Kekerasan Seksual di Jember
Andreas Harsono Laporkan Dugaan Kekerasan Seksual Pada Adiknya ke Polres Jember, Korban Meninggal
Jurnalis Senior Andreas Harsono bersama Gerakan Peduli Perempuan (GPP) mendatangi Polres Jember, untuk melaporkan kasus kekerasan seksual
Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Jurnalis Senior Andreas Harsono bersama Gerakan Peduli Perempuan (GPP) mendatangi Polres Jember, untuk melaporkan kasus kekerasan seksual, Sabtu (9/11/2024).
Salah satu pendiri Yayasan Pantau ini melaporkan laki-laki inisial AY umur 56 tahun yang jadi terduga jadi pelaku kekerasan seksual terhadap adik kandung Andreas bernama Susanna Harsono (55). Hingga membuat korban trauma, sampai meninggal dunia pada 5 November 2024.
Andreas Harsono, menjelaskan adik perempuannya itu merupakan penyintas disabilitas psikososial. Karena menderita skizofrenia paranoia sejak tahun 1990 saat berusia 23 tahun.
Dan sering menjalani terapi kejiwaan di beberapa rumah sakit kesehatan mental, termasuk Menur Surabaya, Lawang Malang, serta Grogol Jakarta.
Andreas Harsono mengungkapkan, kronologi kejadian penyerangan seksual tersebut berlangsung pada 6 Oktober 2024. Saat adik perempuannya itu meminta bantuan terduga pelaku untuk mengantarkan beras seberat 5 kilogram bantuan dari salah satu gereja di Kaliwates Jember, menuju rumahnya, yang berada di kecamatan yang sama.
"Karena adik saya dan pelaku sudah kenal sejak SMP. Setelah mereka sampai rumah, ternyata di sana ada perawat home care perempuan yang sedang sedang memandikan mama saya yang stroke," ungkapnya.
Menurutnya, saat itu pelaku tiba-tiba menghampiri perawat di rumah korban, dan memegang pundak perawat, yang masih menggunakan celana pendek.
"Lalu perawat ini, merasa kok tangan pelaku ke mana-mana. Akhirnya perawat menepis tangan pelaku. Lalu segera keluar ruangan, dan cepat-cepat ganti celana panjang dinas," kata Andreas.
Namun ketika perawat itu pergi dari tempat memandikan ibunya yang stroke, lanjutnya, laki-laki tersebut justru mendekati adik perempuannya.
"Menurut pengakuan adik saya, saat itu celana pelaku nyenggol baju dia. Saat itu adik saya diam saja. Lalu dia (adiknya) merasa payudaranya dipegang oleh pelaku. Akhirnya adik saya mendorong tubuh pelaku dan bilang aku minta bantuan kamu ke sini untuk membawa beras, bukan untuk pacaran," ulasnya.
Namun di waktu bersamaan, kata dia, mendadak perawat muda tiba kembali ke ruangan setelah berganti pakaian dinas bermaksud memasangkan pakaian ibu korban.
"Akhirnya gantian perawat itu kembali didekati pelaku. Ketika perawat itu belum selesai memakaikan celana mama saya. Perawat ini didekati dari belakang dan pegang lagi (pundaknya) hingga membuat perawat itu ketakutan," paparnya
"Perawat itu pun langsung bilang, bapak jangan bersikap begini. Akhirnya perawat itu keluar ruangan menuju kamar tamu untuk ambil air. Tetapi tetap diikuti oleh pelaku," imbuhnya.
Melihat dibuntuti oleh pelaku, perawat tersebut langsung kabur keluar rumah dan berlari sejauh 800 meter menuju toko modern berjaringan.
"Tetapi tetap diikuti oleh laki-laki tersebut, alasannya mengantarkan (perawat) untuk membeli barang dan semacamnya," ulasnya.
Dua hari setelah kejadian tersebut, Andreas mengaku menerima surat permohonan maaf dari terduga pelaku. Dia menganggap tindakannya tersebut hanyalah menggangu privasi.
"Dan dia menganggap itu bukan penyerangan seksual tetapi pelecahan seksual. Istilah ini sebetulnya problematik, karena pelecehan seksual itu tidak ada kontak fisik, seperti pandang mata, kirim WA dan semacamnya," jlentrehnya.
Padahal, kata dia, yang pelaku lakukan tersebut sudah melakukan kontak fisik dengan adik perempuannya dan perawat ibunya, tetapi tidak mau mengakui melakukan penyerangan seksual.
"Dia menyangkal melakukan penyerangan seksual. Tetapi dia meminta maaf dalam tanda petik melanggar privasi perempuan-perempuan itu serta berlaku tidak sopan," ujarnya.
Sementara itu, Andreas Harsono mengaku juga menerima surat dari pendeta Gereja Kristen di Kaliwates Jember pada 11 Oktober 2024, dan diminta tidak melaporkan kasus penyerangan seksual itu ke aparat kepolisian.
Andreas mengatakan pihak gereja memberitahukan secara tertulis mencoba ikut mengatasi masalah tersebut. Bahkan bilang kalau terduga pelaku adalah jamaah yang taat ibadah.
"Dan mengatakan yang bersangkutan adalah duda selama dua tahun dan sedang cari istri. Dan pak pendeta bilang tolong jangan lapor polisi diselesaikan saja secara gereja," paparnya.
Menurutnya, pemuka agama Kristen tersebut hanya memberi sanksi terhadap terduga pelaku, berupa tidak menerima sakramen perjamuan kudus selama enam bulan.
"Kata pak pendeta tidak menerima sakramen itu adalah sanksi sosial yang cukup berat di komunitas gereja," kata Andreas.
Informasi detail seperti ini, kata dia, berdasarkan pengakuan perawat ibunya yang melaporkan kejadian tersebut kepada koordinator perawat home care di Jember.
"Perawat itu juga memberitahukan hal tersebut kepada adik saya dan istri saya. Dan istri saya mewawancarainya dan direkam," ulasnya.
Singkat cerita, pada 20 Oktober 2024 Perawat tersebut juga memutuskan berhenti bekerja mengasuh ibu korban yang telah umur 81 tahun, akibat serangan seksual dari terduga pelaku.
Baca juga: Rumpun Bambu Tumbang ke Badan Jalan Raya di Bondowoso, Rombongan Pj Bupati Ikut Terjebak Macet
Adik Andreas Harsono Mulai Depresi Usai Dilecehkan Pelaku
Andras Harsono mengungkapkan, adiknya merupakan disabilitas psikososial, yang bicaranya sering tidak fokus. Seminggu pasca dilecehkan, perempuan tersebut nampak biasa saja aktifitasnya.
Namun, pada minggu ke-2 Oktober 2024 adik perempuannya tersebut ngomong dengan frasa pelecehan seksual ketika berbicara dengan keluarga dan warga gereja.
Selama berbicara hal tersebut, katanya, tidak seorang pun yang mau mendengarkan ocehannya korban. Hal tersebut membuat penyintas disabilitas psikososial ini seperti depresi.
"Seperti sangat kesal, kalau bahasa Jember itu 'pegel' karena ini orang kolot sekali (beragama Kristen). Pada minggu ke-3 bulan Oktober dia bilang ke saya, terima kasih koko telah mendengarkan saya ngomong," ucapnya.
Korban mengaku selama bicara kasus pelecehan seksual pasca kejadian itu, banyak orang yang tidak mau mendengarkannya. Hal tersebut membuatnya seperti stres.
"Setelah bicara itu, dia langsung mengunci diri di dalam kamar tidak makan dan tidak minum. Sejak tanggal 27, 28, 29 Oktober 2024 hingga pada 30 Oktober dia masuk rumah sakit," kata Andreas.
Andreas mengatakan, selama tiga hari mengunci diri. Kadang-kadang adik perempuannya itu juga keluar kamar sebentar untuk mengambil pispot lalu balik lagi.
"Dan yang mengagetkan adalah, dia selalu mengigit bibirnya hingga keluar darah. (Pada 30 November 2024) perawat yang menjaga mama saya kan heran dan meminta agar segera dibawa ke rumah sakit , lalu dipasang infus dan dicek darah," paparnya.
Hasil laboratorium rumah sakit maupun scan organ, menunjukkan kesehatan fisik korban menurun drastis karena kekurangan makan dan minum.
"Setelah itu doker sosialis dalam rumah sakit mencoba memeriksa adik saya. Dokter tersebut bilang agar stabilkan dulu kesehatan badannya. Setelah stabil segera dibawa ke rumah sakit jiwa Malang karena masalah dia adalah masalah jiwa," ulasnya.
Mengingat, kata Andreas, ketahanan tubuh korban menurun drastis itu akibat kekecewaan yang cukup mendalam.
"Entah apa yang terjadi, ternyata dia tidak bisa bertahan untuk hidup. Lalu pada Selasa 5 November 2024 pukul 15.00 dia meninggal dunia," tutupnya.
Pelaporan dari Andreas Harsono yang didampingi oleh GPP ini diterima oleh Unit PPA Satreskrim Polres Jember.
Sebagai informasi, nama terang narasumber dan nama korban ditulis berdasarkan persetujuan narasumber ketika wartawan media ini melakukan wawancara.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(TribunJatimTimur.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.