Berita Bondowoso

Belajar Turun Temurun, Bu Jun Jadi Pengrajin Gerabah Sejak 1970, Kini Menghadapi Deregenerasi

Ia telah memiliki pelanggan tetap dari Bondowoso, Banyuwangi, Jember, serta Bali. Sekali memesan jumlahnya antara 300 hingga 1.200-an.

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur.com/Sinca Ari Pangistu
Bu Jun saat mencetak pot bunga pesanan dari Banyuwangi di depan rumahnya, Selasa (15/10/2024). 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso - Menjadi pengrajin gerabah tak hanya semata mencari nafkah. Namun lebih dari itu, cara tersebut dilakukan untuk melestarikan identitas seni gerabah di Desa Sumber Kemuning, Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso.

Itulah alasan Niwati, yang telah menjadi pengrajin gerabah sejak tahun 1970 atau saat usianya 15 tahun, untuk tetap bertahan menjadi pelaku kerajinan tanah liat. Di tengah usianya yang sudah memasuki 69 tahun.

Wanita yang akrab disapa Bu Jun itu bahkan kini masih tetap eksis memproduksi gerabah berbagai bentuk. Sesuai pesanan peminat.

Ia mengatakan pernah mendapatkan pesanan cobek, pot bunga, guci, vas, kuali, patung, celengan, kendi, periuk, dan lainnya.

"Paling banyak itu, pesanan anglo, cobek, dan pot bunga," akunya pada Selasa (15/10/2024).

Ia telah memiliki pelanggan tetap dari Bondowoso, Banyuwangi, Jember, serta Bali. Sekali memesan jumlahnya antara 300 hingga 1.200-an.

Namun begitu, Bu Jun tak pernah menaruh harga tinggi. Hanya berkisar Rp 5 ribu hingga Rp 25 ribu untuk produk kerajinan tangan alat rumah tangga.

Untuk Guci dengan bentuk khusus paling mahal ia jual dengan harga ratusan ribu saja.

"Kalau mahal nanti tidak ada yang pesan, kan di sini banyak pesaingnya," tuturnya.

Pembuatan gerabah miliknya, tak seperti di kawasan lain. Melainkan menggunakan cetakan yang ia buat sendiri. Karena jika langsung dibuat dengan teknik analitik atau digiling tidak bisa. Mengingat kualitas tanah liat di Bondowoso tak sebagus tanah di daerah lain.

Tanah di sini disebutnya kekurangan kandungan kaolin.

"Kalau pakai kimia itu mahal, saya rugi nanti," jelasnya.

Dalam pembuatan gerabah ini, dirinya membeli tanah liat seharga Rp 300 ribuan untuk satu pick up. Itu sudah dalam bentuk tanah liat yang telah digiling.

Mengingat tanah liat itu tak langsung digunakan habis. Maka, tanah liat disimpan di tempat  lembap.

Baca juga: Ratusan Mantan Kades di Bondowoso Deklarasikan Dukungan untuk Risma-Gus Hans

"Kalau disini dicetak, kemudian dibakar langsung jadi," ujarnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved