Di pesantren dulu, kata Gus Wajid, menampilkan diskusi yang sangat kuat dan bagus. Hanya saja, ada kelemahan dalam hal tulis menulis santri dulu. Tapi sekarang, pesantren dalam hal tulis menulis sudah mulai baik sekali.
“Karena memang argumentasinya harus berupa kitab, otomatis kudu pinter moco kitab (otomatis harus pintar membaca kitab). Tapi nek santri, arek pemula-pemula ya memang pembelajarannya sing penting wani ngomong, bah ngomong opo ae. Bah moco kitabe keliru, moco ta’bire gak nyambung dijarno ae sing penting wani ae, nek pertama-pertamae niku ngoten. Terus karena memang alasannya itu adalah harus bisa membaca kitab, maka yang kita dasari adalah memang cara mengajari anak membaca kitab secara baik. Nah metode-metode pembacaan kitab itu banyak seperti yang sudah disampaikan Pak Imam tadi,” ungkap Gus Wajid.
Di penghujung dialog Tradisi Musyawarah Kitab di Pondok Sampurnan, jamaah Majelis Ya Kafi yang hadir diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan tanggapan maupun pertanyaan kepada kedua narasumber.
Kegiatan ini nampak dihadiri oleh Ketua Rabitah Ma'ahid Islamiyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bungah, Ketua PAC GP Ansor Bungah bersama jajaran, serta perwakilan dari sejumlah pondok pesantren di sekitar Sampurnan, para Alumni Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah dan warga masyarakat umum.
Baca juga: Sejumlah Warung di Banyuwangi Mulai Jual Sembako dalam Kemasan Daur Ulang
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(Willy Abraham/TribunJatimTimur.com)