Berita Jember

55 Buruh Jadi Korban PHK di Kabupaten Jember Selama Enam Bulan 2024

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jember mencatat, sejak Januari - Juni 2024, 55 buruh jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Jember Suprihandoko. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jember mencatat, sejak Januari - Juni 2024, 55 buruh jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan.

Puluhan pekerja yang terkena PHK itu, 46 buruh di antaranya telah mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sementara 9 karyawan masih berproses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Disnaker Jember mencatat puluhan korban PHK tersebut berasal dari 22 perusahaan.

Kepala Disnaker Jember, Suprihandoko mengungkapkan faktor terjadinya PHK itu bukan karena hal yang krusial. Dia beranggapan perusahan melakukan itu masih tergolong wajar.

"Dengan alasan yang jelas dan bisa diterima. Hanya perselisihannya adanya hak-hak yang belum tuntas diberikan kepada korban PHK," ujarnya, Rabu (10/7/2024).

Menurutnya, rata-rata korban PHK yang tidak mendapatkan haknya karena kondisi perusahaan sedang sepi pendapatan, sehingga pesangonnya relatif kecil.

"Tetapi semua itu selalu kami carikan solusi dan alhamdulillah sampai hari ini kami tidak punya PR (Pekerjaan Rumah) terkait masalah hubungan industrial baik dari pengusaha ataupun pekerja," kata pria yang akrab disapa Supri ini.

Supri menilai, perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya bukan karena faktor bisnis sedang anjlok, tetapi akibat hal lain.

"Seperti (buruh) melakukan pelanggaran, atau karena ingin mencari suasana baru. Dan ada faktor lain yang kami tidak enak untuk menyebutkannya," urainya.

Dia mengungkapan, puluhan perusahaan yang melakukan PHK terhadap sebagian karyawannya, antara lain perusahaan di bidang finance, manufaktur dan ekspor-impor.

"Tapi tidak ada masalah. Karena persoalan PHK dan korban PHK yang melapor itu bukan suatu masalah serius di Jember. Sehingga hubungan industrial hingga kini masih terbangun dengan baik," urai Supri.

Mengingat, kata Supri, setiap serikat pekerja di Jember juga diminta untuk terhubung dengan manajemen perusahaan. Sebab amanat undang-undang bahwa setiap pemberi kerja harus membuat lembaga kerjasama bipartit.

Baca juga:  Rumah Anggota DPRD Jatim di Bangkalan Digeledah KPK, Amankan 2 HP dan Uang Rp 300 Juta

"Sehingga ketika terjadi persoalan, sebelum ada ledakan emosional itu sudah bisa terselesaikan. Kalau memang emergency (darurat) baru kami ikut mengurus itu, kalau tidak ada berarti aman," imbuhnya.

Oleh karena itu, Supri meminta setiap perusahaan harus bisa menerima keberadaan serikat pekerja. Karena mereka juga punya andil besar untuk meningkatkan nilai investasi di Kabupaten Jember.

"Jadi jangan ada investor atau pengusaha yang merasa risih, atau alergi atau risih dengan serikat kerja," urainya.

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved