Berita Viral
Viral Kisah Gibran, Bocah Asal Bogor Nangis Kelaparan Disuruh Ibu Makan Garam, Keseharian Terungkap
Viral kisah bocah bernama Gibran nangis kelaparan. Sang ibu menyuruh bocah tersebut makan garam karena tak ada makanan.
TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Viral kisah bocah bernama Gibran nangis kelaparan.
Sang ibu menyuruhnya makan garam karena tak ada makanan.
Kisah Gibran mulai viral usai beredar videonya saat menangis kelaparan.
Tampak, Gibran juga sempat minta makan ke ibunya.
Baca juga: Usai Picu Kecelakaan di Jalan Tol Layang MBZ, Pengemudi Fortuner Ganti Plat Nomor, Aksinya Viral
Baca juga: Viral di Media Sosial, Wanita di Ngawi Wafat Usai Cabut Gigi Bungsu, Biaya Perawatan Ratusan Juta
Namun sang ibu meminta anaknya untuk makan garam karena tak ada makanan.
Petugas listrik yang melihat kejadian itu mengajak Gibran dan adiknya mencari makan.
Setelah videonya viral, Camat Bojonggede, Tenny Ramdhani, mendatangi rumah Gibran dan memberikan sejumlah bantuan.
Terungkap keluarga Gibran yang kurang mampu belum ada di daftar penerima bantuan dari pemerintah atau bantuan sosial (Bansos).
Kendati demikian, selama ini keluarga Gibran tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan dari pemerintah.
"Kami sudah konfirmasi ke RT/RW kenapa tidak didata dan sebagainya. Sebetulnya sudah, namun keluarga belum sempat memberikan data-data yang menjadi prasyarat untuk bisa didaftarkan," ujarnya kepada wartawan, Selasa (7/5/2024).
Di samping itu, Tenny Ramdhani mengaku baru mengetahui kejadian tersebut setelah ramai jadi perbincangan di media sosial.
Ia pun langsung mengunjungi kediaman keluarga Gibran untuk melihat kondisi sang anak dan memberikan support khususnya kepada ayah dari Gibran yang saat itu ada di rumah.
"Kami memberikan dukungan moril, motivasi kepada bapak Hamzah. Kemudian membawa bantuan baik berupa makanan maupun juga family kit dan lain-lain," terangnya.
Tenny Rhamdani memaparkan, setelah melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor, keluarga tersebut langsung didaftarkan ke dalam DTKS dan juga BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, langkah tersebut diambil untuk jangka panjang dalam memberikan kesejahteraan bagi keluarga yang bersangkutan.
"Alhamdulillah BPJSnya sudah terdaftar, sudah didaftarkan DTKS dan sudah menjdi bagian dari keluarga penerima bantuan secara berkelanjutan," katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan langkah berikutnya adalah akan terus berkomunikasi dengan Dinsos Kabupaten Bogor dalam untuk memberikan perhatian terhadap Gibran.
Begitupun dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk & Keluarga Berencana (DP3A2PKB) untuk memberikan pendampingan lanjutan.
"Di mana di situ ada bidang yang membidangi perlindungan anak. Bidang tersebut kami mohon diusulkan untuk mendampingi anak-anak ini supaya bisa diberikan pendekatan pendampingan bagaimana menguatkan mental-mental mereka sehingga mereka tidak mengalami trauma," katanya.
Meski begitu, ia mengatakan selama ini Gibran yang seringkali ditinggalkan orang tuanya itu selalu diperhatikan oleh para tetangga.
"Mereka sangat perhatian, karena mereka tau pak Hamzah itu pulangnya tidak tentu, jadi mereka sering memberikan makanan," pungkasnya.
Dalam video yang beredar, Gibran yang menangis meminta makanan justru dimarahi hingga disiram air oleh ibunya.
Prabu Hermawan, guru ngaji Gibran mengungkap keseharian bocah enam tahun itu.
Ia mengatakan, muridnya tersebut merupakan sosok yang mudah belajar.
"Anak ini ikut sama saya itu dari umur lima tahun sebelum sekolah, ngaji normal, salawat, qomat, dzikir, Gibran cerdas. Ini anak lagi cakep-cakepnya saya didik," ujar Prabu dilansir TribunJatim.com dari TribunnewsBogor.com, Selasa (7/5/2024).
Akan tetapi proses belajarnya terhambat karena terdampak permasalahan ekonomi keluarga.
Gibran mulai tidak aktif sejak awal tahun 2024 saat orang tuanya mulai sibuk dengan urusan masing-masing.
"Ngaji sama saya itu dia berhenti sebelum nisfu puasa sampai sekarang udah enggak ngaji," ucapnya.
Pendidikan formal Gibran pun akhirnya ikut terbengkalai.
"Mulai dia kerja, anak mulai titip sana-sini, sampe Gibran juga enggak sekolah di MI (Madrasah Ibtidaiyah) berhenti. Baru masuk Juli kemarin, seharusnya sekarang mau kenaikan kelas," ungkapnya.
Ayah Gibran bernama Hamzah diketahui sebagai buruh bangunan.
Ketika peristiwa dalam video, ayah Gibran diketahui sedang tidak berada di rumah.
Hamzah mengaku sedih karena istrinya memarahi Gibran yang sedang lapar.
Atas peristiwa yang menimpa Gibran, kini rumah Hamzah disambangi banyak orang yang datang karena rasa simpatik.
Sementara itu, nasib warga yang hidup serba keterbatasan namun tak mendapat bantuan sosial (Bansos) juga terjadi di Sumenep.
Dua nenek bersaudara ini tinggal di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Nenek tersebut bernama Putriya (70) dan Hotipah (64).
Tempat tinggal mereka adalah sebuah gubuk reyot sebesar 7x7 meter dan hanya berlantai tanah.
Setiap malam, mereka tidur hanya beralaskan tikar.
Tempat tidur mereka pun jadi satu dengan tempat memasak.
Selama puluhan tahun, mereka bertahan dalam keterbatasan di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep.
Meski kondisi keduanya memprihatinkan, dua nenek itu luput dari perhatian pemerintah setempat.
Nenek bersaudara itu mengaku tak pernah sekali pun menerima bantuan sosial (Bansos) baik dari pemerintah daerah Kabupaten Sumenep atau pun dari pemerintah pusat.
"Sejak dulu sampai sekarang saya tidak pernah mendapatkan bantuan (sosial) dari pemerintah.
Biasanya bantuan dari warga sekitar," kata Hotipah di kediamannya, Senin (22/4/2024).
Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan.
Derita nenek Hotipah dan Putriya berlanjut saat hujan datang.
Atap gubuk reyotnya tak sanggup menahan air hingga menyebabkan kebocoran.
Keduanya selalu dihantui rasa khawatir atas ketahanan tempat tinggal yang mereka tempati.
Gubuk reyot berukuran 7x7 juga tak sempurna.
Penyangga hingga dinding yang terbuat dari bambu terlihat bolong dan rapuh.
"Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh," kata dia.
Kendati hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Keduanya tetap berusaha bekerja semampunya untuk bisa bertahan hidup.
Mereka berdua harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani, yang upahnya sangat minim.
Bahkan, biasanya mereka hanya mendapatkannya jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.
"Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu.
Biasanya langsung dikasih upah," tuturnya.
Hotipah mengaku, ia hanya hidup berdua dengan Putriya.
Anggota keluarga yang lain sudah meninggal dunia dan beberapa lagi memilih merantau ke luar daerah.
Mereka mengaku sudah lama tak saling bertukar kabar.
"Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kita," pungkasnya.
Kisah Serupa: Mbah Semi Lansia Sebatang Kara Tak Dapat Bansos
Kisah Mbah Semi, lansia berusia 90 tahun yang tidak mendapat bantuan, seharusnya dia berhak menerima beras bantu badan pangan nasional.
Namun entah apa yang terjadi, dia justru terlupakan.
Nasibnya berbeda dengan orang-orang di sekitarnya yang ekonominya tergolong lebih baik ketimbang dirinya.
Diketahui, Mbah Semi hidup sebatang kara sehingga sewajarnya terdaftar sebagai penerima beras miskin bantuan badan pangan nasional.
Nyatanya, warga Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, ini justru tidak terdaftar.
Mbah Semi (90), hidup sebatang kara di rumah bantuan RTLH.
Ia mengaku harus utang beras untuk makan karena tdak terdaftar sebagai penerima raskin program pemerintah pusat.
Beruntung, Mbah Semi yang sempat menjadi perbincangan kini mulai mendapatkan bantuan dari sejumlah organisasi masyarakat.
Bahkan, anggota DPR RI ikut menyambangi rumah Mbah Semi.
Kepala Desa Gebyog Suyanto mengatakan, sejak pemberitaan Mbah Semi tak dapat bantuan beras miskin beredar di media, sejumlah relawan dan anggota DPR RI berkunjung ke rumah Mbah Semi.
"Sudah beberapa hari ini ada dari organisasi bahkan anggota DPR RI dari Golkar, saya lupa namanya, berkunjung ke rumah Mbah Semi."
"Ada yang bawa sembako ada juga yang mau merehab dapur Mbah Semi,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/2/2024).
Suyanto menambahkan, selain Mbah Semi, ada 73 warganya yang miskin tetapi tidak menerima bantuan beras miskin yang disalurkan pemerintah.
Dia mengaku saat ini Pemerintah Desa Gebyog tengah mengusulkan 73 warga tersebut untuk bisa menerima beras miskin dari pemerintah pusat.
“Yang 73 lebih miskin dari 134 yang menrima bantuan raskin saat ini.
Terserah nanti yang telah menerima tetap menerima atau mau digantikan oleh warga yang lebih miskin tersebut, kami sudah usulkan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Mbah Semi mengaku tak terdaftar sebagai penerima beras miskin (raskin) yang disalurkan badan pangan nasional mulai Januari 2024.
Fakta ini sangat miris dan memprihatinkan karena sejumlah warga Desa Gebyog yang memiliki mobil malah terdaftar sebagai penerima raskin.
Seharusnya, Mbah Semi yang hidup sebatang kara di rumah bantuan RLTH tahun 2018 berhak menerima bantuan tersebut.
Kepala Desa Gebyog mengaku heran karena sejak menjabat tahun 2019, masyarakat terdata miskin justru bertambah dari 80 keluarga menjadi 200 keluarga.
Dia memastikan bahwa ada kesalahan input data terkait warga terdata miskin di desanya.
Sebelumnya Dinsos sudah buka suara terkait kondisi Mbah Semi.
Mbah Semi disebut hidup pilu karena tak dapat bantuan dari Dinsos.
Kisah Mbah Semi yang hidup sebatang kara tengah mencuri perhatian publik.
Di rumah sederhananya berukuran 4x6 meter, Mbah Semi tinggal di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Diketahui rumah yang dihuni Mbah Semi adalah bantuan pemerintah dari program rumah tidak layak huni di tahun 2018.
Anak laki-laki satu-satunya sudah meninggal lama, menyusul kemudian sang suami yang juga sudah wafat.
"Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp5.000 untuk beli beras," Mbah Semi mengawali ceritanya, Minggu (28/1/2024).
Di ruang tamu tidak ada meja kursi, hanya ada bekas sisa susunan batu dan sisa arang bekas pembakaran di lantas.
"Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan," jelas Mbah Semi.
Di samping kiri rumah Mbah Semi, ada bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena tua.
Terlihat sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur juga lapuk.
Sebagian gentengnya itu pun bahkan berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
"Kalau mau ke belakang ada airnya, itu baru saya isi kebetulan Sanyo tetangga nyala."
"Kalau tidak nyala, ya mencari air di rumah tetangga," katanya, dilansir dari Kompas.com.
Mbah Semi tak jarang mendapatkan bantuan dari tetangga.
Namun ia juga mengatakan, terkadang sampai mengutang ke warung demi bisa makan.
Di meja kecil, tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin.
Mbah Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
"Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana," kata dia.
Mbah Semi mengaku melihat beberapa hari ini para tetangganya menerima kerta kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan tersebut akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2024 mendatang.
Namun sayangnya, nama Mbah Semi tidak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
"Tetangga sudah menerima kupon, katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada," ucapnya lirih.
Mbah Semi mengatakan, namanya tidak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Diketahui selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, ia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
"Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak ya ngutang di toko yang ada di perempatan sana."
"Paling satu kilogram itu isinya tiga kaleng, bisa untuk makan beberapa hari," tutur Mbah Semi.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(TribunJatimTimur.com)
Polres Probolinggo Fasilitasi Penjemputan Nenek Nortaji, Anak Janji Merawat |
![]() |
---|
Nenek Nortaji Bertemu Tiga Anak Kandunya di Panti Jompo Malang |
![]() |
---|
Viral Video Anak Usir Ibu Kandung di Probolinggo, Pemerintah Desa Buka Suara |
![]() |
---|
Anak Diduga Telantarkan Ibu di Probolinggo, Sebut Enggan Merawat |
![]() |
---|
Toko Miras di Malang yang Dipromosikan King Abdi Diperiksa Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.