Pilkada Sidoarjo

Pilkada Sidoarjo Masih Sepi, Belum Ada Satupun Calon Pegang Rekom

Sejauh ini, belum ada satupun calon yang resmi. Bahkan belum ada satupun calon yang mengantongi rekomendasi dari partai pengusungnya.

Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Erwin Wicaksono
Penyelenggaraan pemungutan suara d 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Sidoarjo - Suasana politik di Sidoarjo cenderung sepi meski tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah berjalan. Bahkan waktu pendaftaran calon bupati dan wakil bupati kurang sebulan lagi.

Di pinggir-pinggir jalan Kota Delta memang sudah ada beberapa tokoh yang memasang baliho. Siap maju dalam pilkada 2024. Mereka Ada Plt Bupati Sidoarjo Subandi, Anggota DPRD Jatim Amir Aslichin, Anggota DPRD Sidoarjo Mimik Idayana, pengusaha Sugiono dan beberapa lainnya.

Namun sejauh ini, belum ada satupun calon yang resmi. Bahkan belum ada satupun calon yang mengantongi rekomendasi dari partai pengusungnya. Atau setidaknya belum ada yang merilis rekomendasi, seperti di daerah-daerah lain di Jawa Timur.

Menurut Menurut Nanang Kharomain, Founder Institute of research and public development (IRPD), ada sejumlah faktor yang menyebabkan situasi di pilkada Sidoarjo cenderung sepi dan dingin.

Baca juga: PDI Perjuangan Mengerucut ke Tiga Nama sebagai Penantang Khofifah di Pilgub Jatim

Antara lain regulasi yang mengatur pencalonan pilkada semakin ketat, semakin mahalnya biaya politik, hingga kegagalan partai politik untuk menjalankan fungsi kaderisasi termasuk dominasi PKB yang kuat di Sidoarjo.

"Sebenarnya masih banyak partai di Sidoarjo yang ingin ikut berkontestasi di Pilkada. Namun, karena ada regulasi yang ketat, mereka, partai politik itu, yang tak cukup perolehan kursi yang bisa menerima saja dan tidak mampu mendaftarkan kadernya ikut berkontestasi di pilkada,” kata Nanang.

Menurutnya, sejak pemilihan kepala daerah langsung diberlakukan, consideran utama penentuan calon adalah popularitas. Sehingga tokoh yang dicalonkan yang punya elektabilitas tinggi dan modal besar.

Kondisi itu membuat partai cenderung pragmatis dan rasional. Hanya ingin menang pemilu. “Partai kerap hanya berorientasi pada kemenangan sehingga kurang mau bekerja keras mengusung kader organik partai. Walau ada kader yang sudah berjuang lama di internal partai dan mempunyai kapasitas mumpuni sehingga kaderisasi berdasarkan merit system tidak berjalan,” ujarnya.

Nanang juga menyebut bahwa partai politik sekarang ini cenderung enggan untuk mengeluarkan tenaga dan ongkos guna memperjuangkan calon kepala daerah yang tak punya kans besar untuk menang.

Baca juga: Pembalap Grand Tour Juara Umum Tour de Banyuwangi Ijen 2024

Situasi politik yang semakin pragmatis itu kemudian ditambah kultur politik Sidoarjo yang sangat didominasi oleh PKB. Lima Pilkada terakhir partai tersebut sukses mengantarkan jago-jagonya duduk di lembaga eksekutif tertinggi di Sidoarjo.

Ada keyakinan dari banyak pihak bahwa jika ingin sukses memenangkan pilkada Sidoarjo, maka pilihan kendaraan politiknya adalah lewat PKB. Maka tidak heran, kalau hari ini, banyak calon-calon kuat baik bupati dan wakil bupati yang mendaftar lewat PKB seolah-seolah ada jaminan menang.

“Para calon ini cenderung tidak percaya diri maju lewat partai selain PKB,” tandasnya.

Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para elit PKB di tingkat pusat untuk mengontrol pusaran politik di Sidoarjo di kendali PKB. Partai politik lainnya di Sidoarjo cenderung mengikuti irama yang ditabuh PKB, termasuk beberapa waktu yang lalu, munculnya wacana calon tunggal adalah bukti betapa kuatnya dominasi PKB di Sidoarjo.

"Para kandidat calon bupati dan wakil bupati hari ini semua menunggu rekom PKB turun. Setelah itu mereka baru akan menentukan sikap. Bakal memilih partai lain sebagai kendaraan politik, atau justru bergabung mendukung,” tukasnya.

Kondisi itu membuat suasana sampai mendekati pendaftaran masih sepi. Apalagi kebiasan PKB yang selalu menurunkan surat rekomendasi mendekati hari H pendaftaran.

“Para calon yang tidak mendapat rekom PKB, dalam waktu singkat harus memilih partai lain termasuk pasangan wakilnya. Kawin paksa antar calon akan sangat mungkin terjadi mengingat tidak banyak pilihan lagi dengan mepetnya waktu pendaftaran,” katanya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(M.Tovic/TribunJatimTimur.com)

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved