berpengalaman.

"Pendakian bersama balita yang dilarang sesuai SOP itu, apabila tidak didampingi oleh guide atau porter," ujarnya.

Dengan begitu pendakian rombongan dari Surabaya itu, tidak hanya menggunakan jasa porter, tetapi orangtua balita itu juga sudah menandatangani surat pernyataan yang diberikan dari petugas.

Dalam surat pernyataan itu, semua yang terjadi dalam melakukan kegiatan pendakian di luar tanggung jawab pihak pos atau pengelola.

Tidak hanya itu, petugas juga menjelaskan tiket masuk kawasan pendakian Gunung Kerinci tidak menyertakan asuransi.

"Kami sudah jelaskan secara detail. Kedua orangtua balita saat melapor ke petugas pendakian, mengaku hanya naik sebatas shelter 1. Lalu pulang," kata Dudung.

Dudung menuturkan setiap pendakian orang di bawah umur 17 tahun, wajib ada surat izin dari orangtua.

Tidak hanya itu, yang bersangkutan disarankan untuk menggunakan pemandu atau porter dan melengkapi data diri waktu registrasi dan memperoleh informasi dari pihak pos seperti surat keterangan sehat, e-KTP, KTA, SIM dan identitas lainnya.

“Bagi yang belum memenuhi data diri seperti di atas semua berhubungan dengan simaksi tiket yang dikeluarkan oleh taman Nasional khususnya untuk pendakian tidak ada asuransinya,” tutup Dudung.

Nasib mengenaskan seorang bayi lainnya beberapa waktu lalu sempat viral juga.

Pasutri jalan kaki 10 KM itu harus merasakan kepiluan karena anaknya tak selamat.

Anak tak selamat setelah mengalami muntah-muntah saat dini hari.

Kisah pilu dialami sepasang suami istri bernama Marthadinata dan Rika di Sumatera Selatan.

Keduanya harus kehilangan buah hatinya MTA (4) karena tinggal di pedalaman.

Balitanya meninggal dunia saat mereka berjalan kaki membopongnya sejauh 10 Kilometer menuju Puskesmas terdekat.

MTA meninggal di perjalanan karena diduga terlambat mendapatkan pertolongan.

Perjuangan pilu itu akhirnya berujung pada pemakaman sang anak yang tak bisa lagi ditolong.

Kejadian ini diketahui saat petugas Patroli dari Polsek Pendopo melihat Marthadina dan istrinya berjalan secara tergesa-gesa, pada Minggu (2/7/2023) sekitar pukul 01.40 WIB.

Ternyata keduanya berjalan kaki sejauh 10 KM karena tak ada kendaraan.

Jauhnya tempat tinggal membuat keduanya tak bisa mendapatkan sinyal untuk menelpon bantuan.

Polisi kemudian menghampiri keduanya dan melihat kondisi MTA sudah dalam keadaan meninggal.

“Saat kami evakuasi posisi balita itu sudah meninggal, sehingga orang tuanya meminta kami untuk mengantar pulang ke rumah,” kata Kapolsek Pendopo, AKP Dwi Sapri Adi, Senin (3/7/2023), seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunJateng.com

Petugas patroli pun kemudian membawa keduanya menuju di Desa Landur, Kabupaten Empat Lawang.

Menurut Dwi, Martha bersama istri dan anaknya selama ini tinggal bersama di dalam kebun.

Sebelum meninggal, MTA mengalami sakit muntah-muntah hingga kondisi tubuhnya menjadi lemas.

Kebun yang berada jauh dari pemukiman mengharuskan keduanya harus menggendong anak mereka menuju puskesmas.

Lokasi itu sulit dijangkau oleh kendaraan dan susah mendapatkan sinyal telepon.

“Saat itu pasutri yang berjalan menggendong anaknya tersebut berjalan dari arah Desa Muara Karang menuju Kecamatan Pendopo atau wilayah Desa Gunung Meraksa Lama. Jaraknya sekitar 10 kilometer,” ujarnya.

Setelah diantarkan pulang, jenazah MTA pun rencananya langsung dimakamkan pagi tadi oleh keluarganya.

“Menurut keterangan keluarga, anaknya mengalami sakit muntaber,” katanya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved