Hikmah Ramadan

Membentuk Generasi Jempolan melalui Pengajian Kilatan di Bulan Ramadan

Menjelang bulan suci Ramadan, setiap pondok pesantren mengumumkan jadwal pengajian kitab-kitab kuning yang akan dikaji oleh para kiai atau ustaz

Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Dok pribadi
Dr KH Reza Ahmad Zahid Lc MA Ketua Komisi Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat MUI Jatim 

Dr KH Reza Ahmad Zahid Lc MA

Ketua Komisi Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat MUI Jatim

 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM - MENJELANG bulan suci Ramadan, setiap pondok pesantren mengumumkan jadwal pengajian kitab-kitab kuning yang akan dikaji oleh para kiai atau ustaz.

Segera para santri memilih pengajian kitab dan mempersiapkan kitab yang akan mereka ikuti. Biasanya di pondok pesantren salaf menawarkan pengajian dari berbagai macam fan keilmuan, mulai dari nahwu, shorof, fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tasawuf atau akhlaq hingga fadoilul a'mal atau keutamaan-keutamaan amal saleh.

Sedangkan waktu pengajiannya hampir tersedia di setiap waktu dengan mengikuti kesediaan waktu dari sang kiai atau ustaz. Biasanya pengajian ini dimulai dari awal bulan hingga dua atau tiga minggu di bulan Ramadan.

Maka dari itu, pengajian ini dikenal dengan sebutan pengajian kilatan. Dalam praktiknya, pengajian kilatan ini berbeda dengan metode ceramah.

Akan tetapi dengan memakai metode klasik yaitu bandongan. Yakni sang kiai atau ustaz membaca kitab kuning dengan detail menerapkan kaidah bahasa arabnya sekaligus menuturkan makna setiap lafadznya.

Sedangkan para santri menulis makna-makna setiap lafadz dan membuat catatan ketika sesekali sang kiai atau ustadz memberi penjelasan. Para santri tampak serius mendengarkan dan menulis setiap makna lafadz seakan tidak mau ada makna yang terlewatkan.

Praktik pengajian kilatan semacam ini sudah menjadi tradisi di pondok pesantren sejak lama. Dari tradisi ini, para santri mendapatkan pelajaran dan pendidikan serta pengalaman yang bermanfaat untuk kehidupannya.

Beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh para santri di antaranya adalah;

Pertama: santri lebih mengenal dan mendalami tradisi para leluhur dari pondok pesantren. Hal ini menjadi pengalaman yang membekas bagi para santri, sehingga tidak sedikit para alumni merindukan nuansa pengajian kilatan seperti ini, bahkan tidak sedikit pula dari para alumni juga mengikuti pengajian kilatan.

Maka dengan pengajian kilatan akan terwujud kader yang senantiasa menjaga tradisi. Hal ini adalah termasuk kunci dari kesuksesan seseorang dalam menghadapi kenyataan hidup.

Dalam sebuah arti pepatah Arab dikatakan: 'Umat yang tidak mengetahui sejarah leluhurnya maka tidak akan mampu merangkai masa depannya dengan indah'.

Kedua: santri mampu mempelajari lebih dalam tentang kajian kaidah Bahasa Arab yakni nahwu dan shorof. Hal ini dikarenakan mereka berkonsentrasi dalam mendengarkan bacaan sang kiai atau ustaz serta menuliskan makna setiap lafadz.

Maka dengan demikian akan terwujud kader ulama yang betul-betul mampu memahami Al-Qur'an dan hadits dengan benar, karena ulama sepakat bahwa dalam memahami Al-Qur'an dan hadits dibutuhkan kemampuan kaidah bahasa arab termasuk ilmu nahwu dan shorof.

Ketiga: membentuk karakter santri yang tertib dan disiplin waktu. Hal ini dikarenakan jadwal pengajian ditentukan oleh pengampu pengajian sedangkan para santri termotivasi untuk mengikuti keseluruhan pengajian kitab yang mereka ikuti.

Maka dengan demikian akan terwujud kader santri yang sadar dan cerdas, seperti yang disampaikan oleh Abu Al Qasim Al Nasroabadzi, seorang ulama abad keempat Hijriyah dari naisabur tanah Khurosan: 'Memperhatikan waktu adalah bagian dari tanda-tanda kesadaran (kecerdasan) seseorang'.

Keempat: santri mendapatkan pelajaran tambahan serta wawasan yang lebih luas dari kajian kitab kuning. Karena biasanya kitab yang dikaji di pengajian kilatan bukanlah kitab yang dijadikan materi pelajaran di madrasah diniyah. Walaupun terkadang ada juga kiai atau ustaz yang mengkaji kitab dari materi pelajaran madrasah diniyah, akan tetapi tetap memiliki nuansa yang berbeda, dikarenakan ada pemaparan yang lebih luas bila dibandingkan dengan pengajaran di madrasah diniyah.

Hal ini tentu akan mewujudkan kader santri yang memiliki sifat rohmah serta kebesaran hati dalam menyikapi perbedaan pendapat seperti yang disampaikan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ighotsatu Lahafan.

'Demikianlah seseorang semakin ilmunya luas maka semakin luas pula kasih sayangnya. Tuhan kita rahmat-Nya meluasi segala sesuatu'.

Maka melalui tradisi pengajian kilatan di pondok pesantren akan memunculkan generasi santri yang juga kader bangsa yang cinta tradisi dan budaya, memiliki ilmu yang mendalam, kesadaran disiplin yang tinggi dan berwawasan luas serta memiliki cinta kasih sayang kepada sesama.

Inilah sifat-sifat yang dibutuhkan untuk pembentukan kader-kader bangsa saat ini yang siap mengantarkan masyarakat pada tatanan masyarakat yang agamis dan madani.(*)

Baca juga: Lewat Program JPK, Pemkab Jember Gratiskan Layanan Cuci Darah Bagi Pasien Gagal Ginjal

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved