Opini

Pasar dalam Teori dan Pasar dalam Televisi : Realita di Balik Teori Ekonomi Klasik

Pasar dalam Teori dan Pasar dalam Televisi: Realita di Balik Teori Ekonomi Klasik

Dok Web
Ilustrasi Televisi 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan persaingan platform streaming, kita sering lupa bahwa pasar televisi, seperti halnya sektor ekonomi lainnya, tidak terbentuk secara alami. Pasar ini tidak tumbuh dari mekanisme "tangan tak terlihat" sebagaimana dibayangkan dalam teori Adam Smith. Sebaliknya, pasar televisi adalah konstruksi sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks—dibentuk melalui regulasi, standar industri, dan kekuatan korporasi.

Bab "Markets in Theory and Markets in Television" karya Eileen Meehan dan Paul Torre dalam buku The Handbook of Political Economy of Communications (2011), mengajak kita menelaah bagaimana pasar media – khususnya televisi – bukan sekadar ruang netral di mana penawaran dan permintaan bertemu, melainkan arena penuh kepentingan.

Wacana kontemporer menemukan banyak penggunaan untuk kata "pasar." Penggunaan yang paling spesifik ada tiga: tempat di mana orang pergi untuk menjual atau membeli barang dan jasa; pertemuan nyata dari orang-orang tersebut; dan pertemuan abstrak dari individu yang transaksinya melibatkan satu komoditas tertentu. Penggunaan standar istilah "pasar" ini menyoroti sifat ekonomi pasar dan otonomi individu yang masuk ke dalamnya.

Terdapat penggunaan kata yang imajinatif dalam menggambarkan kondisi pasar saat ini. Contohnya kondisi pasar "bull" dan "bear" yang bahkan tidak ada hubungannya dengan penjualan hewan, melainkan menggambarkan kecepatan perdagangan dengan membandingkan beruang yang konon berhati-hati dengan banteng yang agresif. Pasar juga dianggap seolah benda hidup ketika digambarkan sebagai sakit, tertekan, gelisah, lesu, atau bersemangat. Slogan politik dalam kebijakan publik juga seringkali menyebut "biarkan pasar yang memutuskan" menyiratkan bahwa pasar melampaui kontrol manusia dan institusi demokratis mereka.

Penggunaan imajinatif ini memberikan kehidupan kepada pasar seolah memiliki karakteristik, ritme, dan kecerdasannya sendiri. Ini menjadi masalah karena mengalihkan perhatian kita dari hubungan ekonomi dan politik, struktur, serta dukungan yang sebenarnya membentuk pasar.

Dalam bab di buku ini juga menggambarkan hubungan, struktur, dan dukungan tersebut dalam istilah abstrak dan konkret. Dimulai dengan model pasar liberal Adam Smith, yang merupakan model ekonomi politik pertama dari ekonomi kapitalis. Model ideal dalam konsep ini adalah pasar yang sepenuhnya bebas dan kompetitif, yang sering dipuji dalam wacana modern tetapi jarang terlihat dalam kenyataan. Mengacu pada karya Adam Smith dan kritik terhadapnya, buku ini juga menyajikan definisi abstrak mengenai “pasar” yang dapat digunakan sebagai kerangka analisis—baik dalam teori ekonomi maupun dalam konteks media seperti televisi. Selanjutnya, studi ini akan mengkaji dua pasar televisi untuk memahami bagaimana definisi tersebut dapat diaplikasikan dalam menelusuri asal-usul, mekanisme operasional, dan hasil dari pasar-pasar tertentu. 

Sebagai studi kasus, penulis mengulas pasar ratings televisi di tingkat nasional di Amerika Serikat serta pasar format televisi secara global. Melalui analisis ini, diharapkan dapat diperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang dinamika pasar media yang kompleks dan beragam

Mitos Pasar Bebas dalam Dunia Penyiaran

Teori ekonomi klasik, seperti yang dipopulerkan Adam Smith, mengasumsikan bahwa pasar bebas akan menciptakan efisiensi, inovasi, dan keseimbangan antara produsen dan konsumen. Namun, Meehan dan Torre menunjukkan bahwa pasar televisi tidak pernah benar-benar "bebas".

Sebaliknya, industri ini sangat teregulasi dan bergantung pada struktur dan mekanisme yang dikendalikan oleh kekuatan eksternal, termasuk negara, lembaga pengatur, dan konsorsium industri.

Salah satu contohnya adalah sistem rating televisi, seperti Nielsen Ratings di Amerika Serikat. Sistem ini tidak hanya mencerminkan perilaku penonton, tetapi juga membentuk keputusan bisnis, termasuk:

Jadwal tayangan utama (prime time)

Penentuan harga iklan

Format program yang akan diproduksi

Dengan kata lain, pasar televisi bukan tempat konsumen bebas memilih konten, melainkan tempat korporasi media berusaha membentuk preferensi penonton demi keuntungan finansial.

Dalam kenyataannya, kondisi pasar seringkali bertolak belakang dengan gambaran ideal yang digambarkan oleh model pasar liberal karya Adam Smith. Model ini menekankan pentingnya persaingan sempurna, di mana sejumlah besar penjual dan pembeli berinteraksi di pasar bebas untuk melakukan pertukaran barang dan jasa. Dalam kerangka ini, harga terbentuk secara alami melalui mekanisme penawaran dan permintaan, sementara campur tangan pemerintah dianggap minimal. Pasar yang ideal menurut teori ini juga diharapkan mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat secara keseluruhan.

Namun, kenyataannya, pasar jarang sekali mencapai kondisi ideal tersebut. Faktor-faktor seperti konsolidasi industri, munculnya monopoli, dan regulasi pemerintah sering kali membatasi ruang gerak kompetisi. Sebagai contoh, di industri televisi, dominasi sejumlah perusahaan besar telah membatasi akses pasar dan mengurangi tingkat persaingan yang seharusnya terjadi dalam kerangka pasar bebas. Selain itu, faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, regulasi konten, serta perkembangan teknologi turut memengaruhi dinamika pasar secara signifikan.

Seperti yang diungkapkan oleh seorang pengamat industri televisi dalam wawancara dengan media lokal, "Kondisi pasar saat ini jauh dari gambaran ideal yang diharapkan oleh teori klasik. Dominasi beberapa perusahaan besar dan regulasi yang ketat justru membentuk struktur pasar yang berbeda dari model persaingan sempurna." Pernyataan ini menegaskan bahwa praktik di lapangan seringkali dipenuhi oleh kompleksitas yang tidak tercakup dalam teori pasar liberal klasik.

Pasar Televisi: Rating dan Format

Di sektor televisi, dua pasar utama menonjol: pasar rating televisi dan pasar format televisi.

Pasar Rating Televisi Pasar rating televisi sangat penting bagi industri periklanan dan penyiaran. Di Amerika Serikat, Nielsen memiliki dominasi yang hampir monopolistik dalam mengukur rating televisi. Data rating yang dikumpulkan oleh Nielsen menentukan harga iklan dan strategi pemrograman jaringan televisi. Dalam konteks ini, pasar rating bukanlah pasar kompetitif seperti dalam teori Adam Smith, melainkan pasar yang dikendalikan oleh satu entitas dengan kekuatan besar dalam menentukan nilai komersial suatu program televisi.

Selain itu, ada banyak kritik terhadap sistem rating, termasuk metode pengumpulan data yang dianggap tidak akurat, bias terhadap kelompok demografis tertentu, serta dampaknya terhadap keputusan produksi konten. Seiring dengan berkembangnya platform streaming dan perubahan pola konsumsi media, sistem rating tradisional semakin dipertanyakan relevansinya dalam menentukan kesuksesan suatu program televisi.

Pasar Format Televisi Pasar format televisi melibatkan produksi dan distribusi format acara televisi yang dijual ke berbagai negara. Format seperti The Voice, Big Brother, dan Who Wants to Be a Millionaire? dijual dan diadaptasi untuk berbagai pasar lokal. Industri ini menunjukkan bagaimana pasar global bekerja dalam sektor media, dengan perusahaan besar mengontrol distribusi format yang sukses dan menciptakan standar industri yang membentuk isi dan struktur televisi di berbagai negara.

Proses adaptasi format televisi juga melibatkan berbagai faktor seperti perbedaan budaya, regulasi penyiaran, serta preferensi audiens lokal. Misalnya, format yang sukses di satu negara belum tentu berhasil di negara lain tanpa penyesuaian yang tepat. Beberapa negara memiliki kebijakan yang mewajibkan produksi lokal atau persentase konten asli dalam penyiaran televisi, yang dapat memengaruhi bagaimana format asing diadaptasi.

Selain itu, terdapat tren dalam industri format televisi di mana beberapa perusahaan besar seperti Endemol Shine Group dan FremantleMedia mendominasi pasar dengan portofolio format yang luas. Dominasi ini menciptakan hambatan bagi perusahaan kecil yang ingin bersaing di pasar global, sehingga mengarah pada konsentrasi kepemilikan dan pengaruh dalam industri televisi.

Kapitalisme dan Kekuatan Korporasi dalam Televisi

Meehan dan Torre menjelaskan bahwa industri televisi sangat bergantung pada logika kapitalis, yang berarti bahwa keputusan produksi tidak hanya ditentukan oleh nilai artistik atau edukatif, melainkan oleh potensi keuntungan komersial.

Sebagai contoh, acara reality show atau kompetisi bakat sering diproduksi dalam format yang bisa diekspor ke banyak negara, karena:

Biaya produksi relatif murah

Formatnya mudah diduplikasi

Daya tariknya bersifat global

Model ini mengutamakan standardisasi dan skalabilitas, dua prinsip utama dalam pasar kapitalis. Hasilnya, keberagaman budaya dan inovasi program sering kali dikorbankan demi efisiensi produksi dan profitabilitas iklan.

Peran Negara: Pengatur atau Pelayan Pasar?

Peran negara dalam industri televisi pun tidak netral. Meehan dan Torre menekankan bahwa kebijakan penyiaran sering kali melayani kepentingan industri, bukan publik.

Regulasi yang seharusnya melindungi keberagaman konten dan akses universal kadang justru menjadi alat legitimasi bagi dominasi pemain besar.

Misalnya, alih-alih mendukung media komunitas atau televisi publik, banyak pemerintah memilih untuk:

Memberikan insentif pajak kepada perusahaan media swasta

Meliberalisasi kepemilikan media

Mengesahkan deregulasi yang memperkuat monopoli

Situasi ini menciptakan pasar televisi yang oligopolistik, di mana hanya segelintir perusahaan raksasa mengontrol mayoritas saluran, konten, dan distribusi.

Apa Makna Pasar Televisi bagi Publik?

Artikel ini bukan sekadar kritik terhadap industri televisi, tetapi juga seruan untuk mengkaji ulang makna "pasar" dalam konteks media.

Jika pasar seharusnya melayani kebutuhan publik, maka pertanyaannya:

Mengapa konten informatif dan edukatif makin tersingkir oleh hiburan ringan?

Mengapa keberagaman budaya tergantikan oleh format global yang seragam?

Mengapa suara komunitas lokal nyaris tak terdengar di layar kaca?

Meehan dan Torre menyarankan agar masyarakat sipil dan akademisi lebih aktif menantang narasi pasar bebas dalam media, serta mendorong kebijakan media yang berpihak pada kepentingan publik, bukan semata pada logika laba. 

Penutup: Menuju Pasar Media yang Lebih Demokratis

Di era ketika dominasi televisi mulai digantikan oleh platform streaming dan algoritma digital, pelajaran dari pasar televisi tetap relevan. Kita harus terus bertanya: siapa yang mengendalikan pasar ini? Untuk siapa media diproduksi? Dan siapa yang mendapatkan keuntungan dari sistem yang ada?

Pasar media adalah hasil dari pilihan kebijakan, keputusan korporasi, dan tekanan masyarakat. Jika ingin menciptakan media yang lebih adil dan demokratis, maka pasar pun harus dirancang ulang dengan visi sosial yang lebih luas, bukan hanya oleh logika keuntungan semata. (*)

Oleh : Adhitya Putra [Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta]

Referensi:

Meehan, E., & Torre, P. (2011). Markets in Theory and Markets in Television. In Wasko, Murdock, & Sousa (Eds.), The Handbook of Political Economy of Communications. Wiley-Blackwell. 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved