Berita Pasuruan

Kenyamanan Diduga Dirampas Perusahaan, Warga Kedamean Pasuruan Tuntut Hak Hidup Sehat

Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan menggelar audensi dugaan pencemaran oleh sebuah perusahaan yang dikeluhkan masyarakat Dusun Kedamean.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Haorrahman
TribunJatimTimur/Galih Lintartika
Perwakilan warga Kedamean, Desa Kepulungan. 

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Pasuruan - Luluk Isnawati, warga Desa Kepulungan tak kuasa menahan dampak negatif yang dialaminya selama empat tahun belakangan akibat perusahaan yang berdiri di dekat rumahnya.

“Kenyamanan saya sebagai Warga Kedamean dirampas perusahaan. Dulu saya senang tinggal di sana, sekarang sudah tidak lagi nyaman,” kata Luluk saat audensi di kantor DPRD Kabupaten Pasuruan, Jumat (15/11/2024).

Baca juga: Berdayakan Masyarakat Pesisir Produk Lokal, Fish Bank Indonesia Gelar Pelatihan Wirausaha Kuliner

Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan menggelar audensi dugaan pencemaran oleh sebuah perusahaan yang dikeluhkan masyarakat Dusun Kedamean, Desa Kepulungan. Masyarakat dan perwakilan perusahaan dihadirkan dalam audensi ini.

Luluk menceritakan semua apa yang dialaminya setiap hari dampak dari dugaan pencemaran lingkungan ini. Dulu, ia merasa rumah adalah tempat ternyaman untuk rehat dan istirahat saat lelah di tempat kerja. 

“Tapi sekarang, saya pulang ke rumah itu stres. Pagi saya cuci baju dan jemur, harapannya pulang baju sudah kering bersih dan siap untuk disterika. Tapi yang saya dapatkan sebaliknya,” sambung dia.

Baca juga: Program Pahlawan Ekonomi Ala Surabaya akan Dikembangkan Risma ke Seluruh Jatim

Baju yang sudah dicuci itu kotor lagi terkena debu yang diduga kuat berasal dari sisa - sisa produksi perusahaan tersebut.

Ia bahkan sampai rela mengeluarkan uang untuk menutup jendela dan ruang - ruang terbuka di rumahnya.

“Ventilasi saya tutup semua biar debu tidak masuk. Saya harus mengesampingkan bahwa rumah saya tidak sehat karena tidak ada ventilasinya, saya tidak apa - apa, daripada rumah saya kotor,” jelasnya.

Ketika tidak bekerja, Luluk memilih menghabiskan waktu di dalam kamar dengan menyalakan AC. Sekalipun bukan menjadi tempat ternyaman untuk istirahat, tapi hanya itu yang bisa dilakukannya.

“Saya ini wong cilik, belum sanggup untuk beli rumah dan keluar dari bayang - bayang pencemaran perusahaan. Yang bisa saya lakukan baru beli AC untuk membantu saya ketika saya di rumah dan tidak membuka pintu,” ungkapnya.

Dan itu membuat anak semata wayangnya enggan untuk pulang ke rumahnya yang sudah tidak lagi nyaman

“Yang ingin saya sampaikan, saya ini punya hak untuk bisa hidup sehat. Saya ingin kembali seperti dulu. Saya punya kewajiban untuk menjamin kehidupan yang sehat untuk anak dan cucu saya nanti,” tegas Luluk.

Baca juga: Kembali Viral, Polisi Tidur di Depan Polres Bondowoso Dikeluhkan Warga

Yang dia dambakan adalah hidup sehat. Hidup normal seperti keluarga pada umumnya. Bukan hidup yang harus mau berdamai dengan pencemaran lingkungan baik debu dan pencemaran dalam bentuk lainnya.

“Saya ini bertekad membelikan tanah dan bangun rumah untuk bisa keluar dari sana. Saya rela membongkar tabungan haji agar saya ini bisa hidup layak, hidup sehat di lingkungan yang bersih,” jelasnya.

Selain debu, kebisingan suara mesin produksi perusahaan juga mengganggu. Ia mengaku suara bising ini jelas - jelas mengganggu warga. Apalagi, seringnya aktivitas mesin beroperasional pada malam hari.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved