Konflik Klenteng Kwan Sing Bio

Terus Berlarut, DPRD Tuban Mediasi Konflik Internal Klenteng Kwan Sing Bio

Penulis: Muhammad Nurkholis
Editor: Haorrahman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KONFLIK - Suasana forum dengar pendapat (hearing) di ruang Paripurna DPRD Tuban terkait konflik internal kepengurusan TITD Kwan Sing Bio Tuban, Rabu (30/7/2025).

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Tuban - Konflik internal kepengurusan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio (KSB) Tuban, belum menemukan titik terang. DPRD Kabupaten Tuban mencoba mediasi dengan menggelar hearing, Rabu (30/7/2025).

Hearing yang berlangsung di ruang Paripurna DPRD Tuban ini dihadiri oleh 25 orang, mulai perwakilan umat penggugat, tergugat, Kementerian Agama Tuban, LBH KP Ronggolawe, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Tuban, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tuban, menunjukkan luasnya cakupan pihak yang terlibat dalam konflik ini.

Hearing yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, ini menindaklanjuti permohonan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KP Ronggolawe, mewakili 14 umat yang terpilih sebagai pengurus dan penilik TITD KSB Tuban periode 2025–2028. 

Namun kepengurusan baru ini digugat oleh tiga umat lainnya, yang menuding adanya pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.

"Permasalahan ini sudah terjadi sejak 2012," ungkap Fahmi Fikroni, menyoroti panjangnya perselisihan yang terjadi. 

Baca juga: Reformasi Perpajakan dan Retribusi, DPRD Bersama Pemkab Pasuruan Menata Ulang Pendapatan Daerah

"Kekosongan pengurus memunculkan keresahan di kalangan umat, baik dari Tuban maupun luar daerah."

Permasalahan ini semakin rumit dengan adanya Akta Notaris Nomor 08 tanggal 8 Juni 2021. 

Dokumen tersebut sempat memberikan mandat kepada tiga tokoh luar daerah, yakni Soedomo Mergonoto, Alim Markus, dan Paulus Welly Affandi, untuk mengelola klenteng hingga 31 Desember 2024. Mandat ini bertujuan untuk membenahi manajemen, legalitas, dan renovasi TITD KSB.

Namun hingga masa mandat berakhir, umat menilai tidak ada perubahan signifikan yang terlihat, dan umat merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting. "Sejak 1 Januari 2025, kewenangan pengelolaan semestinya kembali ke umat di Tuban," imbuh Fahmi.

Baca juga: Banyak Siswa Gangguan Penglihatan di Tulungagung, Akibat Kebiasaan Main HP

Ketegangan mencapai puncaknya setelah pemilihan pengurus baru dan ritual Pwak Pwee yang digelar, Mei 2025. Ironisnya, pengurus yang baru terpilih justru digugat di Pengadilan Negeri Tuban, menambah panjang daftar masalah di internal klenteng.

DPRD mendesak semua pihak untuk menghormati proses musyawarah dan mematuhi aturan yang berlaku, termasuk Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, serta Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2023. 

DPRD juga berharap tiga tokoh yang sebelumnya diberi mandat untuk membantu menyelesaikan konflik bersedia kembali berperan aktif agar perselisihan tidak berlarut-larut dan memicu gesekan horizontal di kalangan umat. "Kami ingin masalah ini selesai baik-baik, demi ketenangan umat," tutur Fahmi Fikroni.

Baca juga: Dua Sumur Kuno Ditemukan di Pemakaman Jombang, Diduga Peninggalan Majapahit

Namun jalannya hearing sempat diwarnai walk out oleh beberapa peserta forum. Go Tjong Ping, salah seorang umat KSB Tuban, menyayangkan kejadian tersebut. "Hearing ini murni untuk umat. Kami harap DPRD segera mengundang semua pihak lagi agar persoalan cepat tuntas," harapnya.

Nang Engki Anom Suseno, kuasa hukum salah satu umat, mengungkapkan kliennya melakukan walk out karena kuasa hukum tidak diberikan kesempatan untuk berbicara mewakili umat yang ia dampingi. 

Pihaknya berencana untuk segera mengajukan permohonan hearing ulang dengan DPRD. "Kami akan mengkaji lebih lanjut dan berharap polemik ini diselesaikan sesuai AD/ART dan jalur hukum," kata Nang Engki Anom Suseno.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)