Pemotongan Insentif Pegawai

Fantastis, Uang yang Terkumpul Dalam Skandal Pemotongan Insentif Pegawai BPKPD Capai Rp 1 M

Teka-teki kasus dugaan pemotongan insentif pegawai di internal Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Pemkab Pasuruan ada titik terang

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Galih Lintartika
Sidang kasus dugaan pemotongan insentif pegawai di BPKPD. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, PASURUAN -  Teka-teki kasus dugaan pemotongan insentif pegawai di internal Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Pemkab Pasuruan mulai menemukan titik terang. 

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang terkumpul dari hasil pemotongan insentif pegawai ini mencapai Rp 1 miliar lebih. 

Uang yang terkumpul itu didapatkan dari pemotongan insentif 151 pegawai baik ASN, PTT ataupun THL di triwulan ke - IV atau akhir 2023. 

Dari pemotongan insentif di bidang sekretariat, bidang akuntansi, bidang anggaran, bidang aset dan pensiunan didapatkan uang Rp 438 juta sekian. 

Uang yang diserahkan ke pegawai setelah dipotong insentif sebanyak Rp 1,4 Miliar sekian, sedangkan seharusnya yang diserahkan adalah Rp 1,9 Miliar sekian. 

Sedangkan dari pemotongan insentif di bidang P3, P4, UPT Wilayah I, dan UPT Wilayah II didapatkan uang Rp 605 juta sekian. 

Uang yang diserahkan ke pegawai setelah dipotong insentif sebanyak Rp 2,2 miliar sekian, padahal yang seharusnya diserahkan ke pegawai Rp 2,8 miliar sekian. 

Dari keduanya, total ada uang potongan insentif yang terkumpul Rp 1 miliar lebih. Setelah itu, uang itu dibawa terdakwa Akhmad Khasani (AK).

Dalam dakwaan, AK membawa uang Rp 190 juta dari uang yang diserahkan stafnya yakni Ani Kusniyah, dan Rp 420 juta dari Agung Wara. 

Disebutkan dalam dakwaan, uang itu diduga kuat digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan. 

Sedangkan ada sisa uang Rp 248 juta yang disimpan di dalam brankas bendahara pengeluaran, dan Rp 185 juta untuk uang muka undian umrah.

Dakwaan ini memantik respon dari Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto. Menurutnya, AK harus membuka kasus ini secara terang. 

“Jika terbukti hasil pemotongannya 1 miliar lebih dan AK hanya menggunakan kurang lebih 600 juta, maka AK harus membuka siapa saja pihak-pihak yang menerima,” urainya, Rabu (3/6/2024).   

Dan jika ternyata terdapat niat jahat, maka hakim bisa memerintahkan kepada jaksa untuk melakukan penyidikan baru sesuai dengan fakta persidangan. 

“Majelis hakim juga bisa menguji lebih lanjut apakah pemotongan itu terjadi hanya pada triwulan terakhir 2023, apakah juga terjadi pada triwulan sebelumnya,” terangnya.  

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved