Berita Jember

Pakar Hukum Kampus di Jember Soroti Draft Revisi RUU KUHAP

Pakar Hukum Universitas Jember dan Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember menyoroti draf revisi KUHAP.

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
REVISI KUHAP: Prof. Dr M. Arief Amrullah, Pakar Hukum Pidana Universitas Jember saat di UIN KHAS Jember, Kamis (20/2/2025) paparkan revisi RUU KUHAP.  

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Jember - Pakar Hukum Universitas Jember dan Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember menyoroti draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Hal tersebut disampaikan melalui seminar nasional di Aula Perpustakaan UIN KHAS Jember, bertajuk kesetaraan peran dan kewenangan di KUHAP, Kamis (20/2/2025). 

Pakar Hukum Pidana Universitas Jember,  Arief Amrullah, menilai revisi KUHAP Dewan Perwakilan Rakyat  Indonesia (DPR-RI) harus melibatkan partisipasi publik. 

Baca juga: Para Kiai Pasuruan Doakan dan Siap Dukung Wujudkan 33 Program Prioritas 

Dia khawatir pembahasan draf Rancangan Undang Undang (RUU) KUHAP ini tertutup, ada potensi adanya ketidaksetaraan antar lembaga Aparat Penegak Hukum (APH) saat menangani perkara. 

"Ini ada potensi, jika draf RUU KUHAP terbaru tidak dibuka dan didialogkan kepada orang secara umum. Jadi harus dibuka agar semua orang bisa akses dan mengkritisi RUU itu," ujarnya.

Menurutnya dalam draf RUU KUHAP terbaru pemerintah  mencoba mengadopsi teori Plibargen atau tradisi sistem peradilan Amerika Serikat. 

"Ketika mau mengadopsi sistem peradilan di negara lain harus dipertimbangkan dengan kondisi di Indonesia," ucap Arief. 

Baca juga: Usai Dilantik, Bupati Rio Gelar  Zoom Meeting Bersama ASN Pemkab Situbondo

Arief menjelaskan  sistem peradilan hukum di Amerika tersebut sudah mulai dikritisi oleh akademisi sempat, seharusnya hal itu tidak perlu diterapkan di negara ini. 

"Makanya saya bilang perlunya dialog, jangan langsung dibuat begitu saja, disetujui sementara yang lain tidak tahu," papar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jember ini. 

Sementara pakar hukum Tata Negara UIN KHAS Jember, Prof Dr. M.Noor Harisudin S.Ag, S.H menambahkan, kesetaraan antara lembaga penegak hukum perlu diatur di KUHAP baru, agar tidak ada celah penyalahgunaan kekuasaan. 
 
"Masih banyak hakim yang nakal, jaksa nakal, pengacara nakal dan polisi bermasalah. Supaya ini tidak terjadi, harus ada kesetaraan antar lembaga ini," tambahnya. 

Haris menjelaskan kalau ada satu instansi hulum diberi kewenangan lebih, mereka akan mudah menyalahgunakan kekuasaan ketika menangani perkara. 

Baca juga: Jasad Bayi Usia 9 Bulan Dikubur di Lahan Kosong, Polisi Tangkap Satu Orang

"Misalkan jaksa dikasih kewenangan dominan, pasti lebih lagi dia melakukan penyimpangan, sekarang saja sudah seperti ini (banyak jaksa bermasalah) apalagi diberi kewenangan lebih," papar Haris. 

Selain itu, sistem peradilan di Indonesia tidak bisa mengadopsi gaya Belanda. Haris menyebut di negeri kincir angin posisi jaksa lebih tinggi dari pada polisi. 

"Tetapi di negera kita kan setara posisinya dan sangat cocok dengan kultur negera Indonesia. Karena wilayah kita luas dengan 280 juta penduduk. Sementara Belanda cuma 17 juta penduduk," tuturnya. 

Kalau sistem hirarki dalam instansi aparat penegak hukum diterapkan dalam KUHAP ini, Ia yakin bakal terjadi chaos ketika regulasi tersebut diterapkan. 

"Pasti ada kesulitan yang dihadapi, ketika itu mau diimplementasikan di Indonesia," urai Guru Besar Fakultas Syariah UIN KHAS Jember. 

(Imam Nawawi/TribunJatimTimur.com)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved