Pilpres 2024

Viral Kritikan Roy Suryo Soal Gibran Rakabuming, Sebut Pakai 3 Mikrofon Saat Debat Cawapres

Viral di media sosial kritikan Roy Suryo pada Gibran Rakabuming Raka, yang menyebut cawapres nomor urut 2 itu memakai 3 mikrofon saat debat cawapres.

Editor: Luky Setiyawan
Twitter Roy Suryo
Viral di media sosial kritikan Roy Suryo pada Gibran Rakabuming Raka, yang menyebut cawapres nomor urut 2 itu memakai 3 mikrofon saat debat cawapres. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM - Viral di media sosial kritikan Roy Suryo soal cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Pakar telematika itu menyebut bahwa putra Presiden Joko Widodo itu menggunakan tiga mikrofon saat debat cawapres.

Kritikan viral Roy Suryo pada Gibran Rakabuming Raka itu diketahui diunggah di akun Twitter atau X miliknya @KMRTRoySuryo1.

Dalam cuitannya, Roy Suryo menanyakan alasan Gibran mengenakan 3 mic sedangkan Cak Imin dan Mahfud MD tidak.

Baca juga: VIRAL Istilah SGIE, Ditanyakan Gibran Rakabuming Kepada Cak Imin Saat Debat Cawapres, Apa Itu?

Menurutnya, KPU harus adil untuk menghindari kecurangan.

Roy Suryo juga mengunggah tangkapan layar Gibran saat debat.

Dalam tangkapan layar itu, Gibran nampak mengenakan clip on di dada, head set dan juga memegang hand-held.

Dengan demikian, Roy mempertanyakan  adakah orang yang bicara kepada Gibran melalui earphone untuk memberikan jawaban.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari pun membantah pernyatan Roy Suryo. 

Hasyim mengatakan, jika Roy Suryo memang tukang fitnah. 

"Roy Suryo memang tukang fitnah," katanya dalam keterangannya, Sabtu (23/12/2023) malam, dilansir dari Wartakotalive.com.

Hasyim menegaskan, jika ketiga cawapres yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD menggunakan alat yang sama. 

"Semua cawapres pake 3 mic untuk antisipasi ada mic yang mati, Bukan ear feeder. Itu mic yabg ditempel di pipi dan dicantolin di kuping," kata Hasyim. 

Tak hanya itu, Hasyim juga mengatakan, jika Roy Suryo bisa menanyakan hal itu kepada ketiga cawapres, stasiun Tv yang terlibat, Tim Paslon, dan KPU. 

"Debat spontan, gak mungkin didikte, dengarkan bisikan atau baca contekan," imbuhnya,"kata Hasyim. 

Teknik Hipnoterapi

Gibran Rakabuming Raka menggunakan teknik hipnoterapi dalam debat calon wakil presiden (Cawapres) Jumat (22/12/2023).

Alhasil cawapres nomor urut 2 itu mampu tampil memukau dan membuat dua kandidat lain Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD terlihat tercecer.

Pakar Mikro Ekspresi Kirdi Putra menilai Gibran mencoba menjadi sosok sang ayah Joko Widodo saat debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jumat (22/12/2023).

Upaya Gibran meniru gaya bicara ayahnya tersebut wajar dan sebetulnya sudah dilakukan sejak maju sebagai kandidat cawapres.

“Kalau kita perhatikan sejak maju menjadi Wali Kota (Surakarta) sebenarnya juga tidak berbeda jauh tapi tidak plek-ketiplek (sama persis) seperti tadi malam,” kata Kirdi kepada Tribun Network, Sabtu (23/12/2023).

Menurutnya, Gibran yang kemudian menjadi sosok Jokowi bisa jadi untuk mempengaruhi persepsi masyarakat di alam bawah sadar seseorang.

Dia tidak bisa memastikan apakah cara ini memang sengaja diterapkan oleh tim komunikasi Gibran atau tidak.

Hal itu hanya bisa dipastikan oleh orang dalam di dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Namun demikian, dari analisisnya mempengaruhi pikiran masyarakat dengan menghadirkan sosok Jokowi bisa jadi adalah strategi dari tim Gibran.

“Gibran ingin orang merasa kehandalannya atau kekuatannya sama seperti Pak Jokowi gitu lho, itu strategi dalam mempengaruhi orang,” ucap Kirdi seperti dilansir Tribunnews.

Dalam teori mikro ekspresi, teknik yang digunakan Gibran meniru gaya bicara Jokowi disebut dengan Neuro Linguistic Programming (NLP) atau lebih dikenal hipnoterapi.

NLP adalah teknik pengaturan pola pikir alam sadar seseorang yang berfokus agar pikiran bekerja sesuai dengan yang diinginkan.

Teknik NLP pun bisa membuat seseorang memiliki pemikiran yang kokoh sehingga nantinya mampu membangun argumentasi dengan baik.

Hal itu tidak bisa dikatakan efektif, hanya saja kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi memang berada di angka yang tinggi yakni 80,3 persen berdasarkan survei Litbang Kompas Agustus 2023.

“Public trust itu yang dimanfaatkan oleh tim Gibran. Dia ingin menyampaikan pesan bahwa orang lain boleh ingin melanjutkan program Jokowi tapi saya (Gibran) adalah Pak Jokowi,” tutur Kirdi.

Singkatnya pesan yang ingin disampaikan Gibran dari penampilannya menyerupai Jokowi agar masyarakat tidak perlu ragu karena pasangan 02 sudah teruji.

“Menurut saya, konsep itu yang ingin dibawa, kenapa? Karena polanya Gibran ini kan hanya Walikota nggak sempat jadi Gubernur sehingga perlu konsep seperti itu,” paparnya.

Kirdi menambahkan kesamaan gaya bicara ini bisa menjadi modal untuk Gibran mendapatkan suara lebih.

Terkait penampilan di atas panggung, Kirdi melihat Gibran tampil percaya diri bahkan menguasai panggung.

Dia menilai Gibran bisa menjawab pertanyaan dari moderator yang dibuat oleh panelis.

Tetapi ada juga momen di mana Gibran tidak bisa memberikan tanggapan secara baik.

Dari kacamata mikro ekspresi, ada kesan rival Gibran yaitu Mahfud MD yang notabenenya adalah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) segan untuk menyerang.

“Kalau saya melihatnya Gibran ini seperti berjalan bersama harimau, ya pasti orang semua minggir tapi kan yang ditakuti harimaunya bukan Gibrannya,” ucapnya.

Kirdi juga menyoroti perihal Gibran memberi pertanyaan akronim sulit kepada cawapres Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Mahfud MD tapi tidak ditanggapi dengan emosi.

Dia melihat sebaliknya Gibran justru seperti tidak sabar untuk membalas tanggapan dari kandidat lainnya.

“Cak Imin sama Mahfud MD ini kalau kita lihat lebih punya kesabaran dan itu ada ilmunya,” tutur Kirdi.

Menurutnya, gestur Gibran mengajak audiens untuk bersorak-sorak pun tidak patut dilakukan di dalam debat.

Kirdi menilai hal itu hanyalah bagian dari drama proses pemilu.

“Pemilu yang betul-betul jujur dan adil itu buat saya hanya terjadi di pemilu 1999,” tukasnya.

Sanggahan Soal Akronim

Cawapres Gibran Rakabuming Raka membantah dirinya meniru gaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat debat pemilihan presiden (pilpres) 2014 dan 2019 lalu.

Gibran menanyakan akronim yang sulit kepada Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat debat KPU.

Saat itu, Mahfud dan Cak Imin terlihat kebingungan dengan pertanyaan Gibran.
Menurut Gibran, gaya pertanyaan yang diajukan itu tidak bertujuan untuk meniru Presiden

Jokowi saat debat dengan Prabowo Subianto dalam dua kali Pilpres yang lalu.

“Enggak (terinspirasi Jokowi),” ujar Gibran di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (23/12/2023).

Menurutnya, akronim yang dipakai untuk bertanya kepada Cak Imin dan Mahfud MD saat debat bukanlah kata-kata yang sulit.

“Tidak ada kata-kata sulit,” jelasnya.

Putra Sulung Presiden Jokowi itu pun menyebut akronim yang ditanyakan saat debat kemarin adalah istilah yang biasa dipakai di dunia investasi.

“Itu istilah biasa dalam investasi ya,” tukas ayah Jan Ethes itu.

Turunkan Kualitas Debat

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebut strategi Gibran itu justru menurunkan kualitas debat yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum.

Gibran dengan sengaja mengecoh Cak Imin dan Mahfud MD, dengan menggunakan pertanyaan akronim atau istilah yang tidak lazim, bukan pertanyaan yang sifatnya substantif.

Menurutnya Gibran menyerang cawapres nomor urut 3 Mahfud MD dengan bertanya soal carbon captured and storage (CCS) dan menyerang cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar lewat pertanyaan terkait State of Global Islamic Economy (SGIE).

"Kedua materi serangan itu jelas sudah dipersiapkan matang oleh tim Gibran, untuk mengecoh lawan," kata Umam kepada Kompas.com, Sabtu (23/12/2023).

Umam menuturkan, isu CCS sengaja ditujukan pada Mahfud dalam konteks penegakan hukum, sedangkan SGIE ditanyakan ke Muhaimin karena terkait ekonomi Islam.

Menurut Umam, dua pertanyaan itu sengaja ditembakkan ke Mahfud dan Muhaimin untuk merusak kredibilitas mereka.

"Gibran tampak sengaja berusaha mendelegitimasi kredibilitas Mahfud dan Imin, di dua bidang yang seharusnya keduanya paham, tapi dikecoh dengan permainan istilah atau semacam permainan tebakan di tengah jutaan diksi," kata dia.

Umam mengakui bahwa sebagai pertunjukan di atas panggung, langkah tersebut membuat Gibran tampak lebih unggul dibanding dua kandidat lainnya.

Namun, ia menilai pertanyaan terkait pemahaman substansi dan filosofi kebijakan lebih penting diajukan daripada memberikan diksi-diksi yang tak tertebak.

"Dalam konteks perdebatan yang substantif, strategi debat yang memaksa lawan untuk bermain tebakan sejuta diksi semacam seharusnya dihindari," kata Umam.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved