Berita Jember

Toko Berjaringan Berdiri di Dekat Pasar Tradisional, Pedagang Wadul DPRD Jember

Pedagang Pasar Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Jember wadul anggota DPRD Jember, Jawa Timur, protes pendirian minimarket

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Humas DPRD Jember
PROTES MINIMARKET : Pedagang Pasar Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan menunjukkan foto toko modern berjaringan saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Jember, Jawa Timur, Kamis (30/1/2025). Dia menolak berdirinya toko modern berjaringan di dekat Pasar Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Jember Jawa Timur. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, JEMBER - Pedagang Pasar Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Jember wadul anggota DPRD Jember, Jawa Timur.

Mereka merasa keberatan atas berdirinya toko modern berjaringan di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Jember. Karena bangunan tersebut berdiri sejauh 50 meter dari pasar tradisional.

Jumadi, pedagang pasar di Desa Lojejer mengaku keberatan atas berdirinya toko modern berjaringan. Sebab hal tersebut akan mematikan ceruk pendapatan para pelapak di pasar tradisional.

"Saya minta penjelasan dengan adanya rencana berdirinya toko indomaret atau berjaringan di depan saya. Saya menolak, sebagai wakil pedagang sekitar pasar," ujarnya, Jumat (31/1/2025). 

Dia merasa dibohongi oleh pemilik toko berjaringan tersebut. Sebab mereka bilang ke warga, mendirikan bangunan untuk membuka usaha showroom.

"Ketika bangunan sudah jadi, ada logo ada warna merah, biru kuning (seperti warna minimarket), baru minta tanda tangan (persetujuan) warga sekitar pasar," ucap Jumadi. 

Jumadi mengungkapkan, petugas yang meminta tanda tangan tersebut adalah Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat sebagai urusan toko berjaringan. Mereka menyasar warga bisa, bukan pedangan pasar. 

"Sedangkan yang pedagang atau yang buka toko tidak dimintai tanda tangan," keluh Jumadi. 

Baca juga: Satpol PP Bondowoso Akan Beri Sanksi Toko Modern Melanggar Jam Buka Operasional

Sementara, Ardi Pujo Prabowo, pedagang jamu di Pasar Lojejer, Jember, mengungkapkan petugas utusan toko berjaringan ini, juga memberi uang senilai Rp 50 ribu hingga Rp100 ribu terhadap warga yang mau bertandatangan.

"Dan berdirinya bangunan hanya bermodal NIB (Nomor Induk Berusaha) dan sistemnya OSS. Sedangkan di sana, sudah ada logo yang dimiliki pasar modern. Saya tanya apakah memiliki perijinan yang lain, jawabannya masih on proses," ungkapnya.

Tokoh Masyarakat di Desa Lojejer ini menilai, untuk mendirikan toko berjaringan seharusnya mengacu Peraturan Daerah (Perda) Jember Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pusat Perbelanjaan serta toko swalayan.

"Kalau tidak sesuai (aturan) maka akan membaur ke berbagai wilayah di Jember. Di samping itu juga ada Peraturan Bupati dan Gubernur, yang mengatur tentang regulasi Perda. Kami sinyalir indomaret ini," ucap Ardi. 

Ardi mengaku khawatir kalau, toko modern berjaringan ini beroperasi, hal itu bakal berdampak terhadap para pedangan dan toko karena terdapat persaingan bisnis kurang sehat.

"Kami berdampak, bagaimana langkah pemerintah, karena mereka hanya mengantongi izin dari desa," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto meminta, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait menindaklanjuti keluhan para pedagang di Pasar Desa Lojejer tersebut.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved