Penyakit Mulut dan Kuku

Kasus PMK Kembali Ada di Bondowoso, Peternak Sebut Harga Sapi Mulai Anjlok 20 Persen

Mencuatnya kembali kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Bondowoso membuat harga sapi anjlok

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Istimewa Peternak Bondowoso
Suasana pasar hewan di Kelurahan Kademangan, Kecamatan/Kabupaten Bondowoso 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, BONDOWOSO - Mencuatnya kembali kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Bondowoso membuat harga sapi anjlok.

Menurut peternak sejak beberapa pekan ini, harga sapi anjlok 20 persen. Seperti sapi jenis limosin dengan harga Rp 20 juta, kini turun menjadi Rp 18 juta.

Jon, seorang peternak sapi asal Desa Grujugan Kidul, Kecamatan Grujugan, mengatakan, kondisi ini terjadi karena banyak peternak yang ketakutan sapinya mati karena PMK. Sehingga, mereka menjual dengan harga murah.

"Ketakutan, berapa pun dijual kalau takut. Jadinya anjlok," ujarnya pada TribunJatimTimur.com pada Sabtu (4/1/2025).

Di lain sisi, para pembeli sapi dari berbagai kota pun takut mau turun ke Bondowoso karena mencuatnya kembali PMK ini. Sehingga kondisi ini membuat permintaan pasar sedikit. Karena para pembeli takut merugi.

"Betul sekali, karena permintaan pasar sedikit. Sekarang takut petani itu belanja sapi. Kan dengar kabar ada sapi mendadak, PMK mulai ada lagi," jelasnya.

Vaksinasi PMK terhadap sapi di Bondowoso, kata Jon, masih belum merata. Memang sudah ada sapi yang divaksin, namun juga masih ada yang belum. 

Namun, rata-rata sapi yang sudah divaksin diperkirakan sudah banyak yang dijual, dan sudah peranakan lagi. Karena itulah, dirinya berharap pemerintah memberikan penyuluhan ke peternak tentang penanggulangan dan pencegahan penularan PMK. Agar peternak bisa tahu, sehingga mereka tak ketakutan dan tenang. Ujungnya, harga tetap stabil.

"Kasih penyuluhan ke petani dan peternak. Biar mereka tidak ketakutan," harapnya.

Baca juga: Dampak PMK, Harga Sapi di Pasar Hewan Dimoro Kota Blitar Turun Rp 2 Juta/Ekor

Ia menerangkan, seekor sapinya sendiri pada pertengahan Desember 2024 mati mendadak setelah demam tiga hari. Dirinya tak tahu penyebab kematiannya. Hanya demam tiga hari, tak mau makan, kemudian mati.

"Tak sempat tertolong. Demam tiga hari, kan penyakit sekarang banyak," ujarnya.

Setelah kejadian sapinya mati ini. Jon pun berinisiatif melakukan steriliasi sapi yaitu memandikan sapi sebelum dimasukkan ke dalam kandang. Untuk mengantisipasi sapi yang lelah dari pasar, yang  justru dinilainya mempermudah terkena virus.

Selain itu, kini Jon memisahkan kandang sapi-sapinya. Utamanya, sapi dagangan dipisah dengan sapi ternak miliknya.

"Mau masuk kandang dimandikan dulu. Penanggulangannya, sementara," pungkasnya.

 
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved