Berita Pasuruan

Masyarakat Minta APH Bongkar Dugaan Mafia Pita Cukai Rokok di Kabupaten Pasuruan

Sejumlah masyarakat di Kabupaten Pasuruan mendesak aparat penegak hukum (APH) membongkar dugaan mafia cukai rokok yang diduga merajalela

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Galih Lintartika
Warga dan aktivis NGO Kabupaten Pasuruan saat menunjukkan data perusahaan rokok 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, PASURUAN -  Sejumlah masyarakat di Kabupaten Pasuruan mendesak aparat penegak hukum (APH) membongkar dugaan mafia cukai rokok yang diduga merajalela.

Sugito, salah satu masyarakat Pasuruan mengatakan, indikasi dugaan adanya mafia cukai rokok itu setelah tidak adanya keterbukaan data perusahaan rokok di Pasuruan.

Dia mengatakan, Bea Cukai Pasuruan tidak mau membuka berapa ratus perusahaan rokok di Pasuruan yang membeli pita cukai rokok setiap tahunnya.

Menurut dia, Bea Cukai berdalih bahwa data informasi tentang berapa perusahaan rokok yang membeli pita cukai rokok adalah data yang dikecualikan.

Dalam arti lain, kata Sugito, data itu adalah termasuk data yang dikecualikan atau tidak boleh dibuka. Sedangkan, ia berasumsi data itu bukan data yang dirahasiakan.

“Ketika tata niaga, distribusi pita cukai dirahasiakan, kami menduga ada indikasi permainan dalam pusaran pita cukai rokok di Pasuruan,” katanya, Jumat (3/1/2024).

Disampaikannya, keterbukaan informasi menjadi tolok ukur transparansi peredaran pita cukai rokok, karena pendapatan negara dari sektor pita cukai cukup tinggi.

“Transaksi untuk penjualan pita cukai rokok di Pasuruan ini terbesar se Indonesia. Tapi, di lapangan, kami temukan banyak kejanggalan,” ungkapnya.

Baca juga: Remaja 17 Tahun di Lumajang Meninggal Setelah Terlibat Kecelakaan dengan Truk Gandeng

Terpisah, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto menduga ada permainan kotor dalam bisnis rokok ini.

Dari hasil penulusuran di lapangan, ada indikasi perusahaan rokok yang tidak produksi tapi masih tetap dapat jatah cukai yang diperjualbelikan kembali.

Ada juga perusahaan yang diduga sengaja memanipulasi jumlah produksinya. Misal produksi sudah lebih dari 400 juta batang per tahun tapi tetap masuk golongan III

Padahal produksi 400 juta - 3 Miliar batang per tahun sudah harus masuk golongan II. Dan di lapangan, Katanya, diduga masih banyak pemalsuan itu.

“Kami temukan banyak perusahaan rokok yang bermodus seperti ini. Produksinya sudah lebih dari 400 juta batang tapi tidak mau naik golongan,” imbuhnya.

Dia menduga, ini memang sengaja dilakukan perusahaan itu untuk menekan beban biaya pajak yang akan berdampak pada harga jual rokok tersebut.

“Pelaku usaha rokok juga tidak mau rugi, jadi mereka lebih baik membuka perusahaan baru untuk tidak naik golongan, dan ini merugikan negara,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Lujeng menambahkan, dari hasil investigasi ada perbedaan data perusahaan rokok dari Disperindag dan data yang disampaikan lisan oleh Bea Cukai.

Misalnya dari data di Disperindag, perusahaan rokok yang ada di Pasuruan mencapai 400 perusahaan. Sedangkan dari Bea Cukai disampaikan secara lisan hanya 200 sekain.

“Selisihnya cukup signifikan. Ini data yang mana yang bisa dijadikan acuan sedangkan selisihnya saja hampir separuh lebih,” kata Lujeng 

Baca juga: Trans Semanggi Jurusan Terminal Purabaya-Kenjeran Dihentikan Sementara

Disampaikannya, jika hasil investigasi di lapangan itu benar, maka banyak potensi kerugian negara yang hilang dari praktek lancung bisnis rokok ini.

“Kami akan segera membawa data dan hasil investigasi di lapangan ke Kejaksaan untuk dilaporkan,” sambung dia.

Laporan ini, kata dia, bisa ditindaklanjuti oleh kejaksaan untuk dilakukan audit terhadap penjualan pita cukai rokok ke perusahaan rokok yang ada di Pasuruan.

“Jika memang terjadi pelanggaran, kami minta APH untuk menindak perusahaan rokok yang diduga nakal dan merugikan keuangan negara,” tutupnya.

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved