Berita Viral
Viral Kisah Gibran, Bocah Asal Bogor Nangis Kelaparan Disuruh Ibu Makan Garam, Keseharian Terungkap
Viral kisah bocah bernama Gibran nangis kelaparan. Sang ibu menyuruh bocah tersebut makan garam karena tak ada makanan.
Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan.
Derita nenek Hotipah dan Putriya berlanjut saat hujan datang.
Atap gubuk reyotnya tak sanggup menahan air hingga menyebabkan kebocoran.
Keduanya selalu dihantui rasa khawatir atas ketahanan tempat tinggal yang mereka tempati.
Gubuk reyot berukuran 7x7 juga tak sempurna.
Penyangga hingga dinding yang terbuat dari bambu terlihat bolong dan rapuh.
"Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh," kata dia.
Kendati hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Keduanya tetap berusaha bekerja semampunya untuk bisa bertahan hidup.
Mereka berdua harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani, yang upahnya sangat minim.
Bahkan, biasanya mereka hanya mendapatkannya jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.
"Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu.
Biasanya langsung dikasih upah," tuturnya.
Hotipah mengaku, ia hanya hidup berdua dengan Putriya.
Anggota keluarga yang lain sudah meninggal dunia dan beberapa lagi memilih merantau ke luar daerah.
Mereka mengaku sudah lama tak saling bertukar kabar.
"Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kita," pungkasnya.
Kisah Serupa: Mbah Semi Lansia Sebatang Kara Tak Dapat Bansos
Kisah Mbah Semi, lansia berusia 90 tahun yang tidak mendapat bantuan, seharusnya dia berhak menerima beras bantu badan pangan nasional.
Namun entah apa yang terjadi, dia justru terlupakan.
Nasibnya berbeda dengan orang-orang di sekitarnya yang ekonominya tergolong lebih baik ketimbang dirinya.
Diketahui, Mbah Semi hidup sebatang kara sehingga sewajarnya terdaftar sebagai penerima beras miskin bantuan badan pangan nasional.
Nyatanya, warga Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, ini justru tidak terdaftar.
Mbah Semi (90), hidup sebatang kara di rumah bantuan RTLH.
Ia mengaku harus utang beras untuk makan karena tdak terdaftar sebagai penerima raskin program pemerintah pusat.
Beruntung, Mbah Semi yang sempat menjadi perbincangan kini mulai mendapatkan bantuan dari sejumlah organisasi masyarakat.
Bahkan, anggota DPR RI ikut menyambangi rumah Mbah Semi.
Kepala Desa Gebyog Suyanto mengatakan, sejak pemberitaan Mbah Semi tak dapat bantuan beras miskin beredar di media, sejumlah relawan dan anggota DPR RI berkunjung ke rumah Mbah Semi.
"Sudah beberapa hari ini ada dari organisasi bahkan anggota DPR RI dari Golkar, saya lupa namanya, berkunjung ke rumah Mbah Semi."
"Ada yang bawa sembako ada juga yang mau merehab dapur Mbah Semi,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/2/2024).
Suyanto menambahkan, selain Mbah Semi, ada 73 warganya yang miskin tetapi tidak menerima bantuan beras miskin yang disalurkan pemerintah.
Dia mengaku saat ini Pemerintah Desa Gebyog tengah mengusulkan 73 warga tersebut untuk bisa menerima beras miskin dari pemerintah pusat.
“Yang 73 lebih miskin dari 134 yang menrima bantuan raskin saat ini.
Terserah nanti yang telah menerima tetap menerima atau mau digantikan oleh warga yang lebih miskin tersebut, kami sudah usulkan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Mbah Semi mengaku tak terdaftar sebagai penerima beras miskin (raskin) yang disalurkan badan pangan nasional mulai Januari 2024.
Fakta ini sangat miris dan memprihatinkan karena sejumlah warga Desa Gebyog yang memiliki mobil malah terdaftar sebagai penerima raskin.
Seharusnya, Mbah Semi yang hidup sebatang kara di rumah bantuan RLTH tahun 2018 berhak menerima bantuan tersebut.
Kepala Desa Gebyog mengaku heran karena sejak menjabat tahun 2019, masyarakat terdata miskin justru bertambah dari 80 keluarga menjadi 200 keluarga.
Dia memastikan bahwa ada kesalahan input data terkait warga terdata miskin di desanya.
Sebelumnya Dinsos sudah buka suara terkait kondisi Mbah Semi.
Mbah Semi disebut hidup pilu karena tak dapat bantuan dari Dinsos.
Kisah Mbah Semi yang hidup sebatang kara tengah mencuri perhatian publik.
Di rumah sederhananya berukuran 4x6 meter, Mbah Semi tinggal di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Diketahui rumah yang dihuni Mbah Semi adalah bantuan pemerintah dari program rumah tidak layak huni di tahun 2018.
Anak laki-laki satu-satunya sudah meninggal lama, menyusul kemudian sang suami yang juga sudah wafat.
"Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp5.000 untuk beli beras," Mbah Semi mengawali ceritanya, Minggu (28/1/2024).
Di ruang tamu tidak ada meja kursi, hanya ada bekas sisa susunan batu dan sisa arang bekas pembakaran di lantas.
"Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan," jelas Mbah Semi.
Di samping kiri rumah Mbah Semi, ada bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena tua.
Terlihat sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur juga lapuk.
Sebagian gentengnya itu pun bahkan berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
"Kalau mau ke belakang ada airnya, itu baru saya isi kebetulan Sanyo tetangga nyala."
"Kalau tidak nyala, ya mencari air di rumah tetangga," katanya, dilansir dari Kompas.com.
Mbah Semi tak jarang mendapatkan bantuan dari tetangga.
Namun ia juga mengatakan, terkadang sampai mengutang ke warung demi bisa makan.
Di meja kecil, tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin.
Mbah Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
"Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana," kata dia.
Mbah Semi mengaku melihat beberapa hari ini para tetangganya menerima kerta kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan tersebut akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2024 mendatang.
Namun sayangnya, nama Mbah Semi tidak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
"Tetangga sudah menerima kupon, katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada," ucapnya lirih.
Mbah Semi mengatakan, namanya tidak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Diketahui selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, ia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
"Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak ya ngutang di toko yang ada di perempatan sana."
"Paling satu kilogram itu isinya tiga kaleng, bisa untuk makan beberapa hari," tutur Mbah Semi.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur
Ikuti saluran di Whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur
(TribunJatimTimur.com)
Polres Probolinggo Fasilitasi Penjemputan Nenek Nortaji, Anak Janji Merawat |
![]() |
---|
Nenek Nortaji Bertemu Tiga Anak Kandunya di Panti Jompo Malang |
![]() |
---|
Viral Video Anak Usir Ibu Kandung di Probolinggo, Pemerintah Desa Buka Suara |
![]() |
---|
Anak Diduga Telantarkan Ibu di Probolinggo, Sebut Enggan Merawat |
![]() |
---|
Toko Miras di Malang yang Dipromosikan King Abdi Diperiksa Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.