Penyakit Mulut dan Kuku
Pertama Muncul di Wates Tulungagung, Penyakit Mulut dan Kuku Meluas ke Ternak Desa-Desa Lain
Penyakit yang bisa mematikan hewan berkuku belah ini muncul pertama kali di Desa Wates, Kecamatan Campurdarat.
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, TULUNGAGUNG - Serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak kembali menyerang wilayah Tulungagung di tahun 2024.
Penyakit yang bisa mematikan hewan berkuku belah ini muncul pertama kali di Desa Wates, Kecamatan Campurdarat.
Menurut Kepala Desa Wates, Nyono, serangan pertama kali muncul sekitar 10 hari lalu.
“Sebelumnya tidak pernah, muncul pertama 10 hari. Tiba-tiba banyak sapi yang sakit bersamaan, terus meluas,” ungkapnya.
Baca juga: Siaran Indosiar! Link Live Stream Persija Vs Persis Solo di Liga 1 2023/2024, Mulai Malam Ini
Petugas dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Kabupaten Tulungagung sudah turun 2 hari setelah serangan pertama muncul.
Selain itu warga juga secara mandiri memanggil mantri hewan untuk mengobati sapi-sapi yang sakit. Nyono sendiri mengaku telah habis Rp 10 juta untuk mengobati 5 sapinya yang terserang PMK secara bersamaan.
“Sudah habis Rp 10 juta, tapi juga tidak banyak menolong. Lima ambruk semua,” keluh Nyono.
Nyono memilih menjual 3 ekor sapi miliknya sebelum kondisinya semakin memburuk.
Risikonya sapi yang bisa berharga Rp 20 juta hingga Rp 25 juta dibeli dengan kurang dari setengah harga.
Tiga ekor sapi total hanya dihargai Rp 20 juta, sementara 2 sapi lainnya masih coba dipertahankan.
Baca juga: Silaturahmi ke PD Muhammadiyah, Bupati Ipuk Ajak Teruskan Kolaborasi Membangun Daerah
“Yang dua itu kelihatannya bisa bertahan. Kondisi sekarang sudah mulai membaik,” ucapnya.
Serangan PMK terjadi menyeluruh di 3 dusun yang ada di Desa Wates. Nyono memperkirakan lebih dari 50 ekor sapi milik warga telah dijual karena PMK.
Selain itu ada sejumlah sapi yang mati dan akhirnya dikubur oleh pemiliknya.
“Kalau yang mati jumlahnya di bawah 10 ekor. Yang paling banyak dijual dalam kondisi sakit,” tegasnya.
Warga juga tidak berani ambil risiko dengan mengobati sapi yang sakit, misalnya dengan jamu tradisional.
Selain peluang sembuhnya dinilai kecil, mereka justru akan menghadapi risiko kehilangan sapinya.
Baca juga: Hanya Raih Hasil Imbang Kontra Persita Tangerang, Pelatih Persib Bandung Ungkap Penyebabnya
Karena itu pilihan paling banyak memilih menjual rugi dibanding, dengan pertimbagan dari pada sapinya mati dan tidak dapat uang sama sekali.
“Kalau sekarang kondisinya sudah reda. Yang tersisa sapi-sapi yang masih bisa bertahan,” tambahnya.
Dari Desa Wates, PMK merebak ke Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat. Di desa ini ada puluhan sapi yang terserang, mayoritas telah dijual dalam kondisi sakit.
Ada juga warga yang buru-buru menjual sapinya sebelum tertular PMK. Pemerintah desa setempat memperkirakan, 6 ekor sapi telah mati dan dipendam.
Kini mulai merambah di Dusun Secang, Desa Pojok, Kecamatan Campurdarat. Beternak sapi sering kali menjadi kegiatan selingan para petani selain bercocok tanam.
Sapi pedaging ini menjadi tabungan buat mereka selain mengandalkan hasil pertanian. Jika ada sapi peliharaan yang mati maka menjadi pukulan bagi mereka.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(David Yohanes/TribunJatimTimur.com)
Pemprov Jatim Distribusikan 870.000 Dosis Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku |
![]() |
---|
Pemkab Kediri Kembali Buka Pasar Hewan Setelah 2 Pekan Ditutup Akibat PMK |
![]() |
---|
Status Darurat PMK, Kasus Jatim Tembus 18 Ribu dan Sebabkan 980 Ternak Mati |
![]() |
---|
Penetapan Status KLB Belum Jadi Opsi Utama Pemkab Lumajang Kendati Kasus PMK Terus Meroket |
![]() |
---|
Pengendalian PMK, Bupati Jember Tolak Penutupan Pasar Hewan Namun Lewat Pencegahan dan Vaksinasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.