Berita Jember

Mahasiswa Universitas Jember Ciptakan Alat Pembuatan Pestisida Ramah Lingkungan

Lima mahasiswa Universitas Jember yang tergabung dalam Tim Xentoric ini berhasil menciptakan alat pembuatan pestisida organik ramah lingkungan

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Humas Universitas Jember
Mahasiswa Universitas Jember lakukan penyemprotan nematoda entomopatogen di lahan padi petani 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Lima mahasiswa Universitas Jember yang tergabung dalam Tim Xentoric ini berhasil menciptakan alat pembuatan pestisida organik ramah lingkungan.

Alat yang diciptakan para mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Jember ini dinamakan Monoxenic Culture Bioreactor yang digunakan untuk memperbanyak senyawa nematoda entomopatogen dalam membuat pestisida organik.

Lima mahasiswa itu bernama Deviana Fitria Astuti, Mohammad Novan Efendi dan Bela Indri Ayunita dari Program Studi Proteksi Tanaman. Kemudian Muhammad Badar Alfath mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pertanian dan  Sheinka Amalia Gisna mahasiswi Program Studi Agribisnis Pertanian.

Selama melakukan penelitian untuk membuat alat tersebut, para mahasiswa ini dimentori Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jember bernama Ankardiansyah Pandu Pradana.

Selama melakukan proyek penelitian untuk menciptakan alat itu, para pelajar ini mendapatkan sokongan dana dari Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan IPTEK (PKM-PI).

Selain itu, mereka juga menjalin kerja sama dengan CV Tani Jaya Organik di Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe, Jember. Desa Rowosari, Sumberjambe dikenal sebagai daerah sentra penghasil beras organik di Kabupaten Jember.

Ketua Tim Xentoric Universitas Jember,  Deviana Fitria Astuti mengatakan, CV Tani Jaya Organik dengan luas lahan 70 hektare, menghasilkan menghasilkan beras organik 50 - 70 ton setiap 1 siklus produksi untuk memenuhi permintaan pasar.

Sayangnya, serangan hama serangga seperti walang sangit menyebabkan penurunan produksi beras organik antara 15 - 30 persen.

Menurutnya, untuk membasmi serangan hama itu, petani di desa setempat hanya menggunakan pestisida nabati yang berbahan dasar daun mimbar. Namun hasilnya belum efektif dan memiliki beberapa kendala. 

"Karena pestisida berbahan dasar daun mimbar tersebut tidak dapat terkena sinar matahari secara langsung. Setelah diaplikasikan, bukannya menurunkan serangan hama, justru hal ini menurunkan efektifitas pestisidanya akibat sinar matahari,” kata Deviana.

Berangkat dari persoalan itulah, kata Devina, kelompok penelitiannya mencoba membuat solusi. Akhirnya terlintas membuat teknologi memperbanyak jumlah nematoda entomopatogen untuk memerangi hama tanaman padi.

"Untuk meningkatkan produksi beras organik di CV Tani Jaya Organik Jember, kami beri  nama Monoxenic Culture Bioreactor. Sebuah alat untuk memperbanyak nematoda entomopatogen yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati. Karena dapat memparasit serangga hama di lahan pertanian," katanya.

Baca juga: BREAKING NEWS Wisata Gunung Ijen Ditutup, Dampak Kenaikan Aktivitas dan Status Waspada

"Dalam memperoleh nematoda kami bersama mitra melakukan eksplorasi di bawah pohon bambu yang merupakan inang yang ideal dan kaya akan keanekaragaman hayati,” ungkap Deviana.

Anggota Tim Xentoric Universitas Jember  Bela Indri menambahkan senyawa kimia bernama nematoda entomopatogen sebenarnya telah tersedia di alam sekitar. Namun bersifat sensitif terhadap pestisida kimia dan hanya tersedia di lahan organik saja. 

“Sehingga kami menciptakan alat bernama Monoxenic Culture Bioreactor untuk memudahkan memperbanyak nematoda patogennya. Sehingga dari mitra nanti cukup satu kali saja dalam mendapatkan isolat nematoda atau bibitnya, setelah itu dimasukkan ke alat Monoxenic Culture Bioreactor terus dia akan berkembang,” imbuhnya.

Secara singkat, kata Bela,  Monoxenic Culture Bioreactor, alat yang berbentuk seperti tabung dan memiliki monitor di dalamnya yang berfungsi untuk mengukur suhu dan PH tanah.

"Apakah sudah sesuai atau belum. Kemudian, metode pengaplikasiannya yang digunakan adalah metode semprot. Cairan ematoda entomopatogen di letakan di dalam spons. Lalu spons diperas lalu air setelah itu dimasukkan ke dalam tangki dan bisa langsung disemprotkan ke tanaman," katanya.

Air perasan alat Monoxenic Culture Bioreactor. , kata dia, dapat disemprotkan di lahan pertanian, ketikan tanaman padi telah berumur dua bulan. Supaya senyawa yang terkandung dapat  menekan organisme pengganggu saat proses pembuahan.

"Kami bersama mitra melakukan penyemprotan nematoda entomopatogen dengan dosis 15 liter per 1 hektar setiap pagi mulai jam 6 pagi, dan dilakukan setiap seminggu dua kali,” jelasnya.

Novan Effendi, Anggota Tim Xentoric Universitas Jember menambahkan, setelah satu bulan dilakukan penyemprotan dari air perasan alat tersebut. Hasil penen padinya cukup memuaskan.

"Kami bersama mitra memanen tepat pada tanggal 1 Juni 2024. Hasilnya bobot beras pada petak percobaan bisa mencapai 103 kilogram. Sementara pada petak percobaan yang tidak diaplikasikan nematoda entomopatogen dengan luasan sama, beras yang didapat hanya 75 kilogram,” tuturnya.

Baca juga: Sosok Pemain Asing Terakhir yang Didatangkan Persija, 2 Eks Didikan Carlos Pena Kans Digaet

Menanggapi hal tersebut, Perwakilan CV Tani Jaya Organik, Subairi sekaligus pemilik lahan, mengaku setelah lahannya dijadikan tempat pengaplikasian nematoda entomopatogen hasil produksi berasnya meningkat drastis.

"Adanya inovasi ini keresahan pemilik lahan yang tergabung dalam CV ini sudah mulai teratasi. Kami berharap program ini dapat terus berjalan hingga mendapatkan peningkatan produksi yang tinggi," tuturnya.

Mahasiswa Universitas Jember lakukan penyemprotan nematoda entomopatogen di lahan padi petani

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved