Revisi RUU KUHAP

Revisi RUU KUHAP, Dekan Fakultas Hukum Unmuh Jember: Restorative Justice Jadi Alat '86' 

Diskusi bertajuk 'Ngaji Hukum: KUHAP Series' dengan tema 'Keadilan Restoratif, Perlindungan Advokat dan Bantuan Hukum', Selasa (29/4/2025).

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
BEDAH RUU KUHAP: Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember Ahmad Suryono di Aula Kampusnya, Selasa (29/4/2025). Akademisi ini sebut Restoratif Justice sering dijadikan kompromi hukum alias 86. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Jawa Timur menggelar diskusi bertajuk 'Ngaji Hukum: KUHAP Series' dengan tema 'Keadilan Restoratif, Perlindungan Advokat dan Bantuan Hukum', Selasa (29/4/2025).

Dekan Fakultas Hukum Unmuh Jember Ahmad Suryono mengatakan, kegiatan ini melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH), akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk membedah Draf Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

"Khususnya dalam aspek restorative justice terhadap draf RUU KUHAP, agar kampus juga bisa memberi kontribusi nyata dalam pembentukan legislasi nasional,” ujarnya.

Baca juga: Hadapi Barcelona, Simone Inzaghi Pertimbangkan 3 Opsi Ganti Marcus Thuram di Lini Depan Inter Milan

Menurutnya pemahaman publik terhadap restoratif justice seringkali, menganggap hal itu merupakan barter oleh aparat penegak hukum ketika menangani perkara.

“Tidak bisa dipungkiri ada kekhawatiran dari publik bahwa restorative justice hanya dijadikan celah kompromi hukum oleh oknum tertentu. Istilah populer ‘86’,” kata Suryono.

Suryono meminta anggota DPR RI harus menata betul tentang penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam Revisi RUU KUHAP .

“Karena prinsip keadilan tidak boleh dibarter dengan kepentingan tertentu,” ulasnya.

Baca juga: Pembacokan Tragis Saat Salat Subuh di Musala Kedungadem Bojonegoro: Satu Tewas, Dua Terluka Parah

Suryono menilai kalau pengadilan restoratif tidak diatur dengan baik di KUHAP ini, berpotensi dimanfaatkan pelaku kejahatan agar lolos dari jeratan hukum.

“restorative justice bisa jadi alat pembenaran praktik impunitas. Pelaku kejahatan bisa lolos, korban merasa diabaikan. Akibatnya hukum kehilangan kepercayaan publik,” imbuhnya.

Hasil diskusi publik yang dilakukan Fakultas Hukum Unmuh Jember ini, akan dikirim ke Komisi III DPR-RI sebagai masukan resmi.

“Kami ingin draf RUU KUHAP ke depan benar-benar berangkat dari kebutuhan masyarakat, tidak sekadar kompromi politik atau teknis penegakan hukum,” tutur pakar hukum pidana ini.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(Imam Nawawi/TribunJatimTimur.com)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved