Berita Bondowoso

Puncak Megasari Tak Lagi Jadi Lokasi Paralayang, Kontrak Landing Area Tak Diperpanjang

Puncak Megasari di Kecamatan Ijen, Bondowoso, kini tidak lagi digunakan untuk olahraga dirgantara seperti paralayang.

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Haorrahman
Darma
PARALAYANG: Seorang atlet dirgantara tengah bersiap untuk take off saat event Ijen Fun Fly tahun 2019 lalu di Puncak Megasari, Kecamatan Ijen, Bondowoso. Kini Puncak Megasari tak ada lagi landing area bagi paralayang. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso – Puncak Megasari di Kecamatan Ijen, Bondowoso, kini tidak lagi digunakan untuk olahraga dirgantara seperti paralayang. Hal ini terjadi karena lokasi pendaratan (landing area) tidak diperpanjang.

Menurut Ichuk S. Widharsa, Pjs Ketua Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Bondowoso, permasalahan ini sudah berlangsung sejak 2019, setelah kontrak sewa lahan seluas dua hektar milik PTPN yang digunakan sebagai area pendaratan tidak diperpanjang.

"Sejak 2019 karena tak punya landing," ujar Ichuk saat dikonfirmasi pada Minggu (8/6/2025).

Baca juga: Puncak Megasari Terbengkalai, Salah Satu Ikon Wisata Bondowoso Ini Kini Memprihatinkan

Ia menjelaskan, biaya sewa lahan tersebut mencapai sekitar Rp15 juta per tahun, dengan sistem pembayaran di awal untuk kontrak lima tahun. Namun, saat itu pemerintah daerah tidak melanjutkan kerja sama tersebut, sehingga kegiatan olahraga dirgantara di kawasan itu terhenti.

Padahal, Puncak Megasari sempat menjadi kebanggaan komunitas paralayang karena kualitas lokasi take-off yang memenuhi standar internasional. 

Ichuk menyebut, hanya ada empat lokasi di Indonesia yang memiliki karakteristik flying set ideal dengan ketinggian minimal 500 meter, yaitu, Puncak Megasari (Bondowoso), Mantar (Sumbawa), Manado (Sulawesi Utara), Agam (Sumatera Barat).

Baca juga: Gunung Raung Erupsi Tiga Hari Berturut, Puluhan Pendaki Lewat Bondowoso Diminta Pulang 

"Di Indonesia yang secara view menyamai Puncak Megasari, Agam-Sumatera Barat karena ada Danau Maninjau," tambah Ichuk.

Sayangnya, kini para atlet dirgantara asal Bondowoso kehilangan tempat berlatih. Kondisi ini disayangkan oleh banyak pihak, mengingat Puncak Megasari sempat menarik perhatian pegiat olahraga udara dari dalam dan luar negeri.

Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso, Moelyadi, membenarkan bahwa kendala utama terletak pada tidak tersedianya lahan landing yang sebelumnya dikelola oleh PTPN.

"Kendalanya kan sampai sekarang tempat landingnya itu," ungkapnya.

Menurut Moelyadi, pihaknya sedang melakukan negosiasi kembali dengan PTPN untuk penggunaan lahan sebagai area pendaratan. 

Baca juga: Gunung Raung Kembali Erupsi, Camat Sumberwringin Bondowoso Pastikan Masyarakat Aman

Selain itu, pemerintah juga membuka peluang kerja sama dengan pihak ketiga untuk menghidupkan kembali aktivitas paralayang di kawasan tersebut, termasuk rencana integrasi dengan konsep wisata camping.

"Kita masih nego dengan beberapa pihak," jelasnya.

Di tengah ketidakjelasan status operasionalnya, kondisi terkini Puncak Megasari memprihatinkan. Dalam sebuah video yang beredar, terlihat sejumlah fasilitas seperti gazebo mengalami kerusakan parah di bagian atap dan lantai. Area yang dulu dipaving kini ditumbuhi rumput liar dan penuh sampah, mencerminkan kurangnya perawatan.

Puncak Megasari, atau dikenal juga sebagai Dinding Kaldera Ijen, berada di ketinggian 1.598 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kawasan ini menawarkan panorama menakjubkan pegunungan eks letusan Ijen Purba seperti Gunung Rante, Gunung Ijen, Gunung Widodaren, Gunung Blawu, Gunung Papak, dan Gunung Ringih.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved