Berita Jember

Miris, Kulit Tangan dan Kaki Pekerja Migran Asal Jember Menghitam Usai Operasi di Singapura

seorang pekerja migran Indonesia asal Jember, Jawa Timur, mengalami sakit parah di tangan dan kaki sepulang dari Singapura

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sri Wahyunik
TribunJatimTimur.com/Imam Nawawi
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding (kiri) saat menjenguk Rini, pekerja migran asal Jember yang sakit usai operasi di Singapura. 

Setelah menjalani operasi di Sengkang Hospital, Rini mengaku dibawa ke rumah sakit Batam Kepulan Riau Indonesia. Di rumah sakit itu, dia dirawat selama tujuh hari.

"Setelah saya di Batam, saya minta bantuan KBRI agar dipulangkan di Jember, saya tiba di Jember pada 28 Oktober 2024. Setelah itu saya tidak ada komunikasi dengan majikan," katanya.

Ketika di Batam, Rini mengaku tidak membawa barang apapun. Sebab seluruh pakaian dan perhiasannya diambil oleh majikan setelah menjalani operasi di Sengkang Hospital Singapura.

"Justru pihak majikan sering telfon ke keluarga saya di Jember meminta sejumlah uang, untuk biaya pengobatan saya selama di Sengkang Singapura sebesar Rp 500 juta. Kan aneh ya, seharusnya itu tanggungjawab majikan," tuturnya.

Selama menderita penyakit aneh berupa telapak tangan dan kaki menghitam, Rini mengaku kadang merasa nyeri di bagian tubuh tersebut. Dia tidak bisa merentangkan jari, serta tangan dan kakinya keras seperti kayu.

Rini mengaku bekerja di Singapura tidak melalui perusahaan atau agen tenaga kerja. Tetapi melalui jalur undangan dari majikan.

"Jadi majikan langsung ambil, jadi langsung dari Singapura bernama Company Asap. Tidak tahu Asap itu apa," ulasnya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding mengaku tidak bisa berbuat banyak. Sebab TKW ini berangkat ke Singapura masuk kategori ilegal.

"Berangkatnya non prosedural, dan tanggung jawab pihak agensi dan majikan kalau saya dengarkan hampir tidak ada. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat," tanggapnya.

Baca juga: Telkom Indonesia Perkuat Digitalisasi Lewat Pengembangan neuCentrIX Ecosystem di Kota Malang

Mengingat, kata Karding, kalau pekerja migran berangkat non prosedural pasti data mereka tidak termonitor pemerintah. Otomatis proses advokasinya juga sulit karena tidak ada dokumen sebagai pembanding.

"Setelah saya cek ke yang bersangkutan, nomor polisinya juga tidak ada, tidak bisa kami melacaknya, apalagi ini prosesnya langsung ke perorangan. Harusnya kan lewat perusahaan, nanti perusahaan yang serahkan ke majikan," bebernya.

Meski demikian, Karding anak berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Jember dan Rumah Sakit Bina Sehat untuk pengobatan penyakit Rini.

 
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved