Berita Jember

Ada 1.018 Pengajuan Keberatan, Pemkab Jember Buka Ruang Koreksi Besaran PBB Bagi Petani

Pemerintah Kabupaten Jember akan membuka ruang koreksi terhadap nominal pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan perdesaan untuk petani

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
Pelaksana Tugas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jember Hendra Surya Putra 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Pemerintah Kabupaten Jember akan membuka ruang koreksi terhadap nominal pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan perdesaan untuk petani.

Hal tersebut lantaran Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jember menerima 1.018 pengajuan keberatan, pengurangan, dan pembatalan PBB. 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bapenda Jember Hendra Surya Putra menyatakan dari total pemohon keberatan PBB itu, 1.009 di antaranya pengajuannya diterima.

"722 pengajuan keberatan dari warga yang seluruhnya diterima. Begitu juga 268 pengajuan pembatalan. Sementara itu dari 28 pengajuan pengurangan nominal PBB, 19 pengajuan diterima oleh Bapenda," ujarnya, Sabtu (20/7/2024).

Menurutnya, banyaknya jumlah warga yang melakukan keberatan PBB itu. Bapenda Jember membuka kesempatan bagi wajib pajak mengajukan koreksi.

Katanya, hal itu menyusul pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 yang berkonsekuensi pada penyesuaian NJOP (Nilai Jual Objek Pajak).

"Mengakibatkan perubahan nominal pajak dibanding tahun sebelumnya. Perubahan ini dikarenakan perubahan formulasi perhitungan sesuai undang-undang terbaru. Ada tiga rumus perhitungan PBB, yakni NJOP, tarif, dan NJKP (Nilai Jual Kena Pajak),” kata Hendra.

Baca juga: VIRAL Kisah 2 Pria Merantau Kerja Serabutan Hingga Tak Berani Pulang Kampung, Kini Dapat Modal Usaha

Hendra menjelaskan perhitungan PBB lewat NJOP itu tentukan berdasarkan survei rata-rata harga pasar yang dilakukan konsultan jasa penilai publik pada 2022.

"Sudah muncul rekomendasinya. Tapi kami tidak terapkan seratus persen. Kami terapkan sekitar 50-60 persen. Adanya komponen NJKP membuat tidak semua objek kepemilikan dikenakan pajak," imbuhnya.

 “Hanya 40 persen, maksimal 60 persen, dari NJOP yang dihitung. Kalau Perda yang dulu, PBB dihitung dari total NJOP,” kata Hendra.

Berdasarkan Perda Kabupaten Jember terbaru, kata dia, perhitungan tarifnya tidak pukul rata. Sebab ada tiga metode penentuan tarif besaran PBB.

"Yakni 0,11 persen untuk NJOP di bawah Rp 1 miliar, dan 0,205 persen di atas Rp 1 miliar, serta 0,075 persen untuk pertanian dan peternakan. Tarif yang terakhir ini bisa dimanfaatkan petani dan peternak agar nominal PBB murah," tutur Hendra.

Pemberlakuan kebijakan kalkulasi PBB untuk pertanian-peternakan ini. Kata Hendra, sengaja dilakukan untuk menjaga lahan pertanian di Jember. “Biar pangan dan peternakan terjaga, sehingga biaya produksinya tidak tinggi,” tambah Hendra lagi.

Namun masalahnya, kata Hendra, tidak semua sawah tercatat sebagai sawah atau peternakan di data milik Bapenda Jember. Sehingga hal itu seringkali memunculkan gejolak di kalangan petani.

“Tanah yang seharusnya digunakan untuk pertanian tapi tidak dilaporkan sebagai tanah pertanian dengan luasan di atas tiga ribu meter persegi, terguncang (sangat terdampak). Kalau dikenakan tarif tidak semestinya, nominalnya naik agak drastis,” ungkapnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved