Penyakit Mulut dan Kuku

Pertama Muncul di Wates Tulungagung, Penyakit Mulut dan Kuku Meluas ke Ternak Desa-Desa Lain

Penyakit yang bisa mematikan hewan berkuku belah ini muncul pertama kali di Desa Wates, Kecamatan Campurdarat.

Editor: Haorrahman
TribunJatim-Timur.com/David Yohanes
Seekor sapi perah yang mati karena serangan PMK pada tahun 2022. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, TULUNGAGUNG - Serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak kembali menyerang wilayah Tulungagung di tahun 2024.

Penyakit yang bisa mematikan hewan berkuku belah ini muncul pertama kali di Desa Wates, Kecamatan Campurdarat.

Menurut Kepala Desa Wates, Nyono, serangan pertama kali muncul sekitar 10 hari lalu.

“Sebelumnya tidak pernah, muncul pertama 10 hari. Tiba-tiba banyak sapi yang sakit bersamaan, terus meluas,” ungkapnya.

Baca juga: Siaran Indosiar! Link Live Stream Persija Vs Persis Solo di Liga 1 2023/2024, Mulai Malam Ini

Petugas dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Kabupaten Tulungagung sudah turun 2 hari setelah serangan pertama muncul.

Selain itu warga juga secara mandiri memanggil mantri hewan untuk mengobati sapi-sapi yang sakit. Nyono sendiri mengaku telah habis Rp 10 juta untuk mengobati 5 sapinya yang terserang PMK secara bersamaan.

“Sudah habis Rp 10 juta, tapi juga tidak banyak menolong. Lima ambruk semua,” keluh Nyono.

Nyono memilih menjual 3 ekor sapi miliknya sebelum kondisinya semakin memburuk.

Risikonya sapi yang bisa berharga Rp 20 juta hingga Rp 25 juta dibeli dengan kurang dari setengah harga.

Tiga ekor sapi total hanya dihargai Rp 20 juta, sementara 2 sapi lainnya masih coba dipertahankan.

Baca juga: Silaturahmi ke PD Muhammadiyah, Bupati Ipuk Ajak Teruskan Kolaborasi Membangun Daerah

“Yang dua itu kelihatannya bisa bertahan. Kondisi sekarang sudah mulai membaik,” ucapnya.

Serangan PMK terjadi menyeluruh di 3 dusun yang ada di Desa Wates. Nyono memperkirakan lebih dari 50 ekor sapi milik warga telah dijual karena PMK.

Selain itu ada sejumlah sapi yang mati dan akhirnya dikubur oleh pemiliknya.

“Kalau yang mati jumlahnya di bawah 10 ekor. Yang paling banyak dijual dalam kondisi sakit,” tegasnya.

Warga juga tidak berani ambil risiko dengan mengobati sapi yang sakit, misalnya dengan jamu tradisional.

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved