Liputan Khusus Koperasi Merah Putih
Minimarket KDMP Wonokerto Pasuruan Harapan Baru Warga Dapat Sembako Murah
Koperasi Desa Merah Putih, kebanggaan warga Wonokerto menjadi percontohan nasional program koperasi desa yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Haorrahman
TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Pasuruan – Di dalam bangunan sederhana seluas 10x10 meter di Desa Wonokerto, Kecamatan Sukorejo, geliat ekonomi rakyat mulai berdenyut pelan.
Tumpukan beras, minyak goreng, mie kebutuhan sehari-hari, tabung gas elpiji berjejer di rak-rak. Tempat ini menyimpan harapan besar bagi warga sekitar.
Inilah Koperasi Desa Merah Putih, kebanggaan warga Wonokerto yang kini menjadi percontohan nasional program koperasi desa yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Desa Wonokerto Sugiono mengaku sejak awal ingin warganya bisa mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Dia sadar harga pasar yang fluktuatif kerap memberatkan masyarakat kecil.
Baca juga: Gandeng BUMN dan Integrasi MBG, Perkuat Koperasi Merah Putih di Jember
Dari situlah ide koperasi ini lahir menghadirkan barang murah, lengkap, dan dikelola sepenuhnya oleh warga.
“Strategi yang kami lakukan sederhana: bagaimana memperoleh barang komoditas yang lengkap dan murah, sehingga penjualannya ke masyarakat tetap terjangkau. Masyarakat dan anggota koperasi bisa membeli barang sesuai kebutuhan tanpa terbebani harga tinggi,” ujarnya.
Baca juga: Desa Wonokerto Pionir Koperasi Merah Putih di Pasuruan
Gerai sembako ini menjual berbagai produk kebutuhan pokok dan sekunder.
Dari beras, minyak goreng, gula, hingga sabun dan elpiji semuanya tersedia di satu tempat. Di daerah ini, belum ada minimarket modern. Celah itu dibaca Sugiono sebagai peluang.
“Karena di sekitar sini belum ada minimarket, kami ingin koperasi menjadi tempat warga berbelanja kebutuhan pokok dengan harga lebih murah. Kami menerima suplai dari BUMN dan swasta,” lanjutnya.
Untuk mewujudkan mimpinya, Sugiono menargetkan omzet harian koperasi bisa mencapai Rp 6 juta.
Ambil Risiko
Dia berani mengambil risiko besar dengan menjaminkan tujuh sertifikat tanah dan bangunan pribadinya sebagai agunan pinjaman di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Pinjaman senilai Rp 864 juta itu akan digunakan membangun tiga unit usaha koperasi minimarket , gudang saprodi, dan apotek.
Baca juga: Gapuro Kafe Sidomulyo, Unit Usaha Koperasi Merah Putih Jember Ini Beromzet Rp 120 Juta Per Bulan
“Cicilan kami Rp 16,5 juta per bulan. Tapi saya yakin, dengan kerja keras dan manajemen yang baik, koperasi ini bisa mandiri dan memberi manfaat untuk masyarakat,” katanya.
Langkah nekat itu bukan tanpa alasan. Wonokerto menjadi desa pertama di Jawa Timur yang menuntaskan seluruh legalitas koperasi dari nol mulai dari akta pendirian, AHU, NIB, hingga NPWP.
Bahkan, koperasi ini dijadikan mock up percontohan koperasi nasional oleh pemerintah pusat.
Tak heran, saat Presiden Prabowo Subianto melaunching program Koperasi Desa Merah Putih secara serentak se-Indonesia, acara utama di Jawa Timur dipusatkan di Desa Wonokerto.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun memberi apresiasi khusus karena koperasi ini telah siap beroperasi lebih dulu dibanding desa lainnya.
Bangunan koperasi berdiri di atas tanah milik desa yang dibangun dengan dana desa.
Baca juga: Dari 219 Koperasi Merah Putih di Bondowoso, Baru 20 yang Telah Beromzet
Nantinya, koperasi akan menyewa aset tersebut dan uang sewanya kembali menjadi Pendapatan Asli Desa (PADes).
Pola ini disebut Sugiono sebagai bentuk sirkulasi ekonomi sehat di tingkat desa: uang berputar, tapi tetap di tangan masyarakat.
Sugiono mengaku, semangatnya tumbuh setelah mendengar pidato Presiden tentang koperasi.
“Presiden bilang, koperasi adalah alatnya orang lemah. Satu lidi memang lemah, tapi kalau lidi-lidi disatukan, jadi kekuatan besar. Dari situ saya sadar, ekonomi desa harus digerakkan lewat gotong royong,” ujarnya.
Salah satu wujud konkretnya terlihat pada perbandingan harga yang ditawarkan.
“Contohnya minyak goreng dan LPG. Di pasaran minyak goreng Rp 17–18 ribu per liter, di koperasi kami jual Rp 15.700. LPG di pasaran Rp 20 ribu, di koperasi hanya Rp 18 ribu. Ini berkat suplai dari ID Food, BUMN yang memang membantu pengembangan koperasi,” terang Sugiono.
Harapan besar Sugiono kini tertuju pada 3.200 jiwa penduduk Desa Wonokerto agar mau menjadi anggota koperasi.
Ia percaya, jika warga terlibat, manfaatnya akan kembali kepada mereka juga.
Baca juga: Pakai Modal Sendiri 50 Hari Kerja Koperasi Merah Putih Badean Bondowoso Sudah Beromzet Rp 20 Juta
“Koperasi bukan untuk segelintir orang. Ini milik bersama. Sisa hasil usaha akan dibagikan ke anggota, supaya dari masyarakat, kembali ke masyarakat,” tegasnya.
Dengan dukungan penuh anak muda sebagai pengurus, pengelolaan koperasi kini memanfaatkan teknologi digital dan media sosial.
Dari sistem pencatatan, transaksi, hingga promosi, semua dilakukan dengan cara modern.
“Kami ingin koperasi ini menjadi wajah baru ekonomi desa: dikelola profesional, transparan, dan berbasis teknologi,” tutupnya.
(TribunJatimTimur.com)
| Desa Wonokerto Pionir Koperasi Merah Putih di Pasuruan |
|
|---|
| Gandeng BUMN dan Integrasi MBG, Perkuat Koperasi Merah Putih di Jember |
|
|---|
| Gapuro Kafe Sidomulyo, Unit Usaha Koperasi Merah Putih Jember Ini Beromzet Rp 120 Juta Per Bulan |
|
|---|
| Dari 219 Koperasi Merah Putih di Bondowoso, Baru 20 yang Telah Beromzet |
|
|---|
| Baru 10 dari 248 Koperasi Merah Putih di Jember Beroperasi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim-timur/foto/bank/originals/Minimarket-Wonokerto-Pasuruan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.