Korupsi BPPD Sidoarjo

Sidang Lajjutan Korupsi Insentif ASN BPPD Sidoarjo, Begini Pengakuan 22 Staf yang Duitnya Dipotong

Puluhan saksi itu merupakan anak buah Ari Suryono, eks Kepala BPPD Sidoarjo, yang berstatus terpidana karena sudah divonis penjara atas kasus itu.

Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur/Luhur Pambudi
Suasana sidang lanjutan dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di Ruang Cakra, Kantor PN Tipikor Surabaya, Senin (21/10/2024). 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Surabaya - Sebanyak 22 saksi dari staf Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN yang menyeret-nyeret Eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. 

Puluhan saksi itu merupakan anak buah Ari Suryono, eks Kepala BPPD Sidoarjo, yang berstatus terpidana karena sudah divonis penjara atas kasus tersebut.

Kesaksian mereka dikuliti oleh empat orang JPU KPK untuk memastikan jumlah potongan dana insentif yang dialami oleh mereka sendiri. Termasuk mengenai kegunaan uang tersebut.

Semula JPU KPK Ricky menanyai para saksi secara bersama-sama melalui 10 rentetan pertanyaan awal. 

"Apakah para saksi semua pernah mendapatkan potongan insentif?" tanya Ricky kepada para saksi, dalam Ruang Sidang Cakra, Kantor PN Tipikor Surabaya, Senin (21/10/2024). 

Pertanyaan tersebut mengawali rentetan pertanyaan lanjutan untuk dijawab oleh para saksi secara cepat. 

Jawabannya, para saksi membenarkan sebagai ASN mereka menerima dana insentif sejak sebelum jabatan Kepala BPPD Sidoarjo diemban Ari Suryono. 

Kemudian, para saksi mengakui mengalami pemotongan insentif yang diterima setiap triwulan.

"Pernah (pemotongan). Iya dapat insentif tunjangan (selama zaman Pak Aris) setiap 3 bulan, setiap tahun. Masuk ke rekening masing-masing," jawab para saksi secara bersamaan. 

Modus pemotongan tersebut melalui surat 'kitir' yang bertuliskan sedekah. Daftar pemotongan dalam surat kitir tersebut tidak diketahui asalnya dari mana. 

"Iya ada (pakai surat 'kitir'). Tidak (diajak menentukan jumlah besaran pemotongan)," tambah para saksi bersamaan. 

Namun, para saksi mengaku tidak mengetahui secara pasti penggunaan uang hasil pemotongan tersebut. 

"Tidak tahu. (Laporan resmi tidak resmi atau dari mulut ke mulut) tidak ada," kata saksi. 

Kemudian, dipenghujung agenda pemeriksaan tersebut, para saksi memastikan bahwa proses pemotongan insentif itu bukan diartikan sebagai hutang, melainkan sedekah. 

"Tidak ada (soal penyebutan atas pemotongan insentif tersebut sebagai hutang)," jelas para saksi bersamaan. 

Di lain sisi, beberapa saksi mengaku secara samar-samar mengetahui peruntukan uang hasil pemotongan dana insentif para ASN BPPD Sidoarjo. 

Salah satunya, Saksi Hermadi Listiawan. Ia tidak mengetahui pasti kegunaan uang hasil pemotongan tersebut. 

Namun, sebagaimana informasi yang pernah diketahui secara samar-samar, uang tersebut dipakai untuk keperluan kantor, makan-makan, pendanaan kegiatan kantor, dan THR. 

Baca juga: Menghadapi Cuaca Ekstrem, KSOP Panarukan Kampanyekan Keselamatan Kepada Puluhan Nelayan

"Detail untuk pribadi saya enggak tahu. Keperluan kantor, makan-makanan, kegiatan THR, untuk tambahan kegiatan buat jalan-jalan. Tiket Pak Ari, dan uang makan Pak Ari. Itu pinjam, kalau pesan tiket, nanti diganti. Iya (buat beli oleh-oleh dengan Pak Ari)," ujar Saksi Hermadi. 

Termasuk Saksi Sintya Nur Afrianti. Uang tersebut, menurutnya, juga dipakai untuk kegiatan makan-makan. 

"Perkiraan uang dipakai makan-makan seluruh pegawai BPPD," ujar Saksi Sintya Nur Afrianti.

Namun, seingatnya, antara tahun 2019-2020, terdapat rapat untuk membahas adanya pemotongan isentif dengan istilah penyebutan 'sedekah'. 

"Tahun antara 2019 atau 2020, saya diberitahu ada sodakoh. Dipakai untuk menggaji pegawai honorer. Dari Pak Sumbar, sekretaris BPPB (saat itu), tapi pensiun," kata Saksi Sintya Nur Afrianti.

Kemudian, giliran Penasehat Hukum (PH) Gus Muhdlor, Mustofa Abidin yang mencecar para saksi. Ia menanyakan pernah tidaknya mereka dihadapkan kepada bupati soal pemotongan itu.

Para saksi menjawab tidak pernah.

Lalu, tiba giliran Terdakwa Gus Muhdlor memberikan peninjauan. Gus Muhdlor menggunakan kesempatan yang diberi oleh majelis hakim.

Ia menanyakan apakah para saksi pernah memberikan uang kepadanya. Para saksi menjawab tidak pernah.

Baca juga: Jembatan Berumur 20 Tahun Putus, Pemkab Trenggalek Ajukan Bantuan Jembatan Bailey ke Pemprov Jatim 

Gus Muhdlor juga menanyakan apakah praktik pemotongan insentif tersebut terjadi sejak sebelum dirinya menjabat. 

Para saksi menjawab pemotongan terjadi juga pada bupati sebelumnya.

Sekadar diketahui, perjalanan kasus ini, pada Rabu (9/10/2024) kemarin, dua anak buah Gus Muhdlor menjalani sidang vonis.

 Terdakwa Ari Suryono, Eks Kepala BPPD Sidoarjo, dijatuhi vonis pidana penjara lima tahun beserta pidana denda setengah miliar rupiah sekitar Rp500 juta subsider empat bulan penjara. 

Baca juga: 14 Rumah di 3 Kecamatan di Trenggalek Tertimpa Longsor

Tak cuma itu, Terdakwa Ari Suryono juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti sekitar Rp2,77 miliar, subsider dua tahun pidana penjara.

Sedangkan, Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati divonis terhadap Terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara empat tahun, denda Rp300 juta subsider tiga bulan. 

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

 

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

 

(Luhur Pambudi/TribunJatimTimur.com)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved